Mohon tunggu...
Suara Pendidik Edukreatif
Suara Pendidik Edukreatif Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Pengalaman apa saja yang berkaitan dengan dunia pendidikan yang kreatif dan berinovasi.

Visi Suara Pendidik EduKreatif: Menjadi platform inspiratif dan informatif yang memberdayakan para pendidik untuk menciptakan inovasi pembelajaran yang kreatif, relevan, dan bermakna, serta memperkuat kolaborasi dalam dunia pendidikan di era digital. Misi Suara Pendidik EduKreatif: Menyebarkan Praktik Baik: Membagikan cerita inspiratif, praktik baik, dan solusi kreatif dari para guru, komunitas belajar, dan sekolah dalam menerapkan kurikulum Merdeka dan inovasi pendidikan. Menguatkan Kolaborasi: Membangun jaringan kolaborasi antarpendidik di seluruh Indonesia untuk berbagi ilmu, pengalaman, dan sumber daya dalam pengembangan pembelajaran. Mendorong Inovasi Pembelajaran: Mempromosikan penggunaan teknologi dan pendekatan kreatif dalam pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan peserta didik di era modern. Memotivasi Pendidik: Menginspirasi guru-guru untuk terus berkembang, belajar, dan berinovasi melalui berbagai artikel, pelatihan, dan diskusi yang memperkaya wawasan. Meningkatkan Literasi Pendidikan: Menyediakan konten edukatif yang mudah diakses dan dipahami oleh semua lapisan pendidik untuk membantu dalam memahami isu-isu pendidikan terkini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hutan Terlarang

1 Desember 2024   10:08 Diperbarui: 1 Desember 2024   10:12 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam itu, kabut tebal menyelimuti Desa Laras, sebuah perkampungan kecil di kaki bukit yang terkenal dengan cerita mistisnya. Bukit Laras bukan sekadar bukit biasa. Di puncaknya, ada hutan lebat yang diberi nama Hutan Laras. Tak seorang pun di desa itu berani mendekat, apalagi memasukinya. Konon, hutan itu adalah tempat bersemayamnya kekuatan gelap yang tidak pernah tidur.

Namun, seperti halnya setiap kisah larangan, selalu ada yang ingin melanggar.

*********

Sore itu, tiga sahabat---Reza, Dika, dan Wulan---berkumpul di tepi sungai yang mengalir di pinggir desa. Obrolan mereka awalnya biasa saja, hingga Dika, dengan tatapan penuh keberanian, mengajukan tantangan, "Kita masuk ke Hutan Laras malam ini. Buktikan kalau cerita warga desa cuma omong kosong."

Wulan, meskipun takut, menyetujui dengan ragu. Dia lelah mendengar ejekan Dika yang selalu merendahkan keberaniannya. Reza, meskipun awalnya menolak, akhirnya menyerah pada bujukan kedua temannya. Mereka bertiga berjanji bertemu di pinggir hutan saat matahari tenggelam.

Malam itu, bulan hanya setengah memancar, menyisakan bayangan pekat di antara pepohonan. Angin berdesir, membawa aroma tanah basah bercampur sesuatu yang sulit dijelaskan---seperti besi berkarat. Ketiganya berdiri di depan pintu masuk hutan. Suasana dingin menusuk tulang, tapi tidak ada yang mau mundur.

"Kalau kita tidak kembali sebelum tengah malam, berarti cerita mereka benar," ujar Dika, setengah bercanda, sebelum melangkah pertama kali.

Reza dan Wulan mengikuti dari belakang. Suasana di dalam hutan langsung berubah begitu mereka melewati garis pepohonan. Udara terasa berat. Tidak ada suara jangkrik, tidak ada bunyi burung malam. Hanya keheningan yang begitu menekan.

Mereka berjalan perlahan, lampu senter kecil yang dibawa Reza menjadi satu-satunya penerang. Namun, cahaya itu seolah tak mampu menembus kegelapan yang seperti hidup. Wulan merasa ada yang mengawasi mereka, tapi setiap kali dia menoleh, tidak ada apa-apa. Hanya bayangan pepohonan yang bergerak.

Setengah jam berjalan, mereka tiba di sebuah tanah lapang kecil. Di tengahnya, ada sebuah pohon tua dengan batang hitam pekat, seperti terbakar. Anehnya, tidak ada dedaunan atau semak di sekitarnya. Semua tanah tampak gersang. Dika mendekat, ingin memeriksa.

"Jangan dekat-dekat!" bisik Wulan. Suaranya terdengar ketakutan. Tapi Dika mengabaikannya. Dia menyentuh batang pohon itu dengan ujung jarinya.

Seketika, dia terjatuh sambil memegang kepalanya. "Aaaargghh!" Dika berteriak keras. Reza dan Wulan panik, mencoba membantunya bangun. Namun, wajah Dika berubah. Matanya membelalak, seperti melihat sesuatu yang tidak terlihat oleh mereka.

"Ada... ada yang berbicara di kepalaku... mereka memanggilku..." Dika bergumam, suaranya serak dan tidak seperti dirinya.

Reza menarik Dika menjauh dari pohon itu, tapi tiba-tiba kabut tebal menyelimuti mereka. Cahaya senter mulai redup, membuat semuanya nyaris tidak terlihat. Dari dalam kabut, terdengar suara langkah kaki. Pelan tapi pasti, suara itu mendekat.

"Siapa itu?!" Reza berteriak. Tidak ada jawaban.

Tiba-tiba, suara itu berhenti, diikuti oleh suara tertawa kecil. Tawa itu begitu pelan, tetapi terasa menusuk hingga ke sumsum tulang.

"Keluar! Jangan main-main dengan kami!" Dika, yang entah bagaimana, berdiri kembali. Matanya masih liar. "Aku tidak takut denganmu!" teriaknya.

Lalu, suara itu berhenti. Kabut perlahan memudar, memperlihatkan pemandangan yang lebih menyeramkan. Pohon-pohon di sekitar mereka berubah. Batangnya kini menyerupai tubuh manusia yang terpuntir, dengan wajah-wajah menyeringai di antaranya. Akar-akar pohon itu tampak menggeliat, seolah ingin meraih mereka.

Wulan mulai menangis, lututnya gemetar. Reza mencoba menariknya untuk lari, tapi langkah mereka terhenti ketika suara lirih seperti bisikan terdengar di telinga mereka.

"Kenapa kalian di sini?"

Reza menoleh ke sumber suara. Di bawah pohon tua itu, berdiri seorang wanita berambut panjang, mengenakan gaun putih kotor. Wajahnya tidak terlihat jelas karena bayangan, tapi suaranya penuh amarah.

"Kalian tidak seharusnya datang," katanya, mendekati mereka.

Dika, dengan suara gemetar, menjawab, "Kami hanya ingin membuktikan kalau cerita itu tidak benar."

Wanita itu tertawa kecil, tapi tawanya dingin. "Kalian datang dengan hati yang kotor. Hutan ini bukan untuk mereka yang dipenuhi iri dan dengki. Setiap niat buruk akan membawamu pada kehancuran."

Tiba-tiba, tanah di bawah mereka berguncang. Pohon-pohon yang menyerupai manusia mulai bergerak, akar-akar mereka merambat menuju ketiganya. Reza berteriak dan mencoba menarik Wulan untuk berlari, tapi kakinya seperti terjebak dalam lumpur.

Dika, yang paling dekat dengan pohon tua, mulai ditarik oleh akar-akar besar. Dia berteriak, tapi tidak ada yang bisa menolong. Dalam sekejap, tubuhnya menghilang ke dalam pohon itu.

Reza dan Wulan berlari sekuat tenaga, tetapi suara bisikan dan tawa terus mengikuti mereka. Ketika mereka hampir mencapai pintu keluar hutan, Wulan tersandung dan jatuh. Reza mencoba membantunya, tapi sosok wanita itu kembali muncul, kali ini di hadapan mereka.

"Kalian ingin tahu kenapa hutan ini ada?" katanya. "Ini adalah tempat untuk mereka yang hatinya busuk, tempat di mana iri dan dengki dimakan hingga tersisa hanya kehampaan."

Seketika, semua menjadi gelap.

Ketika Reza sadar, dia sudah berada di luar hutan. Tubuhnya gemetar, tapi Wulan tidak ada di sisinya. Dengan napas tersengal, dia mencoba mencari bantuan. Penduduk desa menemukan Reza pagi harinya, berbaring di tanah dengan wajah ketakutan.

"Di mana teman-temanmu?" tanya salah satu warga. Tapi Reza tidak mampu menjawab. Dia hanya menatap hutan dengan tatapan kosong.

Sejak saat itu, Reza menjadi pendiam. Beberapa minggu kemudian, dia menghilang tanpa jejak. Warga desa percaya, hutan itu memanggilnya kembali.

Misteri Hutan Laras terus hidup, menjadi peringatan bagi siapa pun yang hatinya dipenuhi iri dan dengki. Di puncak bukit itu, pohon tua yang hitam pekat tetap berdiri. Jika dilihat dari dekat, beberapa orang bersumpah pernah melihat wajah-wajah manusia yang familiar terukir di batangnya, dengan ekspresi ketakutan yang abadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun