Mohon tunggu...
Fitri Hidayati
Fitri Hidayati Mohon Tunggu... Pendidik -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Prasangka

10 April 2019   10:18 Diperbarui: 10 April 2019   10:34 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

         "Bunuh..!! Bunuh..!!"

         "Cukup! Tolong semua tenang, jangan membabi buta  sebelum mengetahui kebenarannya.", Pak Doni mencoba mendinginkan suasana.

         "Kita tidak membabi buta Pak Doni. Kita sudah tahu faktanya dan banyak saksi yang tahu akan hal ini."

         "Kita belum mengklarifikasi masalah ini dengan Ustad Adi, jangan sampai kita salah langkah."

         "Klarifikasi ? Untuk apa klarifikasi pada orang munafik seperti dia!" Seorang pemuda bertubuh gempal tiba-tiba berteriak sambil  menunjuk pada muka Ustad Adi," Dasar pemabuk dan penzina menjijikkan! Kamu sudah mampu mengelabuhi masyarakat di sini. Kami kira kau orang baik, ternyata lebih bejat dari kami. Allah Maha Adil, telah membukakan aibmu!"

         Seorang ibu mendadak maju dan berteriak, " Aku siap bersaksi, aku melihat langsung bagaimana dia memborong minuman keras di toko-toko dan juga bagaimana tenangnya dia memasukkan pelacur ke mobilnya dan membawanya ke rumahnya. Benar-benar seorang munafik! Cuih! Lihatlah wajah istrinya ini, berlagak suci bak bidadari, ternyata dia hanya  seorang yang dungu!"

         "Astaghfirullah, apa yang terjadi?" Zulaiha ketakutan sambil memeluk tangan suaminya.

         "Tenanglah Dinda, sepertinya ada kesalahfahaman. Saudara-saudara, sepertinya ada kesalahfahaman. Izinkan kami menjelaskan."

         Tiba-tiba msyarakat gaduh saat mendengar ucapan Ustadz Adi. Mereka berteriak, memaki, ada yang menyumpahi, bahkan ada yang melempari Ustadz Adi dengan batu. Suasana menjadi sangat panas dan warga makin tak dapat menahan emosinya. Tangan Ustad Adi melindungi istrinya dari amukan massa. Beberapa lemparan batu mengenai kepala Ustad Adi. Darah mulai mengucur membasahi bajunya. Dalam suasana genting tersebut Pak Rahman, Kepala Desa Ngembag yang kebetulan melintas segera melerai.

         "Hentikan!"

         Semua warga terdiam. Suara Pak Rahman penuh wibawa menghipnotis warga. Tanpa banyak bicara Pak Rahman dan Pak Doni segera menyelamatkan Ustad Adi dan istrinya dari amukan massa. Mobil Pak Rahman segera meluncur menuju rumah Ustadz Adi. Sesampai di halaman rumah Ustad Adi Pak Rahman menghentikan mobilnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun