Banyak desa-desa di NTT yang baru merintis dalam menjalankan BUMDes. Tentunya berbagai kesulitan mereka temui seperti dalam memetakan potensinya, menentukan unit usahanya, dll. Maka dengan kehadiran BUMDes HUB sebagai badan fasilitator dan pendampingan, BUMDes di desa-desa tidak akan merasa berjalan dan menemui kesulitan sendirian.
Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa pertemuan antara BUMDes di desa-desa dan BUMDes HUB adalah pertemuan arus dari dua aras yang berbeda. Disatu sisi, BUMDes sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat desa bergerak secara bottom up bekerja menyesuaikan kebutuhan, permasalahan dan potensi desa yang dimusyawarahkan dalam internal desa. Sementara, BUMDes HUB adalah kepanjangan tangan dari Pemprov yang bergerak secara top down.
Dengan demikian, skenario yang matang perlu disiapkan dalam mengaplikasikan kinerja BUMDes HUB. Dengan memastikan bahwa pemerintah tetap menduduki posisinya sebagai fasilitator dan regulator, dan tetap memberikan ruang partisipasi masyarakat sebagai aktor utama pembangunan.
Sementara itu, Drs. Sinun P. Manuk menambahkan bahwa BUMDes HUB dilihat sebagai salah satu terobosan dalam program pendampingan BUMDes di desa-desa supaya dana desa dapat dikelola semaksimal dan seoptimal mungkin dalam membangun desa dan mensukseskan Pariwisata Estate. Terdapat ketidakseimbangan melihat tingginya angka kemiskinan di NTT dengan besarnya anggaran pembangunan yang masuk ke provinsi ini.
Oleh karena itu, penggunaan dana desa perlu mendapat dukungan dari banyak pihak dan aksi kolaboraktif diperlukan dalam mendukung keberhasilan BUMDes di desa-desa.
Dalam rangka mengejawantahkan Pariwisata Estate yang mampu mensejahterakan dan meningkatkan harkat martabat masyarakat NTT, BUMDes adalah solusi paling tepat dalam memberikan ruang masyarakat untuk berperan dan terlibat aktif dalam pengelolaan destinasi Pariwisata Estate.
BUMDes adalah jawaban bagaimana membumikan konsep Pariwisata Estate di tengah-tengah masyarakat NTT. Inisiatif baik dari Pemprov ini jika benar-benar direalisasikan akan menjadi langkah good governance dalam mengaplikasikan pembangunan pariwisata melalui pariwisata ekonomi kerakyatan. Khususnya, ketika tantangan pembangunan pariwisata di NTT adalah mengentaskan permasalahan kemiskinan.
Jika pariwisata dilihat sebagai nilai ekonomi maka perlu dilihat sejauh mana nilainya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat NTT. Pariwisata adalah hulu dan hilirnya adalah pemberdayaan masyarakat. Membangun destinasi pariwisata bukanlah tujuan, melainkan sebagai alat dalam memberdayakan masyarakat dan membuka ruang partisipasi bagi mereka dalam mengisi pembangunan. Semoga, Pariwisata Estate kedepannya mampu menjawab tantangan-tantangan itu. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H