Mohon tunggu...
dafit
dafit Mohon Tunggu... Freelancer - manusia

Hutan, gunung, sawah, lautan

Selanjutnya

Tutup

Love

Apa yang Neurosains Katakan tentang Perasaan Cinta?

3 November 2023   23:14 Diperbarui: 3 November 2023   23:45 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cinta adalah salah satu perasaan paling kompleks dan mendalam yang dapat dirasakan oleh manusia. Selama berabad-abad, para penyair, penulis, dan filosof telah mencoba merumuskan makna dan esensi cinta. Namun, dewasa ini, kita dapat memahami cinta dari sudut pandang yang lebih ilmiah, yaitu melalui kajian neurosains.

Neurosains adalah bidang ilmu yang memeriksa bagaimana otak manusia berperan dalam menghasilkan perasaan dan emosi. Melalui penelitian ini, kita dapat mengungkap beberapa hal menarik tentang perasaan cinta. Salah satu temuan utama adalah bahwa cinta sejati sebagian besar dipengaruhi oleh berbagai zat kimia di otak.

Salah satu zat kimia utama yang terkait dengan cinta adalah dopamin. Dopamin adalah neurotransmitter yang merangsang perasaan senang dan pahala. Ketika seseorang jatuh cinta, otak mereka melepaskan sejumlah besar dopamin, yang membuat mereka merasa bahagia, bersemangat, dan euforik. Inilah yang sering kita rasakan sebagai "gelembung cinta."

Selain dopamin, serotonin juga memainkan peran penting dalam cinta. Serotonin adalah neurotransmitter yang terkait dengan perasaan stabilitas dan kesejahteraan. Saat seseorang jatuh cinta, kadar serotonin mereka cenderung menurun, yang dapat menghasilkan perasaan gelisah dan terobsesi dengan orang yang dicintai. Inilah mengapa orang dalam cinta sering kali mengalami ketidakpastian dan kecemasan.

Oksitosin dan vasopresin adalah dua hormon lain yang berperan dalam membentuk ikatan romantis. Oksitosin sering disebut "hormon cinta" atau "hormon pelukan" karena dilepaskan saat kita berpelukan, berpegangan tangan, atau melakukan kontak fisik dengan pasangan. Hormon ini membantu menguatkan ikatan antara dua orang yang saling mencintai. Vasopresin, di sisi lain, terkait dengan loyalitas dalam hubungan dan melibatkan perasaan perlindungan terhadap pasangan.

Namun, cinta juga dapat menghasilkan perasaan negatif. Misalnya, ketika seseorang kehilangan cinta mereka atau mengalami patah hati, otak mereka merespons dengan merosotnya kadar dopamin dan oksitosin, yang dapat mengakibatkan depresi dan kecemasan.

Penelitian neurosains telah membantu kita memahami bahwa cinta adalah bukan hanya perasaan subjektif, tetapi juga fenomena yang dapat dijelaskan secara ilmiah. Hal ini tidak mengurangi romantisme cinta; sebaliknya, pengetahuan tentang bagaimana otak kita terlibat dalam cinta dapat membantu kita lebih memahami diri sendiri dan hubungan kita. Ini juga membuka pintu bagi pengembangan terapi dan pendekatan ilmiah untuk mengelola masalah dalam hubungan cinta.

Dengan memahami dasar neurosains dari cinta, kita dapat menghargai lebih dalam apa yang kita rasakan dan mengapa kita merasa demikian terhadap seseorang. Meskipun cinta adalah pengalaman manusia yang sangat mendalam dan rumit, kita sekarang dapat memahaminya dengan sudut pandang yang lebih ilmiah dan berharga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun