Penggunaan kata "viral" oleh media bukanlah kesalahan pemilihan diksi atau niat untuk memanipulasi masyarakat. Melainkan sebuah strategi yang dilakukan media untuk menggaet minat pembaca untuk membaca berita yang disiarkan. Sebagai konsumen dari sebuah berita, haruslah kita lebih kritis untuk memahami diksi yang digunakan oleh media. Kita harus lebih waspada dan memastikan kembali berita dengan label "viral" ini sudah sesuai dengan faktanya atau tidak. Dengan demikian, kita dapat terhindar dari berita yang bersifat manipulatif dan bahkan hoaks.Â
Selain diksi yang digunakan oleh media ada pula diksi lainnya yang dapat menggugah rasa penasaran pembaca. Di antaranya "Nomor 5 bikin melongo"; "Masih ingat anak ini...! Sekarang nasibnya begini..!"; "Ini dia 10 negara dengan pemandangan tercantik. Indonesia termasuk?". Diksi-diksi tersebut dipilih oleh media untuk meningkatkan rasa penasaran pembaca. Kita perlulah memahami alasan penggunaan diksi tersebut. Kita juga perlu untuk membaca dan menyimak sampai selesai berita yang dikonsumsi agar tidak ada kesalahpahaman persepsi oleh masyarakat. Hal itu bisa mencegah sebuah hoaks akan tersebar.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H