Mohon tunggu...
Fitri Arini
Fitri Arini Mohon Tunggu... lainnya -

Alumni political science Universitas Airlangga '10. Menulis adalah kegemarannya.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kue Tradisional Ibu Masuk Internet. (Jadikan Nagasari, Onde-Onde, dan Teman-temannya Go International!)

25 Desember 2014   05:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:30 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Internet! Tentu menjadi sebuah kata yang tidak asing lagi, mengingat jutaan user internet yang aktif di media sosial misalnya yaitu berasal dari Indonesia, negara kita tercinta. Meski bisa dibilang kecepatan internet kita masih di bawah rata-rata bila dibandingkan dengan negara lain, namun pada kenyataannya, demam internet sudah menyentuh tidak hanya orang dewasa namun juga usia remaja dan anak-anak. Tentu saja hal ini akan menimbulkan sebuah fenomena dan trend baru di kalangan masyarakat kita. Penelaahan dari berbagai macam aspek, mengenai positif negatif penggunaan serta dampak dari internet. Terlepas dari itu semua, internet merupakan sebuah potensi yang cukup menjanjikan di dunia pendidikan, bisnis, sosial, dan sebagainya, jika digunakan dengan porsi yang benar tentunya.

Kali ini, saya akan mencoba membagikan apa yang ada di kepala saya, tentu saja mengenai sekelumit mimpi yang berasal dari pemikiran saya yang paling dalam mengenai pemanfaatan internet demi kemajuan Indonesia, sesederhana apapun itu.

Kali ini kata kuncinya adalah ‘internet gratis selama setahun’.  Saya akan berandai-andai jika saya mendapatkan keuntungan setahun gratis paket internet. Wah, tentu saja sangat menguntungkan, apalagi bagi saya yang tinggal di desa.  Dengan paket internet gratis, bagi Ibu saya khususnya yang merupakan seorang wirausaha yaitu menjual kue-kue buatannya, kue kering ataupun juga pesanan seperti kue bolu, kue caramel, dan sebagainya, khususnya kue-kue tradisional seperti koci-koci, onde-onde, nagasari, kue lapis, ataupun kue-kue yang mungkin namanya masih sangat asing di telinga publik apalagi masyarakat perkotaan dan kekinian yang mulai melupakan dan tidak mengenal kue-kue tradisional, sebab telah tergantikan rainbow cake, red velvet, dan sebagainya.

Sangat disayangkan memang, mengingat kue tradisional merupakan salah satu kekayaan budaya yang cukup kental bagai masyarakat Indonesia, tidak hanya persoalan makanan tapi juga sudah menjadi identitas lokal yang tak seharusnya menjadi punah (dalam hal ini saya tinggal di Jawa bagian timur). Pada masa kejayaannya, di zaman leluhur dan nenek moyang kita, kue tradisional menjadi salah satu sajian yang penuh nilai budaya dalam masyarakat saat kumpul-kumpul keluarga ataupun jamuan tamu-tamu dari kalangan priyayi, kaum cendekiawan sampai rakyat biasa. Keberadaannya memang tergerus zaman.  Biasanya Ibu saya menerima pesanan masih dari mulut ke mulut. Ya, usaha orang pedesaan yang tersebar dari pembicaraan satu orang ke lainnya. Hal tersebut adalah sistem pemasaran paling praktis, sederhana, dan murah, tapi juga bisa sangat lama penyebarannya.

Nah, dari pemanfaatan internet gratis ini, saya akan membantu Ibu saya memperbesar usahanya membuat kue khususnya tradisional, dan mengenalkannya melalui internet. Saya akan mengenalkan kue-kue tersebut dengan berbagai macam inovasi yang tentu saja tidak mengubah bentuk dan rasa dari kue tersebut melalui blog pribadi saya (seperti blog makanan), dan membuatkan Ibu saya brand dari kue yang dibuatnya sendiri agar semakin dikenal oleh orang-orang dari seluruh Indonesia atau bahkan luar negeri, dengan memanfaatkan sistem online shop.

Menjual kue tradisional melalui olshop? Tidak takut basi? Jawabannya adalah, kenapa tidak? Mungkin dari sinilah kita harus memikirkan inovasi-inovasi yang memungkinkan bagaimana kue-kue tradisional bisa awet dalam pengiriman yang tentu saja tidak membutuhkan bahan kimia. Saya berpikir, kalau kue-kue seperti rainbow cake dan lain-lain saja bisa, kenapa tidak untuk kue tradisional?

Terlepas dari kue-kue kering, yang mungkin lebih mudah dalam mengemas dan pengepakan (seperti onde-onde pecah, kerupuk dan sebagainya), saya berpikir mengenai kue basah atau cake yang mungkin bisa diinovasikan seperti dibekukan atau semacamnya, dengan adanya paket internet gratis selama setahun, tentu saja dengan sistem pemasaran yang rutin dan giat di media sosial atau iklan-iklan dan forum lainnya, produk dari Ibu saya akan semakin dikenal. Trik konkret yang akan saya lakukan agar membuat pemasaran semakin menarik adalah, membuat akun instagram dari olshop kue tradisional Ibu saya yang dikhususkan foto-foto penuh seni dari kue tradisional (yang sehat dan enak tentunya), untuk instagram saya menargetkan konsumen umum, namun yang sangat saya khususkan mungkin Ibu-ibu yang memilik anak-anak balita, ataupun remaja-remaja dan ABG. Kenapa begitu? Sebab anak-anak usia balita, anak usia sekolah dasar, ABG, dan remaja adalah konsumen yang paling banyak tidak begitu mengenal kue tradisional, maka dari itu instagram bisa menjadi alat pengenalan dengan cara membuat kemasan kue semenarik dan selucu mungkin untuk kemudian dipotret dan diupload ke akun instagram.

Dalam kurun waktu setahun saya ingin menargetkan agar trend-trend makanan western bisa digeser oleh trend makanan dan kue tradisional dalam negeri yang rasanya tak kalah enak dari produk resep luar negeri. Kadang saya membayangkan, akan sangat hebat jika kue tradisional kita bisa terkenal di luar negeri. Seperti misalnya kita mengenal sushi. Sushi adalah makanan yang cukup populer di Indonesia, padahal Negara asalnya ialah Jepang (meskipun banyak sushi dimodifikasi dengan selera lidah orang Indonesia), akan sangat menyenangkan jika misalkan suatu saat kita pergi ke benua Eropa atau Amerika, lalu mendatangi salah satu restoran, dan menemukan menu onde-onde di sana, lalu si pelayan akan bilang “ya, that’s Indonesian food.” Membanggakan bukan? Indonesia menjadi Negara yang menjadi pemilik asli resep kue tersebut. Kenapa bayangan saya sampai jauh ke luar negeri? Sebab internet adalah cara jitu dan cara yang paling mudah dalam menghubungkan kita dengan dunia luar. Ya, dengan internet, jarak antara Indonesia dan benua Afrika bisa menjadi seperti kedipan mata. Aplikasi chatting, media sosial, ataupun semacam skype dan sebagainya yang bisa memungkinkan kita berbicara langsung dengan orang-orang luar. Jadi bukan tidak mungkin jika kita mengenalkan kue-kue tradisional ke luar negeri.

Tidak hanya menjual produk Ibu saya. Saya juga akan maksimal mengenalkan kue-kue tradisional dengan memanfaatan youtube. Ya, saya akan mengunggah sebuah video, di mana saya dan Ibu saya akan merekam kegiatan memasak kami di dapur, yaitu membuat kue tradisional tersebut dari tahap awal sampai finishing, ya seperti tutorial cara membuat makanan yang biasa kita jumpai di youtube. Dengan cara seperti itu, kita juga akan mengedukasi orang-orang atau pengguna internet untuk turut bisa membuat resep-resep kue tradisional di rumah dan dapurnya masing-masing. Mengenalkan bahwa itu adalah dari Indonesia. Ya, mimpi yang sederhana memang, memasarkan dan mengenalkan kue tradisional. Saya piker hal tersebut bisa menciptakan kemajuan bangsa dalam jangka panjang. Ya, identitas bangsa semakin dikenal dari kebudayaan yang kita miliki, sebab makanan termasuk kebudayan dan identitas yang dimiliki tiap-tiap bangsa. Ya, Jepang dengan sushinya, India dengan roti canenya, Itali dengan spaghetti, dan sebagainya. Maka kita buat juga onde-onde, nagasari, ketan, dan teman-temannya untuk go international.

Jika dipikirkan secara serius, hal ini juga bisa mengubah aspek ekonomi kita. Ya, menciptakan industri penjualan kue tradisional dengan cara online dan langsung. Mengembangkan industri rumahan agar semakin dikenal dan dihargai (sebab menjunjung nilai-nilai identitas bangsa secara original), dan menciptakan lapangan pekerjaan juga melestarikan kebiasaan dan resep dari nenek moyang kita. Tentu saja, tidak ada yang tahu kan, siapa penemu resep nagasari, koci-koci, onde-onde pertama kali dulu? Yang jelas, makanan tersebut memang sudah kental dengan ciri khas kita yang harus tetap menjunjung tinggi nilai kearifan lokal. Menjadi maju, tidak harus melupakan kebudayaan dan apa-apa yang diwariskan dari masa lampau. :)

Ini mimpi saya, mana mimpi Anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun