[caption id="attachment_96673" align="aligncenter" width="640" caption="Solidaritas Jepang @FIB UI"][/caption]
Solidaritas UI untuk Bencana Jepang Penggalangan dana membantu korban gempa dan tsunami Jepang Acara solidaritas penggalangan dana ini telah dilaksanakan di Auditorium Gedung 1, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI Kamis, 17 Maret 2011 jam 13.00 sd selesai. Pelaksanaan acara ini baru dapat dimulai jam 14.00. Yang mengikuti soidaritas banyak dari tamu-tamu yang memiliki undangan, dosen-dosen UI, dekan, mahasiswa juga alumni program studi Sastra Jepang UI. Tak lupa mahasiswa BIPA warga negara Jepang yang belajar bahasa Indonesia di UI turut andil dalam acara ini. [caption id="attachment_95036" align="alignright" width="300" caption="Doa kami untukmu Jepang @Auditorium Ged.1 FIB UI"]
Berikut kesaksiannya: 'Saya tinggal dan mengajar di Sendai dan termasuk salah seorang yang menyaksikan dan mengalami langsung detik-detik gempa dan tsunami. Gempa telah terjadi sebelumnya hari Rabu, 9 Maret 2011 sebesar 7 SR, dan gempa tersebut tidak berdampak besar bagi orang Jepang. Hari Kamis, 10 Maret 2011 gempa sama sekali tidak terjadi. Tepat hari Jumat siang, 11 Maret 2011 gempa besar terjadi sebesar 8,9 SR (mencapai 9 SR). Satu jam sebelum terjadi gempa, saya mempunyai janji dengan salah seorang teman untuk diminta menjemputnya di Pelabuhan Shiogama, pesisir pantai Sendai [waktu menunjukkan jam 14.46 WIB]. Banyak orang Indonesia yang bekerja di pelabuhan tersebut. Sesaat gempa terjadi diumumkan di radio-radio bahwa 10 menit sampai 15 menit kemudian akan terjadi tsunami. Saya pada waktu itu sedang berada di atas jembatan, langsung lari menyelamatkan diri segera mencapai daerah tinggi (bukit, pegunungan). Syukur nyawa selamat tapi perjuangan belum selesai, di bukit sebagai tempat darurat mengungsi suasana belum aman dan tidak nyaman, saya dan pengungsi lainnya amat kedinginan karena suhu minus 40 derajat dan hujan salju turun. Masjid-masjid di bukit hancur, terbelah dan retak. Makanan begitu langka dan sulit didapat sehingga makanan menjadi sangat terbatas hanya untuk anak-anak dan ibu hamil, orang dewasa bahkan tidak makan. Hari Minggu, 13 Maret 2011 dapat memasuki Sendai lagi, air mulai surut. Tsunami memutus segala infrastruktur kehidupan, tidak ada listrik dan air pun semakin tak mencukupi. Bagi saya ingin sekali tetap masuk melihat suasana ke Sendai. Mungkin jikalau sesorang mengalami peristiwa dahsyat ini akan trauma dan tidak akan mau menjejakkan kaki di kota tersebut. Sejujurnya saya menikmati hidup di Sendai, saya mengajar di SD Sendai, Shiogama sudah 2 tahun. SD Sendai ini hanya terletak beberapa meter dari pesisr pantai dan tak dapat terbayangkan daerah itu kini hancur menjadi bubur. Sedih akan nasib dan keadaan murid-murid saya.'
Sambutan oleh Dekan Fakultas Teknik UI, Bambang Supriyanto 'Saya kagum terhadap orang Jepang. Mereka sudah sangat terlatih menanggulangi bencana. Kedisiplinan orang Jepang tetap dijunjung tinggi padahal sekarang ini negara mereka sedang 'berduka'. Saya heran dan bagi kita mungkin akan berpikiran aneh. Supermarket-supermarket di Jepang memberikan diskon besar-besaran, tetap antri dengan tertib, membeli barang-barang kebutuhan dan mengambil air seperlunya. Saya benar-benar terharu melihat Jepang dari sisi peradaban disiplinnya.'
Tayangan video pun diputar mengenai peristiwa sebelum dan sesudah terjadinya gempa tsunami di Sendai.
Sambutan Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Bambang Wibawarta 'Kita bisa belajar banyak dari Jepang dalam mengatasi bencana alam gempa dan tsunami. Sendai yang merupakan salah satu kota yang parah diterjang amukan tsunami mengiris dan membuat hati saya sedih. Istri, mertua saya juga sanak keluarga lainnya tinggal di Sendai. Seperlima hidup saya ada di kota ini. Alhamdulillah mereka semua selamat dan istri saya sudah sampai di Indonesia. Menurut saya, Jepang adalah negara yang paling siap menghadapi bencana tapi akhirnya diluluhlantakkan oleh tsunami. Yang menarik yaitu pengemis-pengemis yang selalu kita pandang rendah ataupun yang hanya dipandang sebelah mata memberikan bantuan berupa kardus-kardus berisi makanan, pakaian maupun selimut. Orang Jepang tidak berebut makanan bahkan mengantri dengan tertib. Sebuah pelajaran untuk kita bersama agar dapat bekerja sama mengenai hal-hal seperti ini dan memang harus dibangun juga inisiatif untuk 'berbuat' lebih banyak sehingga bermanfaat bagi orang banyak. Saya turut berbela sungkawa. Bumi hanya satu, kita hidup bersama, suatu saat jikalau antara kita berduka dapat saling membantu. Bangsa Indonesia harus di manage dengan solidaritas, belajar dari Jepang.'
Sambutan Direktur Japan Foundation, Jakarta, Atsushi Kanae 'Saya pasti yakin bahwa masyarakat Jepang akan bangkit, bangkit dan bangkit kembali. Ketika bom mengguncang Hiroshima dan Nagasaki, Jepang mampu bangkit dari keterpurukan itu. Warga Negara Asing akan mendapatkan bantuan sebanyak mungkin di Jepang.'
[caption id="attachment_95032" align="alignleft" width="300" caption="Spanduk tandatangan "]
Renungan dari Kisah Anak-anak Bom Atom Hiroshima dan Nagasaki yang tetap bertahan hidup dan bangkit oleh Dewi Anggraeni. Kisah ini dibukukan dan diterjemahkan oleh Bambang Wibawarta. Sasaki Eiko usia 7 tahun. Tanggal 15 Agustus 1945 bom atom yang menyapu Hiroshima mengakibatkan ibunya meninggal. Eiko hanya tinggal dengan nenek dan kakaknya. Kesepian ditinggal wafat sang ibu, ia setiap tanggal 15 Agustus memandang rembulan hingga menitikkan airmata.Eiko menyadari bahwa ia harus kuat dan tetap hidup mengatasi berbagai permasalahan di masa mendatang.'
Hati kita sejuk tatkala mendengar persembahan lagu 'You Raise Me Up dinyanyikan oleh Adi Kristina (vokalis), Albert Roring (biola) dan Pamuluh (gitar). Penyampaian pesan dan kesan untuk korban bencana Jepang oleh Direktur Riset dan Penelitian FIB UI, Dr.Bachtiar Alam 'Betapa besar rasa kemanusiaan bangsa Jepang setelah gempa dan tsunami, mereka tulus ikhlas saling mengobarkan semangat demi berlalunya perlahan-lahan duka ini.' Rangkaian acara berakhir jam 16.00 WIB yang ditutup dengan lagu Michael Jackson 'Heal The World'
[caption id="attachment_95034" align="aligncenter" width="300" caption="Mari tandatangan solidaritas kami"][/caption] Tidak begitu penting seberapa kecil atau besar sumbangan yang diberikan tapi memberikan dengan hati ikhlas dan tulus tiada tertandingi. Para peserta yang mengikuti solidaritas bencana Jepang baik dosen, dekan, mahasiswa maupun tamu undangan lain juga membubuhkan tandatangan dan pesan penuh makna di spanduk putih sebagai bukti solidaritas terhadap bencana Jepang. [caption id="attachment_95035" align="aligncenter" width="300" caption="Doa kami untukmu Jepang"]1300373750198873671[/caption] 日本ガンバレー!!!13003738891219851523
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H