Semoga sampai disini sudah sedikit paham tentang arti miskin yang sesungguhnya dan tidak ada lagi yang menanyakan dengan nada sumbang tentang kriteria miskin yang dipakai PKH. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara mencari solusi agar KPM yang terindikasi mampu tersebut bersedia mengundurkan diri dari PKH. Saya pribadi membedakannya menjadi 2, yaitu cara "HALUS" dan cara "KASAR" tanpa kekerasan untuk membuat KPM Mampu Mundur Ikhlas dari PKH.Â
Cara halus adalah cara yang dipakai beberapa pendamping hebat yang ahli memotivasi KPM, sehingga berhasil "menyentuh hati" KPMnya dengan cara yang halus dan dengan bahasa persuasif saat Pertemuan Kelompok Bulanan (PKB), sehingga KPM tersebut meminta Surat pernyataan mengundurkan diri dari kepesertaan PKH untuk kemudian ditempelinya dengan materai 6000 dan ditandatangani.Â
Mungkinkah? Iya dan sudah ada buktinya, Di Kabupaten Kendal sendiri sudah ada sekitar 246 KPM yang mundur ikhlas (istilah PKHnya adalah Graduasi Mandiri) karena sudah merasa sejahtera hanya dalam waktu 2 bulan.
Lalu, bagaimana membuat KPM PKH Mampu tersebut mundur sendiri dengan cara "KASAR"? Karena cara halus sudah dilakukan berkali-kali, tetapi tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan? Kasar disini bukan berarti dengan urat apalagi otot.Â
Kasar di sini adalah menyentuh hati mereka bukan dengan "mengelus-elus" atau memotivasi, tetapi dengan melakukan cubitan kecil agar KPM mampu tersebut tahu ada yang salah dengan kepesertaannya.
Contohlah Kecamatan Sukorejo dan Brangsong di Kabupaten Kendal yang sudah melakukan "cubitan" kecil di hati KPMnya. Sejak awal Januari 2019. Seluruh Pendamping PPKH Kecamatan Sukorejo sepakat untuk melakukan AKSI yang sudah Viral di banyak Group Medsos tersebut.Â
Mereka menempelkan Stiker "cubitan" itu dengan kata-kata KELUARGA MENUJU SEJAHTERA. Jujur itu Indah, juga membawa berkah, Ayo Bangkit!!! Kemiskinan bukan takdir. Menurut informasi dari Dwi Setyowati, S. Pd., pendamping PKH Kecamatan Sukorejo, sudah hampir 98% rumah KPM dari 2.716 KPM PKH di Kecamatan Sukorejo ditempeli dengan stiker itu.
"Tidak ada KPM yang marah-marah ketika rumahnya ditempeli stiker itu, cuma ada beberapa KPM yang bertanya,
nek semisal rumah saya tidak ditempel bagaimana? Gampang saja Bu, kalau semisal malu rumahnya dipasangi stiker karena sudah bagus, silahkan Ibu mundur dari PKH, dan alhamdulillah, di dampingan saya, sudah ada beberapa KPM yang mundur secara "ikhlas" setelah stiker itu dipasang", kata perempuan berjilbab itu dengan detail (30/01).
Dwi juga menjelaskan bahwa, ketika KPM PKH Mundur, KPM tersebut wajib menandatangani Surat Pernyataan Mengundurkan Diri bermaterai yang ditandatangani pendamping dan disaksikan pihak pemerintah desa dan Stiker PKH yang telah ditempel, langsung dilepas oleh pendamping yang bersangkutan.
"Dengan begitu, kami bisa mencubit KPM mampu itu agar bisa "ikhlas" mundur dari PKH, karena kami sadar, ikhlas itu butuh perjuangan, inilah perjuangan KPM untuk belajar ikhlas memperbaiki takdir bukan dengan berpura-pura miskin demi mendapatkan bantuan dari pemerintah", tutup Dwi.
Lain Sukorejo, lain pula Brangsong. Anis Nuraini, S. Tr., Keb., dengan berbekal uang dekon Provinsi yang ia dapatkan setiap triwulan sekali untuk pemberdayaan KPM, ia sisihkan sebagian untuk pembuatan stiker viral tersebut.Â
Lihat Humaniora Selengkapnya