Mohon tunggu...
Fitri Indralia Mossy
Fitri Indralia Mossy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Amour et Affection

Nulis suka-suka dan berbagi semaunya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Merindu di Saat Hujan di Bulan Juni

17 Juni 2020   20:20 Diperbarui: 17 Juni 2020   20:33 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tik tik tik..

Air hujan mulai turun, hingga membasahi halaman rumahku yang terlihat gersang. Segera saya ke jendela melihat setiap butiran air yang turun, saya cemburu ketika melihat romantisnya hujan yang selalu bersama, seperti layaknya sepasang kekasih yang tidak ingin terpisahkan--Ah sudahlah ucapku dalam hati.

Saya beranjak ke dapur membuat secangkir kopi dan menikmati dinginnya hujan dengan membaca buku puisi Hujan di bulan juni karya Sapardi Djoko Damono, hujan di bulan juni sangat populer dikalangan masyarakat. Puisi yang diracik sesederhana mungkin--dan menggugah minat para pembaca. Dari kesederhanaan ini Sapardi tidak hanya merangkai lirik-lirik yang Manis dan Indah, tetapi Ia memberi roh kedalam puisi-puisinya.

Suara rintik hujan masih terdengar saat menyentuh atap rumah, sepertinya saya rindu akan masa kecilku. Dimana setiap kali hujan turun saya lekas mengganti pakaianku dan segera keluar rumah untuk mandi hujan layaknya anak-anak lainnya. Ibu selalu melarangku untuk mandi hujan, akan tetapi saya membantah perintah Ibu. Saya tahu Ibu takut dengan kesehatanku.

Jika hari ini matahari enggan berpendar maka hujan semakin lama membuatku melankolis dengan kedinginan, membuatku merindu perjalanan yang kita lintasi menjelang sore sambil menikmati indahnya cakrawala yang perlahan mulai merubah warna menjadi jingga merona, padahal langit mulai gelap. Angin bernafas lembut dan membuatku menggigil.

Menembus udara dingin, kami bertandang di pasar Hitu. Di sana banyak orang yang menikmati senja dengan berpose, memancing dan duduk di bibir pantai sambil menikmati deru ombak dan sensasi dingin yang memukau, begitu pula dengan kami. Kami mengeluarkan smart phone dan memotret keindahan pada sore itu.

Kami seperti orang tak pernah mengenal, di berdiri dengan mengenggam ponsel dan saya duduk di bibir pantai dengan mengenggam ponselku, kita menikmati indahnya senja dengan cara kita masing-masing dengan diam.

Udara dingin mulai menyayat kulitku, suara pelanku keluar "hufft dinginnya." Kataku, saya berdiri dan melangkah menjauh dari bibir pantai. Dan melihatnya mengambil foto-foto senja. Seketika Ia memanggilku, "ayo kita pulang, hari mulai gelap." Katanya. Kami pun berbalik arah menuju jalan pulang. Sepanjang jalan pulang kami tetap melihat sepenggal senja--sepertinya enggan untuk berpisah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun