Mohon tunggu...
FITRI HIDAYAH
FITRI HIDAYAH Mohon Tunggu... Lainnya - Bekerja di: Kemensos RI (2012-2024) DITAJENAD TNI AD (2024-Sekarang)

IAM THE ORDINARY ONE WHO REALLY WANT TO BE SPECIAL, BERUSAHA MENGUBAH SEMUA LELAH MENJADI LILLLAH AGAR MENJADI BERKAH

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ancaman Konflik di Laut China Selatan terhadap Kedaulatan Indonesia: Mempertahankan Wilayah Natuna adalah Harga Mati

29 Mei 2024   01:11 Diperbarui: 29 Mei 2024   02:09 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ancaman Konflik di Laut China Selatan terhadap Kedaulatan Indonesia: Mempertahankan Wilayah Natuna adalah Harga Mati

Oleh:

Fitri Hidayah*)

*) Penulis adalah ASN di DITAJENAD TNI AD, email: sakhiyyaazkiahasan@gmail.com, HP: +6283808077513

***

Laut China Selatan yang bukan hanya sekadar wilayah air, tetapi juga pangkalan kekayaan alam, jalur perdagangan penting, dan kawasan strategis bagi stabilitas regional yang keberadaannaya memegang peranan kunci dalam keamanan nasional dan kepentingan ekonomi dunia, telah lama menjadi pusat perhatian geopolitik global karena sengketa wilayah yang melibatkan beberapa negara, termasuk Indonesia, yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. 

Meskipun Indonesia tidak memiliki klaim teritorial langsung di wilayah ini, ancaman konflik di Laut China Selatan terhadap kedaulatan Indonesia merupakan isu yang memerlukan perhatian serius. Dengan semakin kompleksnya situasi politik dan militer di wilayah perairan tersebut, penting bagi Indonesia untuk memahami dan mengidentifikasi berbagai kemungkinan dinamika konflik yang harus dihadapi oleh Indonesia karena keberadaannya di sekitar perairan tersebut membuatnya terlibat secara langsung dalam dinamika regional yang semakin tegang. Dalam konteks ini, menjaga batas maritim Indonesia di Laut China Selatan bukanlah sekadar tugas, tetapi juga tanggung jawab yang mendesak dan strategis.

Persaingan kepentingan di Laut China Selatan mencakup beragam aspek, mulai dari sumber daya alam hingga kontrol atas jalur perdagangan laut yang vital. Konsep "sembilan garis putus-putus" atau nine dash line mengacu pada klaim yang dilakukan oleh pemerintah China terkait kedaulatan atas sebagian besar Laut China Selatan yang digambarkan dalam peta dengan garis putus-putus yang mengelilingi sebagian besar Laut China Selatan, membentuk semacam "tongkat" atau "sembilan guratan" di peta yang tidak didasarkan pada batasan-batasan yang diakui secara internasional, seperti yang dijelaskan dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS). 

China mengklaim wilayah tersebut berdasarkan pada sejarah tradisional sebagai bukti kedaulatan historis mereka atas wilayahnya yang menimbulkan kontroversi besar dalam hubungan antara China dengan negara-negara tetangganya di kawasan Asia Pasifik, termasuk Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam, serta Indonesia. Negara-negara tersebut bersaing untuk mengklaim dan mengendalikan pulau-pulau, terumbu karang, dan perairan yang kaya akan sumber daya alam seperti minyak, gas, dan ikan. Persaingan ini diperparah oleh ketegangan historis dan kepentingan strategis masing-masing negara dalam memperkuat posisi mereka di kawasan tersebut. 

Salah satu titik fokus dalam menegakkan kedaulatan maritim Indonesia adalah klaim wilayah Natuna oleh Indonesia. Natuna, yang terletak di sebelah barat Laut China Selatan, telah menjadi pusat perhatian karena klaim yang dilakukan oleh China yang tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Dalam ZEE, sesuai dengan ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), Indonesia memiliki hak eksklusif untuk eksploitasi sumber daya alam dan aktivitas ekonomi lainnya di wilayah Natuna. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun