Mohon tunggu...
Fitrie Handayani
Fitrie Handayani Mohon Tunggu... Dosen - dream big. universe conspires.

Random writings, random thoughts. Put them here for future use.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Curhat di Medsos, Efek Disinhibisi Online?

24 Februari 2022   22:59 Diperbarui: 24 Februari 2022   23:17 1293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
contoh curhat tentang kegalauan/mental health issue (sumber: Instagram @sunibcurhat) 

Sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari komunikasi dan interaksi dengan orang lain. Komunikasi dan interaksi diantara manusia ini membuat manusia dapat saling terhubung satu sama lain. Keterhubungan yang semakin intim biasanya ditandai dengan adanya keterbukaan/pengungkapan diri (self disclosure).

Pengungkapan diri atau yang sering disebut sebagai self-disclosure dapat diartikan sebagai suatu interaksi antara setidaknya dua individu di mana salah satu berniat untuk sengaja mengungkapkan sesuatu yang pribadi kepada orang lain (Catona & Green, 2016).  Pengungkapan sesuatu yang bersifat pribadi, dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan curahan hati (curhat). Curhat atau curahan hati merupakan saat di mana seseorang mencoba untuk menceritakan sesuatu kepada orang-orang yang dianggap dekat, dan biasanya yang diceritakan itu masalah personal (Widodo, 2020). 

Di masa pandemi yang berakibat pada perubahan pola komunikasi individu, dimana pembatasan sosial membuat kesempatan komunikasi tatap muka secara langsung menjadi terbatas, komunikasi yang dilakukan secara online menjadi opsi yang tidak terelakkan. Kekhawatiran akan keadaan yang tidak pasti tentang pandemi Covid-19, kesepian, kebingungan,  membuat individu memerlukan wadah untuk berbagi dan mencurahkan perasaan hati (curhat) dengan orang lain, yang kemudian terpaksa dilakukan dalam komunitas virtual.  

Bila pada komunitas di dunia nyata dibutuhkan pertemuan secara tatap muka untuk menjalin komunikasi, namun di komunitas virtual tidaklah diperlukan pertemuan secara tatap muka. Bahkan komunitas cenderung tidak perlu saling mengenal satu sama lain untuk tergabung dalam komunitas (Jasmadi, 2008).  Hal ini menurut Benigner (1993) disebut juga dengan pseudo-community atau komunitas semu (Putri, 2016). Apalagi  dalam komunitas virtual, identitas seringkali tidak asli atau tidak diungkapkan.

Perkembangan komunitas virtual kini semakin pesat dengan difasilitasi oleh media sosial. Akses media sosial yang mudah dan dalam genggaman tangan memudahkan remaja untuk meluapkan segala emosi dan curahan hatinya melalui media sosial (Eprinita, 2020). 

Curhat bisa meliputi berbagai topik. Masalah percintaan merupakan masalah umum yang paling umum menjadi topik curhat di kalangan anak muda. Namun biasanya, masalah percintaan ini yang termasuk pada ranah pribadi, hanya dibagikan ke orang-orang terdekat. Pengungkapan curahan hati tentang percintaan ini di media sosial dalam suatu komunitas virtual merupakan fenomena yang relatif baru. Para anggota komunitas virtual ini umumnya tidak saling mengenal dengan baik, bahkan identitas nya juga boleh jadi palsu. Mengapa mereka memutuskan untuk curhat secara online melalu komunitas semu?

contoh curhat tentang kegalauan/mental health issue (sumber: Instagram @sunibcurhat) 
contoh curhat tentang kegalauan/mental health issue (sumber: Instagram @sunibcurhat) 

Pengungkapan diri (Self-disclosure) yang terjadi dalam interaksi sejatinya memerlukan aspek-aspek amount, valence, accuracy/honesty, intention dan intimacy. Namun dalam interaksi dalam komunitas virtual, aspek-aspek tersebut tidak terpenuhi. Secara amount, frekuensi dan durasi antar individu untuk saling berinteraksi dan terbuka relative singkat dan terbatas, accuracy/honesty dimana individu mengungkapkan dirinya secara jujur tidak terjadi karena unsur anonimitas dalam wadah/komunitas tersebut. Sehingga fenomena yang terjadi lebih tepat untuk dikategorikan sebagai efek disinhibisi online. ,

Efek disinhibisi online lebih banyak dibahas dalam konteks terjadinya pelecehan, perudungan, hate speech serta perbuatan menyenangkan yang terjadi pada ranah online. Perasaan terbebas dari tanggung jawab/resiko atas perilaku karena tidak adanya informasi atas identitas pengguna (anonimitas) menjadikan netijen seperti memiliki kekebalan untuk dapat melakukan hal yang tidak dapat mereka lakukan di dunia nyata.  Namun efek ini ternyata tidak hanya memfasilitasi ‘niat jelek’ individu-individu yang bersembunyi dibalik anonimitas, namun juga dapat membantu individu-individu yang memerlukan ‘teman curhat’, tanpa perlu merasa malu atau dihakimi. 

Referensi: 

Catona, D. &. (2016). Self-Disclosure . Dalam C. R. Roloff (Penyunt.), The International Encyclopedia of Interpersonal Communication (First Edition ed.). John Wiley & Sons, Inc.

Putri, Dhita Widya. (2016). The Virtual Community: Interaktivitas pada Komunikasi Peer-to-Peer di Balik Jaringan Protokol Berbagi Berkas BitTorrent. Communicare. Journal of Communication Studies Vol. 3 No. 2, Juli - Desember

Widodo, Sugeng et al. (2020). Rendahnya Intensi Anak Untuk Curhat Kepada Orang Tua Pada Siswa. Jurnal Abdimas Tri Dharma Manajemen, [S.l.], v. 1, n. 2, p. 67-74. Banten.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun