Mohon tunggu...
Fitri Apriyani
Fitri Apriyani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger dan content writer

Blogger di Matchadreamy.com, yang suka membaca dan menulis | IG : @fiapriyani

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kampoeng Gallery, Kafe Bernuansa Kesederhanaan Vintage yang Unik

12 Desember 2023   14:58 Diperbarui: 12 Desember 2023   15:09 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Member Koteka di Kampoeng Gallery | Dok. Palupi Mustajab

Matahari bersinar terang membawa hawa panas di siang hari itu, saat saya celingukan di Jalan Masjid Al Huda, Kebayoran, Jakarta Selatan, mencari-cari plang nama kafe tempat berjanji temu dengan teman-teman grup Kotekasiana, Komunitas Travel Kompasiana.

Rupanya kafe nyentrik tersebut memang enggan dengan sengaja menampakkan dirinya di antara beberapa toko barang antik yang berjajar di sepanjang jalan.

Hanya sebuah poster kecil bertuliskan "Kampoeng Gallery" berwarna merah yang melintang di depan sebuah gang buntu yang membuat saya yakin sudah tiba di titik yang tepat.

Nuansa Vintage Sederhana di Tengah Hype Jaksel

Melangkah masuk ke dalam gang sederhana yang merupakan area kafe itu sendiri, membuat saya sejenak melupakan hingar bingar yang begitu melekat pada kota Jakarta Selatan ini.

Di sini saya merasa seperti memasuki lorong waktu yang membawa ke era 80 hingga 90an. Ketika barang-barang seperti mesin tik, televisi tabung, atau telepon rumah putar menjadi penemuan luar biasa.

Benda-benda antik berupa miniatur pajangan, lukisan, alat musik angklung, mesin jahit, radio, teko, dan lainnya tersusun apa adanya di setiap sudut kafe. Saya begitu takjub menyaksikan bagaimana tata letak benda yang acak ini malah memberikan kesan nyentrik yang khas di mata pengunjung.

Mesin tik di Kampoeng Gallery | Dok. pribadi
Mesin tik di Kampoeng Gallery | Dok. pribadi

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Kampoeng Gallery ini memang unik. Alih-alih terbawa arus hype ibukota dengan segala kemewahan dan kecanggihan, kafe ini justru menawarkan nuansa vintage sederhana, namun memberikan pengalaman yang unik luar biasa.

Anak muda jaman sekarang atau yang biasa disebut Gen Z yang mungkin tidak pernah mendengar apalagi melihat secara langsung benda-benda lawas tersebut, bisa dengan leluasa menyimak dan membayangkan bagaimana orang tua atau kakek neneknya dulu hidup pada masanya.

Kisah di Balik Berdirinya Kampoeng Gallery

Di dunia ini, tidak ada sampah. Yang ada hanya benda yang salah tempat.

Begitu ujar Ivan Moningka, pria kelahiran Manado, pendiri Kampoeng Gallery ini.

Sejak duduk di bangku sekolah dulu, pria yang akrab disapa Om Ivan ini memang gemar membeli barang-barang antik di pasar loak, karena kemampuan keuangannya terbatas.

Ditambah kepeduliannya akan sampah yang telah menjadi isu lingkungan, Om Ivan mulai mulai mengambil peran dengan membenahi sampah dari rumah, didaur ulang atau dimanfaatkan lagi.

Berangkat dari hobi akan barang-barang antik serta kepeduliannya terhadap sampah tersebut, terbentuklah Kampoeng Gallery, kafe yang menjadi "rumah" bagi barang-barang yang dianggap sampah namun sebenarnya menyimpan nilai seni dan nostalgia.

Om Ivan mengaku bahwa pada sejak pertama kali didirikan pada tahun 2010 silam, kafe ini tidak memiliki nama. Sebab atas desakan para pelanggannya, di tahun 2013 akhirnya kafe ini menyandang nama Kampoeng Gallery.

Ivan Moningka, pendiri Kampoeng Gallery | Dok. pribadi
Ivan Moningka, pendiri Kampoeng Gallery | Dok. pribadi

Kata "Kampoeng" atau kampung mewakili suasana kampung yang penuh barang antik. Sedangkan "Gallery" karena di dalamnya terdapat galeri, baik berupa lukisan, tulisan, maupun foto.

Karena pernak-pernik dan barang antik di Kampoeng Gallery cukup banyak, Om Ivan memasang kamera pengawas CCTV sebagai upaya untuk mencegah pengunjung mengambilnya. Namun, Om Ivan sendiri memiliki prinsip yaitu jika barang antiknya hilang satu, ia akan mendapatkan banyak gantinya.

Pasalnya ternyata ada saja pelanggan yang tidak tahu cara menyimpan barang antiknya, yang kemudian menyerahkan atau menghibahkan padanya.

Teman-teman Kotekasiana | Dok. pribadi
Teman-teman Kotekasiana | Dok. pribadi

Saat ditanya mengapa plang kafe ini tidak begitu kelihatan dari jalan, Ivan menjawab bahwa ia sengaja tidak memasang papan nama karena ingin memaksa calon pelanggan untuk berusaha mencari lokasinya melalui Google Maps.

Mengangkat Budaya Lokal dan Literasi di Era Digitalisasi

Tak sekedar mengumpulkan barang antik dan unik di kafe miliknya, Om Ivan mengutarakan bahwa tujuannya mendirikan Kampoeng Gallery adalah untuk mengangkat budaya lokal Indonesia. Benda-benda yang ia kumpulkan dari hasil perjalanannya keliling Indonesia menjadi sarana untuk mengenalkan budaya lokal kepada para pengunjung.

Era digitalisasi dinilai Om Ivan sebagai tantangan yang berat baginya untuk mempertahankan Kampoeng Gallery. Namun di sisi lain, kefenya juga diuntungkan karena bisa viral di sosial media, yang justru dapat menarik lebih banyak pengunjung.

Selain itu, Om Ivan juga merupakan sosok yang peduli dengan kemajuan literasi di kalangan generasi muda. Oleh karena itu, kafe nyentrik ini memberikan ruang untuk menaruh buku dan majalah lawas namun layak baca di rak-rak.

Salah satu rak berisi buku-buku lawas | Dok. pribadi
Salah satu rak berisi buku-buku lawas | Dok. pribadi

Ia juga membuka peluang donasi bagi siapa saja yang ingin menyumbangkan bukunya, yang nantinya akan ia salurkan kepada yayasan literasi yang ada di beberapa pelosok Indonesia.

Kopi dan Cemilan Kampung Pelengkap Momen Nostalgia

Soal pencahayaan, Kampoeng Gallery punya trik tersendiri yaitu dengan memanfaatkan cahaya alami matahari yang masuk melalui atap berwarna transparan.

Pada bagian kiri dan kanan kafe ini tersedia tempat duduk dan meja bagi para pengunjung untuk berkumpul, bercengkrama, dan atau menikmati kopi dan cemilan kampung. Om Ivan bekerja sama dengan beberapa tenant seperti kopi rumahan, warung kopi hingga kopi barista, angkringan, dan makanan khas Indonesia, sehingga harganya murah meriah.

Papan daftar menu | Dok. pribadi
Papan daftar menu | Dok. pribadi

Kami, para member Kotekasiana, berkesempatan menyaksikan cooking demo yang dilakukan oleh Pinta, istri dari Om Ivan, yang dengan lihai membuat kebab batman, nasi mozarela, dan bakmi kampung.

Kebab Batman | Dok. pribadi
Kebab Batman | Dok. pribadi

Tidak hanya makanan, Kampoeng Gallery juga menyajikan pilihan kopi selayaknya sebuah coffee shop kekinian dengan nama "Kopi Buatan Orang Rumah". Ada beragam menu kopi yang tersedia mulai dari cappucino, vietnam drip, hingga kopi V60. Siang itu, kami juga turut menyaksikan kebolehan sang barista meracik kopi V60, untuk kemudian menyicipnya.

Penutup

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Kunjungan ke Kampoeng Gallery hari minggu lalu terasa begitu berkesan karena memberikan pengalaman yang unik dibandingkan dengan kedai kopi kekinian pada umumnya.

Saya merasa keramahan Om Ivan, istri, dan para staff menjadi salah satu alasan mengapa kafe sederhana ini tidak pernah sepi pengunjung.

Nah, bagi kamu yang  yang ingin merasakan secara langsung suasana vintage Kampoeng Gallery, silakan mengunjunginya langsung di alamat Jalan Masjid Al Huda, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Kampoeng Gallery ini buka tiap hari dari jam 11.00 hingga jam 23.00 WIB, menyediakan makanan dan minuman yang dapat dibayar tunai maupun non tunai.

Salam literasi!

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun