Mohon tunggu...
fitri astuti
fitri astuti Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Meneropong Desa Pendowo RT 88, Pendowoharjo, Sewon, Bantul dengan Mengaitkan Teori Multikulturalisme Oleh Parekh

20 Juni 2015   07:46 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:43 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Desa Pendowo terletak di Kelurahan Pendowoharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul. Mata pencaharian masyarakat Pendowo yaitu ada yang sebagai karyawan swasta, ada yang sebagai tentara, ada yang sebagai pengrajin bambu yang di anyaman dan pada akhirnya menjadi sebuah kreneng (bahasa jawa) yang dapat digunakan untuk membungkus buah atau keramik.

Pembagian Wilayah di desa Pendowo dibagi menjadi 2 wilayah, yaitu: Pendowo Kulon dan Pendowo Lor. Pendowo Lor dibagi menjadi 6 RT,yaitu:

  1. 87 dijabat oleh Bapak Sunardi
  2. 88 dijabat oleh Bapak Abdul Roim
  3. 89 dijabat oleh Bapak Ponijo
  4. 90 dijabat oleh Bapak Sigit Puryadi
  5. 91 dijabat oleh Bapak Kuat
  6. 92 dijabat oleh Bapak Hermawan.

Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.Multikulturalisme berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan konsepnya dibatasi dengan muatan nilai atau memiliki kepentingan tertentu.

Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut. Berbagai macam pengertian dan kecenderungan perkembangan konsep serta praktik multikulturalisme yang diungkapkan oleh para ahli, membuat seorang tokoh bernama Parekh (1997:183-185) membedakan lima macam multikulturalisme :

  1. Multikulturalisme  Isolasionis

Isolasionis mengacu kepada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi satu sama lain. Contoh kelompok ini adalah seperti masyarakat yang ada pada sistem “millet” di Turki Usmani atau masyarakat Amish di USA. Kelompok ini menerima keragaman, tetapi pada saat yang sama berusaha mempertahankan budaya mereka secara terpisah dari masyarakat lain umumnya.

  1. Multikulturalisme Akomodatif

Yakni masyarakat plural yang memiliki kultur atau budaya dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultural kaum minoritas. Masyarakat kaum multikultural akmodatif merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kutural dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan mereka; sebaliknya kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Tipe masyarakat multikulturalisme akomodatif ini dapat ditemukan di Inggris, Prancis, dan beberapa negara eropa lainnya.

  1. Multikulturalisme Otonomis

Yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompk kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Fokus pokok kelompok ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok kultural dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok dapat eksis sebagai mitra yang sejajar. Contoh masyarakat jenis ini di antaranya ialah kelompok Quebecois di Kanada, dan kelompok-kelompok muslim imigran di Eropa yang menuntut untuk dapat menerapkan syari’ah, mendidik anak-anak mereka pada sekolah Islam, dan sebagainya.

  1. Multikulturalisme Kritikal

Kritikal atau interaktif yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu fokus dengan kehidupan kultural otonom, tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif mereka. Contoh jenis multikulturalisme ini ialah perjuangan masyarakat kulit hitam di Amerika Serikat, Inggris, dan negara eropa lainnya.

Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.

  1. Multikulturalisme Kosmopolitan

Multikulturalisme kosmopolitan yakni dimana masyarakat plural berusaha menghapuskan batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat dimana setiap individu tidak lagi terkait pada budaya tertentu, dan sebaliknya secara bebas terlibat dalam eksperimen-eksperimen interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing. Sebagian besar pendukung multikulturalisme jenis ini ialah kelompok liberal yang memiliki kecenderungan postmodern, memandang seluruh budaya sebagai resources yang dapat mereka pilih dan ambil secara bebas. Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.

Masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang komponennya menggambarkan lebih dari satu unsur, kultur-sub kultur, budaya, keyakinan, system keyakinan, agama ,suku bangsa dan lain-lain. Jadi masyarakat multikulturalisme merupakan konsep pengelolaan masyarakat yang secara cultural majemuk, sekecil apapun tingkat dan lingkup kemajemukan budaya tersebut dengan memberikan pengakuan (rekognisi) atas eksistensi komponen kemajemukan tersebut. Pengakuan tersebut dalam fenomena kontemporer merupakan tuntutan (demand). Oleh karenanya ketiadaan pengakuan, yang berarti nihilnya pemenuhan tuntutan, sangat potensial terhadap munculnya berbagai konflik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun