Mohon tunggu...
Fitria Shinta Harsini
Fitria Shinta Harsini Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya seorang guru SD yang memiliki hobi menulis. Tulisan sesuai dengan dunia kerja saya sehari-hari sebagai pendidik.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penerapan Budaya Positif di Sekolah

9 Juni 2024   06:22 Diperbarui: 9 Juni 2024   06:28 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PENGIMBASAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH

Pembelajaran akhir di Modul 1.4 mengharapkan Calon Guru Penggerak untuk melakukan praktik Aksi Nyata melalui  diseminasi atau pengimbasan materi kepada Kepala Sekolah serta rekan sejawat di sekolah masing-masing. Diseminasi ini sebagai ruang berbagi ilmu dan informasi antar guru. 

Semua guru berusaha berkolaborasi dengan baik tentang pengalaman yang sudah dilakukan atau belum dilakukan demi terwujudnya budaya positif di sekolah. Harapan saya sebagai Calon Guru Penggerak,  Diseminasi yang saya lakukan kepada rekan sejawat dapat bermanfaat untuk mereka dalam mengimplementasikan budaya positif di lingkungan sekolah.

Saya bersama teman-teman ingin bersama, saling bersinergi dalam kolaborasi yang kuat untuk menciptakan budaya positif baik di kelas maupun sekolah. Waktu pengimbasan yang saya lakukan yaitu sekitar 100 menit. 

Saya maksimalkan waktu dengan materi yang padat agar tersampaikan semua. Kami belajar bersama dengan harapan berdampak lebih luas yaitu dapat dilakukan oleh semua guru dan dirasakan oleh semua murid hasil pengimbasannya.

            Kegiatan pengimbasan ini meliputi seluruh Modul 1.4 Budaya Positif pada LMS Guru Penggerak A-10/101 di antaranya adalah:

  • Perubahan Paradigma Pembelajaran
  • Disiplin Positif dan Nilai Kebajikan Universal
  • Teori Motivasi, Hukuman, Penghargaan, dan Restitusi
  • Kebutuhan dasar Manusia
  • Keyakinan kelas
  • Posisi Kontrol guru
  • Segitiga Restitusi

Secara garis besar saya menyampaikan hal-hal berikut pada saat Diseminasi berlangsung:

1. Perubahan Paradigma Pembelajaran

Sebagai pendidik kita diharapkan dapat bertransformasi dalam dunia pendidikan. Kebiasaan kita dalam kegiatan menerapkan stimulus respon karena  motivasi eksternal peserta didik, sebaiknya  dapat kita rubah dengan teori kontrol. Dimana teori kontrol menginginkan kita sebagai pendidik untuk membangkitkan perilaku diri yang positif pada anak didik. 

Berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan untuk murid yang awalnya murid melakukan suatu hal karena stimulus tertentu sebaiknya berubah berdasarkan  atas kesadaran sendiri karena kontrol diri yang baik.

2.  Displin Positif dan Nilai Kebajikan

Displin di lingkungan sekolah sangat penting diciptakan. Disiplin diidentikkan dengan makna sikap  mematuhi aturan yang ditetapkan. Disiplin dalam pemikiran sebagian orang dapat tumbuh dengan stimulus tertentu. 

Penerapan disiplin sesungguhnya hendaknya dapat mengubah pola pemikiran lama. Bahwa disiplin dapat terwujud karena adanya motivasi eksternal. Di dalam diri peserta didik belum tumbuh motivasi intrinsik. 

Kontrol diri belum dimiliki oleh peserta didik. Bukan tidak bisa diterapkan namun perlu proses yang kontinu dan konsisten dalam implementasinya. Semua pihak di sekolah harus meletakkan kekuatan kolaborasi sebagai aset terkuat di lingkungan sekolah. Intinya disiplin positif tumbuh dari munculnya motivasi  dengan kontrol diri yang kuat. 

Peserta didik mempercayai nilai-nilai kebajikan yang akan membantu mereka untuk menerapkan perilaku baik. Sebagai pendidik kita menuntun mereka agar dapat berproses dalam menumbuhkan motivasi intrinsik dengan kontrol diri yang baik.

3. Teori Motivasi, Hukuman, Penghargaan, dan Restitusi

Teori motivasi perilaku Gossen (2004) yang kita kenal terdiri dari tiga macam

  • Melakukan sesuatu karena adanya hukumanatau ketidaknyamanan

Hukuman ini tumbuh dari motivasi eksternal, belum ada kontrol dalam diri peserta didik. Biasanya mereka akan mau melakukan sesuatu karena takut dihukum atau merasakan ketidaknyamanan.

  • Melakukan sesuatu untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan

Penghargaan atau imbalan juga merupakan jenis motivasi eksternal. Peserta didik akan melakukan sesuatu jika mereka mendapatkan penghargaan atau imbalan tertentu. Penghargaan bisa berupa pujian atau hadiah. Di sini terlihat bahwa peserta didik juga belum memiliki kontrol diri yang baik. Mereka melakukan demi stimulus tertentu yang diberikan oleh seseorang.

  • Ingin menjadi orang yang mereka inginkan yang dapat menghargai diri sendiri dan orang lain dengan nilai-nilai kebajikan yang mereka percaya

Implementasinya yaitu dengan langkah Restitusi. Restitusi yang kita kenal dalam kegiatan di sekolah merupakan kondisi untuk memulihkan keadaan siswa dengan menjadi pribadi yang mampu menyadari pentingnya menerapkan nilai-nilai kebajikan yang mereka percaya. 

Mereka belajar memahami bahwa suatu kesalahan yang mereka lakukan akan berdampak buruk atau merugikan orang lain. Mereka mulai mampu menyebutkan keinginan mereka untuk menjadi orang dengan pribadi yang berperilaku baik sesuai dengan nilai kebajikan yang mereka percaya

 

4. Kebutuhan Dasar Manusia

Ada lima Kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh manusia, yakni kebutuhan untuk bertahan hidup (Survival), Cinta dan Kasih Sayang (Love and Belonging), Kesenangan (Fun), Kebebasan (Freedom), Kekuasaan (Power). Kebutuhan akan bertahan hidup misalnya jika seseorang merasakan lapar, membutuhkan tempat tinggal, membutuhkan pekerjaan demi mendapatkan penghasilan. 

Kebutuhan cinta dan kasih sayang ditunjukkan ketika ingin merasa diperhatikan orang lain, ingin mendapatkan sesuatu yang bernilai dari seseorang baik berupa sanjungan maupun pujian. Intinya mereka ingin disukai oleh orang lain. Kebutuhan Kesenangan ketika ia ingin bersenang-senang, bermain, tertawa bahagia.

 Kebutuhan Kebebasan ketika sesorang tidak ingin di kekang, ingin merasakan kebebasan untuk melakukan sesuatu yang dia inginkan. Kebutuhan Penguasaan terlihat ketika seseorang ingin terlihat hebat di mata orang lain, terlihat paling berkualitas, terlihat keren di depan banyak orang. 

5. Keyakinan Kelas

Keyakinan kelas diharapkan dapat menggiatkan nilai-nilai kebajikan universal yang dipercaya oleh peserta didik. Keyakinan kelas untuk merubah kalimat negatif menjadi kalimat positif yang diyakini oleh peserta didik sebagai kalimat yang baik sesuai dengan apa yang mereka percaya dan inginkan. 

Keyakinan kelas dapat dilakukan melalui kegiatan menyanyakan anak-anak tentang kondisi kelas mereka sebelumnya, menanyakan apa makna dari peraturan atau tata tertib yang mereka kenal, menanyakan kelas impian mereka seperti apa, menjelasakan tentang perbedaan keyakinan kelas dan peraturan kelas atau sekolah, meminta peserta didik menuliskan kalimat positif sebagai yang akan dijadikan sebagai keyakinan kelas, seluruh peserta didik dan guru bersama-sama merumuskan kalimat yang mereka buat melalui kesepakatan kelas dan akan dijadikan sebagai keyakinan kelas.   

Setelah selesai poin keyakinan kelas selesai, maka langkah terakhir adalah membuatnya dalam sebuah poster keyakinan kelas  yang akan di pajang di kelas.

6. Posisi Kontrol Guru

Posisi kontrol guru ada lima, yakni sebagai penghukum, sebagai pembuat merasa bersalah, teman, pemantau, dan manajer. Pertama adalah posisi penghukum, di mana guru  akan melakukan tindakan yang membuat peserta didik merasa tidak nyaman dan berdampak pada psikologis anak. 

Jelas disini identitas anak adalah gagal, berdampak anak merasa tidak berguna dan menganggap dirinya buruk.  Posisi pembuat merasa bersalah terlihat suara guru yang cenderung seolah-olah ingin dikasihani oleh peserta didik dan tersirat memendam rasa kecewa yang mendalam. 

Posisi teman terlihat dari guru yang sering membuat alasan-alasan untuk muridnya. Murid merasa bahwa guru adalah temannya,sehingga anak merasa bergantung. Anak menjadi tidak mandiri. Posisi pemantau meletakkan peraturan sebagi hal uatama, ia melihat dengan detil apa yang dilakukan peserta didik sesuai dengan peratutan yang telah ditetapkan. Murid akan menyesuaikan kondisi jika ia merasa dalam pengawasan guru.

Terakhir adalah posisi kontrol manajer, di mana guru akan berusaha menyelesaikan masalah dengan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik untuk peserta didik dapat menyadari kesalahan serta menentukan solusi dari permasalahan yang dialamai. Mereka memahami keyakinan dari nilai kebajikan yang mereka percaya. 

7. Segitiga Restitusi

Restitusi itu membuat siswa untuk dapat melihat dirinya seperti apa. Bersifat menguatkan, berfokus pada karakter bukan tindakan. Restitusi mengajarkan anak dapat mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi. Peserta didik juga belajar menyadari kesalahan yang telah dilakukan. 

Langkah disiplin positif disini meliputi tiga langkah, yaitu menstabilkan identitas, memvalidasi tindakan yang salah, serta menanyakan keyakinan. Menstabilkan identitas merupakan langkah untuk menstabilkan kondisi siswa dari identitas gagal. Memvalidasi tindakan yang salah dimaksudkan untuk menggali tindakan yang salah yang dilakukan oleh murid. 

Selanjutnya tahap teakhir adalah menanyakan keyakinan. Langkah ini dimaksudkan agar peserta didik mengingat kembali nilai-nilai kebajikan yang telah disepakati oleh murid saat membuat keyakinan kelas. Peserta didik dapat menemukan solusi dari permasalahan yang telah dialami.

Adapun contoh penerapan Segitiga Restitusi dapat di simak pada tayangan Diseminasi Budaya Positif yang saya lakukan di sekolah SD Negeri Sukapura 04 Pagi di Link Youtube


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun