Mohon tunggu...
Fitri Hidayati
Fitri Hidayati Mohon Tunggu... Pendidik -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saat Kau Memanggil

31 Agustus 2017   07:51 Diperbarui: 31 Agustus 2017   08:20 1168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya nurut saja berapa saja harga yang disepakati, nanti kalau sudah terjual  tolong saya segera dihubungi, karena akan kita lanjutkan proses berikutnya. "

Setelah kesepakatan diambil, aku segera mengabarkan ini kepada Ibu. Beliau tadinya menolak karena beliau merasa tidak adil, tanah itu sudah diberikan dan tak mungkin ditarik kembali , Beliau telah merampas hak anak.

.Aku berusaha meyakinkan Ibu kalau Ibu tidak bersalah

" Bu, jangan berfikiran seperti itu, ini merupakan inisiatif ku sendiri, aku ikhlas lahir bathin, Ibu tidak merampas hak ku, namun inilah bentuk kewajiban ku untuk berbakti kepada Ibu, meskipun tidak mungkin jasa ibu terbayarkan dengan apapun. Ini merupakan rejeki dari Alloh, Apabila Alloh berkehendak, tak ada yang tidak mungkin. Ayolah Bu kita mulai dengan bismillah, semoga Alloh meridhoi dan  memudahkan langkah kita."

Ibu tidak menjawab hanya sebuah anggukan dan senyuman dengan berhias linangan air mata.

Satu minggu berlalu, aku mendapat kabar dari kakak sulung ku bahwa tanah sudah ada yang menawar, namun tawarannya agak rendah karena waktu singkat yang kita minta. Aku menyetujui saja, yang penting diprediksi, dapat untuk membiayai dua orang dan untuk membeli perlengkapan sekaligus uang saku ke Tanah Suci.

Setelah biaya siap, tahap berikutnya penawaran kepada keluarga besar , siapa yang akan mendampingi Ibu. Tawaran mulai kakak pertama sampai kakak ke empat, dan ternyata masing-masing mempunyai argumen dan rencana sendiri ,yakni  mereka  sudah merencanakan berangkat haji bersama istri, sedangkan untuk berangkat saat ini biaya belum tersedia.

Inilah  kuasa Alloh, secara logika, aku anak bungsu tentu  terletak pada urutan terakhir, namun Alloh berkehendak suami ku berangkat, Alloh akan memberikan kesempatan kepada  mahkluk yang dikehendaki-Nya.

" Alhamdulillah , Alloh memnjatuhkan pilihan kepada Ayah. Dengan penuh suka cita Ayah mensyukurinya, kerinduan Ayah untuk pergi ke Baitullah  sudah lama diidamkan, setiap hari Ayah berdoa agar diberi jalan agar bisa berangkat ke sana, dan saat itu Alloh memberikan kesempatan itu. Segera Ayah melengkapi syarat-syarat yang diperlukan untuk mengurus  ONH"

" Oh begitu ceritanya, alhamdulillah , tapi kog langsung berangkat, apakah tidak ada antrean saat itu Yah?"

" Ayah berangkat tahun 2000, saat itu pedaftar calon haji sudah banyak, tapi tidak seperti saat ini harus menunggu antrean sampai 10 tahun lebih, apalagi saat itu ada pelimpahan kouta dari provinsi lain sehingga  menambah kesempatan bagi para calon jamaah yang akan menyusul mendaftar , termasuk Ayah yang baru mendaftar sepuluh hari sebelum penutupan pendaftaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun