Pada dasarnya ada dua metodologi untuk memanfaatkan energi pasang surut menjadi energi listrik, yaitu: Dam Pasang Surut (Barrage Tidal System) dan Turbin Lepas Pantai (Offshore Turbines). Dam Pasang Surut (Barrage Tidal System) merupakan teknologi pasang surut yang diterapkan dengan membangun dam. Metode ini merupakan salah satu teknologi terlama yang telah digunakan.Â
Ekstrasi energi pasang surutnya didapat dari perbedaan ketinggian antara air di dalam dam dan di luar dam (laut). Pada umumnya, ukuran dam yang dibangun untuk memanfaatkan siklus pasang surut jauh lebih besar daripada dam air sungai. Dam ini biasanya dibuat di muara sungai yang terjadi pertemuan antara air sungai dengan air laut.Â
Saat laut pasang, air mengalir memasuki dam sampai kondisi tertentu lalu air tersebut ditahan. Kemudian, saat laut sudah surut air dialirkan kembali ke laut melewati turbin air dan didapatkan energi listrik yang diinginkan.Â
Sedangkan untuk Turbin Lepas Pantai (Offshore Turbines) lebih menyerupai pembangkit listrik tenaga angin versi bawah laut. Keunggulan dari metode turbin lepas pantai adalah lebih murah biaya instalasinya, dampak lingkungan relatif lebih sedikit daripada metode dam, dan persyaratan lokasinya juga lebih mudah sehingga turbin dapat dipasang di lebih banyak tempat. Sistem ini langsung terpasang di lautan lepas sehingga tidak perlu adanya pembangunan dam.Â
Offshore turbine dapat menghasilkan energi yang lebih besar dengan ukuran yang sama untuk wind turbine. Ada beberapa perusahaan yang mengembangkan teknologi turbin lepas pantai ini, yaitu Blue Energy dari Kanada, Swan Turbines (ST) dari Inggris, dan Marine Current Turbines (MCT) dari Inggris.
Tidal turbine terbesar terdapat di Scotlandia dengan bobot 1300 ton dan tinggi sekitar 22 m, dengan kecepatan aliran laut 2.65 m/s yang bisa menghasilkan daya  listrik sampai dengan 4000 Twh setiap tahun. Turbin terbesar ini diperkirakan mampu memenuhi kebutuhan listrik lebih dari 1000 rumah tangga.
Energi pasang surut merupakan salah satu jenis energi terbarukan yang relatif lebih mudah diprediksi jumlahnya dibandingkan energi angin dan sel surya. Prinsip kerja nya sama dengan pembangkit listrik tenaga air, dimana air dimanfaatkan untuk memutar turbin dan mengahasilkan energi listrik. Energi pasang surut diperkirakan sekitar 500 sampai 1000 m kWh pertahun.Â
Namun, hingga saat ini belum ada penelitian untuk pemanfaatan energi pasang surut yang memberikan hasil yang cukup signifikan di Indonesia. Bahkan, hanya terdapat sekitar 20 tempat di dunia yang telah 17 diidentifikasi sebagai tempat yang cocok untuk pembangunan pembangkit listrik bertenaga pasang surut.Â
Meskipun begitu, ada beberapa daerah di Indonesia yang memiliki potensi energi pasang surut. Beberapa daerah tersebut afalah Bagan Siapi-api yang pasang-surutnya mencapai 7 meter, Teluk Palu dengan struktur geologi berupa patahan (Palu Graben) yang memungkinkan gejala pasang surut, Teluk Bima di Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Kalimantan Barat, Papua, dan pantai selatan Pulau Jawa yang memiliki pasang surut lebih dari 5 meter.Â