Arman berteriak, memohon, tapi semuanya terlambat. Dengan satu gerakan, Lila terjun ke dalam air yang dingin dan tenang, tubuhnya menghilang di bawah permukaan. Bayangan wanita itu tersenyum puas dan lenyap bersama dengan hilangnya Lila.
Arman jatuh tersungkur di tepi danau, gemetar ketakutan. Ia tahu, apa yang ada di danau itu bukan sekadar legenda. Keesokan harinya, pencarian dilakukan, namun tubuh Lila tak pernah ditemukan. Danau itu kembali tenang seperti sediakala, seolah menyembunyikan rahasianya yang kelam.
Kini, setiap malam purnama, suara bisikan lembut terdengar dari tepi danau. Suara yang memanggil, memohon, mengajak siapa saja yang mendengarnya untuk datang. Dan di air yang jernih, bayangan seorang wanita dengan senyum dingin bisa terlihat mengintip dari balik kabut.
Desa itu kembali diselimuti misteri, dan legenda tentang danau yang memakan korban hidup-hidup beredar lebih kuat dari sebelumnya. Arman, satu-satunya saksi yang tersisa, kini menghabiskan harinya di desa dengan tatapan kosong, menunggu---menunggu apakah ia juga akan terpanggil suatu hari nanti untuk memenuhi permintaan yang tak pernah selesai.
Sebab di danau itu, setiap bisikan adalah undangan, dan setiap undangan adalah kutukan yang menanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H