Mohon tunggu...
Fitria HumairohHanaan
Fitria HumairohHanaan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa

Saya mahasiswa bahasa dan sastra indonesia universitas pendidikan indonesia. Saya cukup suka menulis. Saya senang membaca buku fiksi. Saya senang membaca buku fiksi buatan sastrawan indonesia, terutama Tere Liye.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Penggunaan Kata "Viral" oleh Media: Strategi atau Manipulasi?

22 Desember 2024   00:07 Diperbarui: 22 Desember 2024   00:35 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto diksi "viral", sumber: pinterest

Digitalisasi sudah sangat berkembang saat ini. Sekarang ini kita sudah memasuki era teknologi yang sangat maju.  Informasi di berbagai belahan dunia sudah sangat mudah untuk diakses. Ini dampak baik yang diberikan oleh kondisi teknologi saat ini. Sebuah berita biasa disiarkan oleh media pemberitaan. Sekarang ini, berita yang beredar paling cepat sering kali dianggap paling mutakhir oleh masyarakat. Media pemberitaan semakin gencar untuk menyajikan berita yang menarik perhatian publik. Namun, tidak jarang juga berita yang diangkat mendapatkan tingkat keterlibatan (engagement) yang tinggi. Untuk mencapai keterlibatan yang tinggi, media sekarang ini menggunakan berbagai strategi. Salah satunya adalah dengan pemilihan diksi yang bisa menarik banyak perhatian publik. Pemilihan diksi yang menarik ini biasanya terdapat dalam headline berita, agar bisa langsung menarik rasa penasaran masyarakat. 

Penggunaan kata "viral" pada headline berita sedang marak dilakukan media pemberitaan. Hal ini menjadi salah satu strategi untuk bisa menarik perhatian banyak orang. Namun, apakah berita dengan label "viral" benar-benar viral di kalangan masyarakat? Apakah berita tersebut menyebar luas di masyarakat? Atau label tersebut hanya digunakan untuk menggugah rasa penasaran pembaca? Lalu, apa maksud penggunaan kata viral dalam konteks ini? 

Untuk memahami fenomena ini, perlulah untuk mengetahui konsep kata "viral" itu sendiri. Konsep kata "viral" dapat dianalisis menggunakan teori semiotika yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure. Saussure berpendapat bahwa tanda terdiri dari dua aspek, yaitu penanda dan petanda. Penanda merujuk pada bentuk nyata dari sebuah tanda, bentuk itu seperti tulisan atau bunyi. Sedangkan petanda adalah konsep atau makna yang berkaitan dengan tanda tersebut. 

Pada kasus tanda viral ini yang menjadi penanda adalah kata "viral" itu sendiri. Penanda sebuah tanda viral adalah kata "viral". Sedangkan petanda pada tanda viral ini adalah makna atau definisi dari kata "viral". Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan "viral" sebagai sesuatu yang bersifat menyebar luas dan cepat. Definisi ini adalah bentuk dari petanda kata "viral". Bentuk penanda dan petanda ini menjadi aspek terbuatnya tanda viral. 

Melihat bentuk penanda dan petanda tanda viral, muncul sebuah pertanyaan. Apakah semua media berita yang menggunakan label "viral" dalam headline berita yang disiarkan mengalami penyebaran berita yang luas di kalangan masyarakat? Atau hanyalah manipulasi yang dilakukan oleh media pemberitaan? 

Pada kenyataannya, kata "Viral" sering digunakan media pemberitaan untuk menarik rasa penasaran pembaca. Namun, terdapat pergeseran makna yang cukup banyak dalam penggunaan kata ini. Konotasi dari kata "viral" adalah sesuatu yang menarik perhatian banyak orang dan wajib semua orang tahu. Meskipun tidak jarang berita tersebut belum tentu benar-benar sudah populer di masyarakat. Pergeseran makna ini semakin terlihat karena digunakan oleh media sebagai bentuk strategi persuasif. 

Penggunaan kata "viral" pada headline berita ditujukan untuk menggugah rasa penasaran khalayak umum. Dengan adanya label ini, berita dianggap lebih heboh dan perlu diketahui oleh banyak orang. Hal ini juga berkaitan dengan adanya fenomena ketakutan masyarakat untuk ketinggalan tren atau biasa disebut FOMO (fear of missing out). Masyarakat biasa menggunakan ponsel untuk mengetahui berita terbaru yang sedang tren. Fenomena ini dijadikan peluang oleh media. Headline berita dengan kata "viral" dijadikan alat untuk meningkatkan keterlibatan pembaca. 

Namun, terdapat pula konsekuensi dari penggunaan kata ini. Berita dengan label "viral" tidak selalu menggambarkan realitas yang terjadi di lapangan. Label ini terkadang digunakan tanpa dasar yang kuat, hal ini berpotensi pada kesalahan persepsi di kalangan masyarakat. Dengan kondisi kebanyakan masyarakat ini FOMO akan menimbulkan dampak yang tidak baik. 

Penggunaan kata "viral" ini menjadi peluang yang bagus bagi media untuk semakin agresif dalam menyebarkan berita. Dengan adanya kemudahan akses informasi dan kemajuan teknologi yang semakin canggih, masyarakat cenderung tidak ingin ketinggalan tren yang sedang ramai dibicarakan. Hal ini dimanfaatkan oleh media dengan menggunakan kata "viral" sebagai alat persuasif yang ampuh. Dampaknya, berita dengan label "viral" seringkali mendapat perhatian lebih banyak dari masyarakat, meskipun esensi berita yang disiarkan tidak sesuai dengan label yang diberikan. 

Sebagai pembaca, penting untuk mengetahui bahwa berita dengan label "viral" tidak selalu sama dengan realitasnya. Label ini harus dilihat sebagai strategi yang digunakan media untuk menyiarkan beritanya, bukan sebagai jaminan bahwa berita yang disiarkan sama viralnya dengan label yang diberikan. Masyarakat perlu untuk bersikap kritis terhadap berita yang tersebar. Terutama pada diksi-diksi yang digunakan media untuk menarik pembaca, hal tersebut bisa memengaruhi persepsi masyarakat secara emosional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun