[caption id="attachment_367534" align="aligncenter" width="640" caption="Wali Kota Osaki Jepang Higashi Yasuhiro (kiri) sedang melihat proses mencacah kompos. Kunjungan ke bank sampah SMP Negeri 2 Depok, Jawa Barat, Selasa (3/2) kemarin (Arsip Pribadi)"][/caption]
Higashi Yasuhiro memberikan pengarahan cara pengolahan sampah anorganik dan organik, khususnya botol kemasan, gelas plastik bekas minuman, dan pupuk kompos. Setumpuk botol kemasan dan gelas plastik bekas minuman terpapar di hadapannya. Penghuni tumpukan di sebelahnya berupa sampah sisa-sisa makanan dan dedaunan yang sudah menjelma menjadi kompos siap jadi.
Pengelolaan sampah menjadi fokus utama demi tercipta lingkungan yang ramah. Sampah-sampah bukan sekadar sampah—selesai dipakai dan dibuang tanpa keberlanjutan proses—melainkan sampah punya nilai tersendiri.
Bagi pemerintah setempat, komunitas sampai penggiat lingkungan berupaya mengelola dan mendaur-ulang sampah. Daur ulang dan pengelolaan sampah yang baik harus didukung teknik dan pengetahuan terkait iklim serta cuaca di lingkungan masing-masing.
Itulah pesan yang tertangkap dari perkataan Yasuhiro, Wali Kota Osaki Jepang saat meninjau bank sampah (trash bank) di SMP Negeri 2 Depok, Jawa Barat, Selasa (3/2) kemarin. Ia pun berbagi wawasan cara pengelolaan sampah yang ada di wilayahnya, Osaki, Jepang.
Tanggung jawab penyetor
Kota Osaki termasuk bagian Distrik Osaki, Prefektur Miyagi, Jepang yang berhasil meraih peringkat terbaik pengelolaan sampah di Jepang. Osaki menjadi salah satu kota di Jepang yang unggul pada pusat daur ulang sampah (recycle centre)berujung tercapainya nol limbah (zero waste) dari sampah-sampah yang dihasilkan.
Kunci sukses Osaki mencapai zero waste ternyata didukung partisipasi warga Osaki atas kebijakan peraturan Pemerintah Kota Osaki, terutama pemilahan sampah anorganik. Botol kemasan dan gelas plastik bekas minuman harus dicuci bersih sebelum dikirim ke bank sampah atau recycle centre.
Warga Osaki sebagai penyetor ikut bertanggungjawab atas sampah yang akan didaur ulang. Pemilahan sampah recycle centre di Osaki terbagi atas 28 jenis kategori. Bank sampah pun tersebar di tiap daerah.
Di bank sampah SMP Negeri 2 Depok, Yasuhiro memerhatikan tumpukan botol kemasan dan gelas plastik yang belum dicuci bersih. Merek kemasan dan penutup botol masih terpasang.
[caption id="attachment_367537" align="aligncenter" width="640" caption="Yasuhiro memerhatikan tumpukan botol kemasan dan gelas plastik bekas minuman yang belum dicuci bersih (Arsip Pribadi)"]
“Di wilayah kami (Osaki), botol kemasan dan gelas plastik sudah dicuci bersih oleh penyetor. Tidak ada proses panjang untuk mencuci kembali saat masuk ke bank sampah maupun recycle centre. Itu tanggung jawab penyetor. Ada peraturan yang melandasinya,” jelas Yasuhiro.
Salah satu teknisi lingkungan tim Osaki Jepang menambahkan penutup botol kemasan harus sudah dilepas sebelum masuk ke bank sampah. Hal tersebut akan memudahkan petugas bank sampah memproses ke tahap selanjutnya. Ia pun kagum melihat botol kemasan yang telah dicuci bersih.
[caption id="attachment_367540" align="aligncenter" width="640" caption="Teknisi lingkungan dari tim Osaki Jepang memerhatikan botol kemasan dan gelas plastik bekas minuman yang telah dicuci bersih (Arsip Pribadi)"]
[caption id="attachment_367542" align="aligncenter" width="640" caption="Teknisi lingkungan dari tim Osaki Jepang kagum dengan botol kemasan dan gelas plastik bekas minuman yang telah dicuci bersih (Arsip Pribadi)"]
Hasilkan kompos terbaik
Yasuhiro bersama tim menyaksikan langsung sisa-sisa makanan dan dedaunan dicacah oleh mesin pencacah. Hasil cacahan tersebut diproses menjadi pupuk kompos. Sebelum kompos siap jadi harus melewati proses pendiaman.
Kadar air dan penempatan kompos menjadi titik perbincangan. Melalui pengamatan, Yasuhiro dan tim melihat kadar air pada kompos terlampau tinggi. Proses pembuatan pupuk kompos harus memerhatikan tingkat kadar air.
[caption id="attachment_367543" align="aligncenter" width="640" caption="Yasuhiro melihat proses pembuatan kompos (Arsip Pribadi)"]
Jika kadar air berlebih, maka hasil akhirnya kurang maksimal. Penempatan kompos pun tidak terlihat penutupnya. Tempat bank sampah SMP Negeri 2 Depok memang terbuka. Hanya atap sebagai pelindung, sedangkan kiri-kanan tak bersekat.
Praktis, bila hujan tiba, air hujan bisa membasahi kompos yang belum jadi. Rembesan atau percikan air sedikit ikut memengaruhi keberhasilan kompos. Penempatan kompos seyogianya tidak dalam satu lokasi.
“Kadar air komposnya terlalu banyak. Ini tidak bagus. Selain itu, penempatan kompos dibagi dua secara terpisah. Proses pengadukan selama tiga hari, diaduk secara merata. Selanjutnya, didiamkan sampai keluar jamur dan serbuk putih. Itu tidak berbahaya. Waktu yang diperlukan hingga proses kompos siap jadi selama tiga bulan,” saran teknisi pengelolaan sampah tim Osaki Jepang.
[caption id="attachment_367545" align="aligncenter" width="640" caption="Berbincang terkait pengelolaan bank sampah (Arsip Pribadi)"]
Bangun pembelajaran
Tiga puluh menit lebih, sang Wali Kota Osaki Jepang beserta tim memantau pengelolaan sampah di bank sampah SMP Negeri 2 Depok. Ucapan terima kasih membanjiri, khususnya dari para siswa. Sebuah kesempatan langka bertemu teknisi lingkungan dari Jepang.
Di sela-sela peninjauan, Yasuhiro tak sungkan-sungkan berbincang dan menyapa beberapa siswa. Lelaki dengan rambut memutih itu pun salut atas kontribusi para siswa ikut mengelola bank sampah bersama guru-gurunya.
[caption id="attachment_367547" align="aligncenter" width="640" caption="Yasuhiro menyempatkan berbincang dengan beberapa siswa (Arsip Pribadi)"]
[caption id="attachment_367550" align="aligncenter" width="640" caption="Yasuhiro berada di tengah-tengah para siswa saat sesi foto bersama (Arsip Pribadi)"]
Arahan Yasuhiro dan tim di sekolah yang menyandang status Adiwiyata Nasional (sekolah peduli lingkungan) ini diharapkan bermanfaat bagi kemajuan proses pengelolaan sampah. Meskipun kunjungan singkat, tetap ada pembelajaran yang dipetik dan dibangun. Dari kota Osaki, Yasuhiro dan tim memberikan pembelajaran terbaik cara "berkawan" dengan sampah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H