Oleh: Fitri Hidayah, M. Pd. (Adm. Database PPKH Kabupaten Kendal, Dinas Sosial Kabupaten Kendal)
Para remaja di Indonesia lebih suka menggunakan bahasa gaul dari pada Bahasa Indonesia. Buktinya, "...lebih dari 87% remaja di Indonesia tidak pernah menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kesehariannya." (http://www.kompas-cetak/0902/14/opini/129145.htm). Padahal, bahasa adalah perkataan-perkataan yang dipakai oleh sesuatu bangsa (suku bangsa, negara, daerah) (Poerwadarminta, 2005:75).Â
Bahasa itu sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu, bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa juga mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi suatu negara. Hal ini karena bahasa menunjukkan bangsa, artinya baik buruknya bahasa dan tingkah laku seseorang, menunjukkan tinggi rendahnya martabat bangsa itu (Musyi, 2005:3).
Kalau bahasa menunjukkan bangsa, apa itu artinya orang yang tidak bisa menggunakan bahasa nasional dengan benar itu menjatuhkan bangsa? Padahal ada banyak sekali masalah yang dihadapi oleh seseorang ketika harus berbicara dengan bahasa lisan.Â
Mereka harus berpikir dua kali sebelum berbicara, untuk mengetahui bahasa apa yang harus mereka gunakan, menggunakan bahasa formal sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) sehingga terkesan kaku atau malah harus menggunakan bahasa "gaul", yang telah dimodifikasi sehingga jauh berbeda dari bahasa nasional kita, Â agar tidak dikatakan ketinggalan jaman? Semua itu memang pilihan.Â
Bahasa gaul yang telah dimodifikasi itulah yang selama ini menjadi kambing hitam rusaknya Bahasa Indonesia. Namun, alangkah baiknya ketika kita tahu latar belakang penggunaan bahasa gaul itu sendiri sebelum lebih banyak lagi orang yang menyalahkan bahasa gaul sebagai perusak Bahasa Indonesia.
Bahasa gaul sebenarnya sudah ada sejak 1970-an. Akar dari bahasa gaul adalah bahasa prokem. Kata prokem sendiri merupakan bahasa gaul dari preman (http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_gaul_Indonesia).Â
Bahasa ini awalnya digunakan oleh kalangan preman untuk berkomunikasi satu sama lain secara rahasia agar kalimat mereka tidak diketahui oleh kebanyakan orang, mereka merancang kata-kata baru dengan cara antara lain mengganti kata ke lawan kata, mencari kata sepadan, menentukan angka-angka, penggantian fonem, distribusi fonem, penambahan awalan, sisipan, atau akhiran.Â
Masing-masing komunitas (daerah) memiliki rumusan sendiri-sendiri. Pada dasarnya bahasa ini untuk memberkan kode kepada lawan bicara (kalangan militer dan kepolisian juga menggunakan).
Dewasa ini, bahasa prokem mengalami pergeseran fungsi dari bahasa rahasia menjadi bahasa gaul. Dalam konteks kekinian, bahasa gaul merupakan dialek bahasa Indonesia non-formal yang terutama digunakan di suatu daerah atau komunitas tertentu (kalangan homo seksual atau waria) (http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_gaul). Penggunaan bahasa gaul menjadi lebih dikenal khalayak ramai setelah Debby Sahertian mengumpulkan kosa-kata yang digunakan dalam komunitas tersebut dan menerbitkan kamus yang bernama Kamus Bahasa Gaul pada tahun 1999. Sejauh ini arti "gaul " itu sendiri telah mengalami penyempitan makna. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata "gaul" adalah pandai menyesuaikan diri, supel, dan pandai berkomunikasi (Poerwadarminta, 2005:246). Sekarang arti gaul hanya untuk mereka yang bisa berbahasa ABG yang tidak banyak dimengerti orang pada umumnya dan golongan "tua", juga untuk mereka yang suka nongkrong, banyak teman, dan berpakaian mengikuti fashion trend terbaru, misalnya, ada seorang gadis SMA berkata pada teman-temannya, "Aduh bo, ada bronis lewat tuch, cakep amir". Orang yang belum paham arti bahasa yang mereka gunakan mungkin akan mengira bahwa ada tukang brownies (kue coklat) yang lewat, padahal artinya jauh berbeda.
Di Indonesia, bahasa gaul mengalami  perkembangan yang sangat pesat. Ada beberapa periode dari perkembangan bahasa gaul ini. Sejak jaman penjajahan Belanda, misalnya, golongan terpelajar mengombinasikan Bahasa Indonesia dengan Bahasa Belanda. Kemudian bangsa China masuk untuk berdagang di Indonesia, secara tidak langsung bahasa ini telah ikut mewarnai bahasa dan cara berkomunikasi masyarakat Indonesia, misalnya, "Lo cepek-nopek gue beranilah..." (kalau seratus-dua ratus saya berani). Pedagang sendiri juga menggunakannya sebagai kode harga barang yang mereka bicarakan dengan sesama pedagang agar pelanggan tidak mengetahuinya.  Bukan hanya dari bangsa lain, tetapi bahasa gaul juga terbentuk dari Bahasa Indonesia itu sendiri, misalnya dengan menggunakan partikel lah, deh, dong,  " yaiyalah.., masa' gitu aja lu kagak tau si? Gimana gue dong?" Bahkan, akhir-akhir ini diprediksi bahwa bahasa gaul selanjutnya adalah Bahasa Indonesia yang dikombinasikan dengan Bahasa Arab, contohnya, "Afwan, ane telat" (maaf, saya terlambat). Hal ini tentu saja dikarenakan banyak sekali film yang bergenre Islam meledak di pasaran (Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, dan lain-lain).