[caption id="attachment_146597" align="aligncenter" width="658" caption="Makanan Khas Iran, Sishlik (kiri) dan Kebab Kubide (kanan)"][/caption] 'Tergeletak' di Tehran dalam waktu yang tidak singkat membuat saya mau tidak mau menjadi jatuh cinta dengan makanan lokal di sini. Butuh waktu memang menyesuaikan lidah Indonesia dengan makanan Persia yang mayoritas menggunakan ingredient bawang bombay dan tomat dalam jumlah banyak. Makanan yang pertama kali bikin saya ketagihan tanpa pikir panjang adalah Sishlik, yaitu iga kambing bakar. Pertama kali mencicipi sishlik memang kami mendatangi restoran yang cukup populer di Tehran, yaitu Shandiz yang terletak di daerah Jordan, sebuah kawasan uptown Tehran. Kesan pertama begitu melekat di lidah, jadi lah restoran itu menjadi salah satu favorit kami. Ada lagi yang namanya Kebab Kubide, yaitu daging cincang yang diberi beberapa bumbu dan ditaruh dalam tusukan sate besar dari besi dan kemudian di bakar. Makanan ini juga bisa langsung cocok dengan lidah orang kita, tidak perlu lagi ada penyesuaian aneh-aneh. Beberapa pelengkap kalau kita menyantap makanan Iran diantaranya Mast (yoghurt), Dough (minuman yang terbuat dari yoghurt dan ditambah air serta garam), Nun (roti ala Iran), Zaitun dan Lemon. Yoghurt bisa dalam rasa yang plain maupun rasa sayuran, sampai rasa bawang putih. Yoghurt menjadi pelengkap wajib dalam makanan, malah tidak jarang dalam menu keluarga, yoghurt diletakkan dalam piring mirip seperti sambal buat orang Indonesia. Dough lebih enak dinikmati dingin, awalnya sih memang tidak suka tapi lama-lama jadi terbiasa, sehat pula. Diyakini pula bahwa Dough bisa memperhalus kulit. Roti Iran pada umumnya ada tiga macam, yaitu Lavash, Barbari, dan Sanggak. Lavash ada roti tipis, sementara Barbari dan Sanggak teksturnya lebih tebal. Zaitun ada yang berwarna hijau dan hitam, kalau saya lebih suka caitun hijau yang sudah diberi bumbu. Rasa seperti apa? agak sulit dijelaskan, karena saya tidak tahu bumbunya apa.. yang pasti enak. Sampai sekarang saya masih belum bisa mengadaptasi kebiasaan orang Iran yang tiap kali makan pasti memeras lemon yang tersedia dipiring mereka dan mengucuri air perasan lemon pada makanan mereka, atau ada juga yang diperas disendok dan ditelan begitu saja, yang pasti rasanya aseeeemmm.. Tetapi jus lemon yang dijual dalam kemasan seperti Syrup A*C ditambah gula adalah minuman yang enak dinikmati pada saat musim panas. O iya, dalam satu piring makanan pasti akan juga disajikan tomat yang dibakar, cabai hijau, dan pickles, baik itu pickles ketimun maupun pickles sayuran lainnya. Makanan lain yang harus dicoba adalah Mohiche, Dizzi, Kalipache, Ashe Reshte, Ghormeh Shabzi dan Fesenjan, Mohiche adalah menu daging yang berasal dari kaki lutut atau tumit kambing, enaaakk deh, bisa dibilang Mohiche adalah gulainya Iran. Kalau memesan Mohiche di restoran maka yang keluar adalah satu paket besar yang cukup untuk dua orang, tapi bagi suami saya satu porsi pasti bisa dia habiskan sendiri. Dizzi adalah menu sup yang disajikan dengan cara unik, karena kita diberi mangkuk dan alat penghalus untuk melumatkan isi sup selain daging, seperti kentang, kacang-kacangan, dan tidak ketinggalan Dombe, yaitu lemak kambing. Awalnya saya kira sup ini kental karena menggunakan santan, seperti halnya masakan Indonesia tetapi ternyata lemak kambing.. dahsyat.. Pertama kali tahu akan keberasaan Kalipache dari seorang teman yang sudah lebih lama tinggal di sini. Warung Kalipache pasti selalu dilengkapi dengan kaki kambing, kepala kambing, otak kambing, dan berbagai jeroan kambing lainnya. Ketika mencoba pertama kali ke warung ini kami masih bingung, maka makanan yang keluar adalah satu mangkuk sup, hanya airnya saja dan tidak berasa garam, satu pisin daging kambing yang diiris tipis-tipis, tanpa nasi, karena memang dimakan menggunakan roti. Sup harus kita beri bumbu sendiri yang tersedia di meja pelanggan. Aneh-aneh aja nih, tapi lumayan untuk jadi bahan kenangan nanti. Ghormeh Shabzi adalah sup yang terbuat dari sayuran hijau yang dicincang halus, ditambah kacang-kacangan, dan daging. karena menggunakan sayuran hijau yang dicincang halus (tidak perlu mencincang sendiri, karena sudah banyak dalam bentuk kemasan), maka warna Ghormeh Shabzi juga hijau cenderung hitam, bukan hijau cerah. Pertama kali mencicipi makanan ini adalah di salah satu di restoran prasmanan tidak jauh dari kantor suami. Restoran ini menjadi salah satu favorit saya karena pelayanannya cepat dan murah, tidak seperti restoran lainnya. Fesenjan adalah makanan yang terbuat dari pasta delima, kacang walnut, dan ayam. Rasanya manis, bisa dibilang Fesenjan adalah gudeg ala Iran. Pertama kali justru suami yang bilang ada makanan yang namanya Fesenjan. Akhirnya saya cari di toko dekat rumah pada produk makanan kemasan. Saya beli dan coba, agak aneh memang. Tetapi dia sempat keranjingan dan akhirnya saya sempat bikin sendiri berbekal buku resep masakan Iran yang saya punya. Sewaktu libur Noruz tahun lalu kami diundang landlord kami untuk makan siang di rumahnya. Salah satu menu yang dikeluarkan adalah Ashe Reshte, sup kental yang diberi kacang-kacangan, sayuran hijau, dan noodle yang atasnya diberi taburan putih dan hitam, yang belakangan saya ketahui adalah khosk sauce yang terbuat dari whey (apaan itu ya?) dan daun mint kering yang ditumis dan dicampur dengan bawang bombay goreng. Meskipun rasanya aneh, tapi komposisi rasanya paass.. anak saya pun suka sehingga akhirnya kami rutin membeli Ashe Reshte instan yang cara pembuatan mirip seperti membuat mie instan.. rasanya pun enak. Kelemahan orang Iran dalam hal makanan adalah mereka jarang berinovasi dan kurang suka mencoba makanan baru. Sehingga tidak jarang antara satu restoran dengan restoran lain makanan yang ditawarkan pun sama. Makanan primadona di restoran-restoran Iran adalah bermacam-macam kebab, yaitu daging yang dibakar, mulai dari kebab ayam, kebab ikan, kebab burung puyuh, dan kebab kubide. Tidak seperti kebab ayam, kebab burung puyuh, dan kebab kubide yang dibakar, kebab ikan melalui proses memasak dengan cara digoreng. Kalau kami bergurau dengan sesama teman yang baru pulang bepergian ke luar kota Tehran dan kami tanya makanan khas daerah sana apa? dengan serentak kami pasti bilang "KEBAB". Sangat jarang restoran yang menawarkan makanan rumahan Iran, wah kalau restoran semacam itu ada pasti perjalanan kuliner saya menjadi semakin menarik dan penuh tantangan. Alhamdulillah, masih bisa menikmati perjalanan hidup di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H