Museum Tsunami Aceh dibangun sebagai monumen peristiwa gempa dan tsunami yang melanda Tanah Rencong pada 26 Desember 2004. Museum yang dirancang oleh Ridwan Kamil ini mulai dibangun tahun 2007 dan diresmikan pada 23 Februari 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mulai 8 Mei 2011, museum dibuka untuk umum.Â
Museum Bangunan museum ini memiliki desain yang bernama Rumoh Aceh as Escape Hill. Hal ini terinspirasi dari rumah tradisional Aceh yaitu Rumoh Aceh yang berbentuk rumah panggung. Selain sebagai simbol, Museum Tsunami Aceh sebagai pusat edukasi dan tempat penyelamatan darurat seandainya gempa dan tsunami kembali terjadi.
Museum Tsunami Aceh terdiri dari empat lantai. Di lantai satu terdapat beberapa ruangan untuk mengenang peristiwa sebelum, saat, dan setelah gempa dan tsunami. Ruangan itu bernama Lorong Tsunami (Space of Tear), Ruang Kenangan (Space of Memory), Ruang Sumur Doa (Space of Sorrow), Lorong Cerobong (Space of Confuse), dan Jembatan Harapan (Space of Hope).Â
Saat masuk pengunjung akan melewati Lorong Tsunami yang panjangnya 30 meter. Pengunjung akan mendengar suara ayat suci Al Quran, aliran air, dan tangisan serta melihat sedikit cahaya. Suasana lorong ini remang dan ada bagian yang sempit. Hal ini menggambarkan rasa takut dan cemas. Pengunjung seperti diajak merasakan suasana peristiwa pada saat itu.
Setelah melewati lorong, pengunjung memasuki Ruang Kenangan. Terdapat gambar dan foto digital korban dan lokasi terjadinya gempa dan tsunami. Selanjutnya pengunjung memasuki Ruang Sumur Doa. Ruang ini berbentuk silinder dengan tinggi 30 meter. Ribuan nama korban gempa dan tsunami tercantum di dinding. Di ruangan ini pengunjung dapat mendoakan dan mengingat para korban.Â
Pada bagian atas terdapat cerobong degan kaligrafi lafaz Allah. Kemudian pengunjung akan melewati Lorong Cerobong dengan lantai yang berliku-liku dan tidak rata. Setelah melewati Lorong Cerobong pengunjung akan sampai di Jembatan Harapan. Terdapat 54 bendera negara yang turut membantu setelah gempa dan tsunami. Di setiap bendera tertulis kata damai dengan bahasa dari negara yang berperan sebagai simbol perdamaian.
Di lantai dua pengunjung akan memasuki ruang pameran temporer untuk melihat foto dan lukisan peristiwa tsunami. Pengunjung juga dapat membaca kisah-kisah dibalik peristiwa tsunami. Selanjutnya ada ruang pameran tsunami yang berisi diorama keadaan Aceh sebelum dan setelah terjadinya gempa dan tsunami, diorama saat peristiwa tsunami, diorama kapal PLTD Apung dan juga diorama lain.Â
Terdapat benda-benda sumbangan dari korban tsunami sebagai saksi bisu seperti Al Quran, sepeda, dan juga perabotan rumah tangga. Untuk mengingat kembali peristiwa gempa dan tsunami, pengunjung dapat menonton film pendek di ruang audiovisual.