Dunia pariwisata Indonesia telah menjadi salah satu sektor ekonomi terbesar dan tercepat pertumbuhannya. Bahkan Presiden Joko Widodo menetapkan pariwisata sebagai sektor unggulan pembangunan nasional. Setiap tahun, performa pariwisata Indonesia menanjak di saat beberapa komoditas lain, seperti minyak, gas, batu bara, serta kelapa sawit terus merosot.Â
Bukan tidak mungkin, pariwisata akan menjadi core economy negara ini ke depan. Meskipun begitu, pariwisata sebagai prime mover ekonomi yang digaungkan oleh pemerintah provinsi NTT justru masih diragukan oleh banyak masyarakatnya, barangkali Anda salah satunya. Oleh karena itu, tulisan ini dibuat sebagai bentuk dukungan dan mengaminkan bahwa pariwisata adalah masa depan NTT.
Sebagai salah satu sektor ekonomi, pariwisata mampu menggerakkan perekonomian baik pada level makro hingga mikro. Industri pariwisata mampu memberikan sumbangan terhadap penerimaan devisa. Sektor pariwisata juga memberikan kontribusi terhadap pendapatan yang diterima oleh pemerintah melalui pajak dan retribusi.
Pengembangan pariwisata juga memberikan manfaat pada terciptanya lapangan kerja. Industri ini bahkan termasuk kategori sektor padat karya yang dapat menyerap tenaga kerja dari semua level kompetensi, baik dari level eksekutif hingga tenaga kurang terampil. Melalui UMKM pariwisata juga membuka banyak peluang dan ruang bagi perempuan dan anak muda. Selain itu, pariwisata mampu mentransformasikan daerah-daerah yang kurang berkembang menjadi pusat pertumbuhan (growth center) yang mampu menarik investor, baik yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan pariwisata.
Hal yang paling penting, dan yang harus diperhatikan, dari pengembangan pariwisata adalah kontribusinya dalam menyumbang pendapatan masyarakat dari pengeluaran wisatawan. Pariwisata mampu menghadirkan belanja wisatawan yang langsung diterima oleh masyarakat lokal. Dengan demikian, ketika melihat potensi pariwisata NTT yang banyak tersebar hingga ke pelosok-pelosok desa, maka pariwisata dipastikan dapat menjadi alat pemerataan ekonomi paling ampuh yang mampu menyentuh hingga ke level bawah masyarakat.
Lebih lanjut lagi, untuk menjelaskan pariwisata sebagai alat pemerataan dapat digambarkan dari tiga tipe. Pertama, Pemerataan Struktural yang terlihat pada pihak-pihak yang menerima pengeluaran wisatawan, yakni para pemilik hotel, taman-taman rekreasi dan kawasan wisata, para supplier dan retailer, toko cinderamata, pengrajin, seniman, dan sebagainya. Kedua, Pemerataan Sektoral yang tercermin pada kemampuan sektor pariwisata dalam menarik sektor lainnya, seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, perindustrian, jasa-jasa transportasi, telekomunikasi, perbankan, dan asuransi.
Ketiga, Pemerataan Spasial yang tergambar pada persebaran daya tarik dan kawasan wisata di seluruh penjuru (perkotaan, pedesaan, darat, laut, pulau besar, dan pulau kecil). Dari gambaran pemerataan tersebut, sektor pariwisata diyakini mampu mendorong penyebaran growth, menciptakan efek multiplier dan rantai nilai yang cukup panjang. Oleh sebab itu, tidak salah jika Pemerintah NTT saat ini mengarahkan pariwisata sebagai penggerak ekonomi utama mengingat sebaran potensi wisata yang hampir menyeluruh di setiap daerah.
Meskipun demikian, pariwisata yang telah ditunjuk sebagai top priority tidak bisa dilepaslandaskan begitu saja. Pada implementasinya, pengembangan pariwisata perlu dipastikan menggunakan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan bertumpu pada rakyat. Oleh karena itu, praktek pembangunan pariwisata harus dipastikan tetap konsisten pada Visi-Misi Pembangunan NTT yang telah dirancang apik untuk lima tahun kedepan.
Tetap Inklusif dan Berkelanjutan
Seperti diketahui, Gubernur VBL dan wakil JNS mengusung visi NTT BANGKIT NTT SEJAHTERA yang mengisyarakatkan bahwa kini telah tiba saatnya masyarakat NTT harus sadar dan bangkit dari segala kertinggalan untuk meraih kesejahteraan. Pembangunan pariwisata kemudian dibidik menjadi salah satu misi untuk mewujudkan pemberdayaan ekonomi kerakyatan dalam upaya meninggalkan kondisi ketertinggalan.Â
Pembangunan pariwisata menjadi strategi optimalisasi pemanfaatan sumber daya pariwisata yang diharapkan mampu membangun NTT sebagai salah satu gerbang dan pusat pariwisata nasional (New Tourism Territory), serta menjadikan sektor pariwisata sebagai motor penggerak dan lokomotif ekonomi NTT secara inklusif dan berkelanjutan.
Dalam upaya mewujudkan pariwisata NTT yang lebih berdaya saing, sangat penting bagi pemerintah untuk konsisten pada pembangunan pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan. Jangan sampai strategi-strategi yang dicanangkan hanya untuk membangun image baik pariwisata di mata turis semata, tetapi mengabaikan citra pariwisata dimata masyarakat. Jangan sampai pembangunan pariwisata hanya ditujukan untuk menjawab ekspektasi dan imajinasi wisatawan semata, tetapi tidak menjawab ekspektasi dan harapan masyarakat.
Jangan sampai terjadi Greedy Tourism yaitu pola wisata yang bersifat keserakahan yang justru menyebabkan timbulnya banyak persoalan seperti ketidakseimbangan sosial, kemiskinan dan rusaknya sumber daya alam.
Greedy Tourism biasanya diwakili oleh bentuk pariwisata massal. Perlu diketahui bahwa pariwisata massal tidak selalu identik dengan aktivitas wisata yang masal, namun juga terkait dengan pembangunan pariwisata yang massive yang mengabaikan daya dukung lingkungan dan sosial. Intinya, jangan sampai setiap kebijakan pariwisata yang dibuat hanya berorientasi pada kepuasan wisatawan dan mengabaikan hak-hak dan kebutuhan masyarakat lokal.
Jangan sampai keyakinan terhadap pariwisata sebagai mimpi pembangunan dan harapan mengakhiri ketertinggalan justru menjadi persoalan ketika memperlihatkan realitas yang berbeda. Pariwisata yang secara luas diyakini memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal jangan sampai hanya menguntungkan industri pariwisata semata.
Jika pariwisata dianggap mampu menjadi lokomotif yang menarik NTT keluar dari permasalahan kemiskinan, maka perlu dilihat sejauh mana perkembangan pariwisata dalam memberikan keuntungan bagi masyarakat lokal baik secara ekonomi ataupun pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas hidup. Hal ini sesuai dengan perubahan paradigma pembangunan dari upaya mengejar pertumbuhan (growth) ke arah pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Jika pariwisata dilihat sebagai sektor unggulan yang diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan di NTT, maka target pencapaian tentunya tidak sebatas pada banyaknya tingkat kunjungan wisatawan dan tingginya PAD yang diterima. Ukuran keberhasilan yang harus dilihat adalah seberapa tinggi tingkat keterlibatan dan kesejahteraan masyarakat lokal dalam pembangunan pariwisata, seberapa banyak peluang ekonomi bagi masyarakat lokal dari hadirnya pariwisata.
Akhirnya, tulisan ini menyisakan pertanyaan tentang apa indikator keberhasilan dari pembangunan pariwisata NTT kedepan? Apakah tingginya PAD? Apakah tingginya tingkat kunjungan? Apakah tumbuhnya kewirausahan lokal? Apakah berkembangnya pariwisata berbasis komunitas?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H