Sebagai seseorang yang lahir dari orang tua berdarah minang tulen, mudik lebaran naik kereta api ke Jawa bisa dibilang menjadi salah satu impian masa kecilku.Â
Mungkin karena sebelumnya aku lebih sering mudik atau libur lebaran ke arah barat Indonesia--ke tempat sanak saudara ayah dan ibu--di Cilegon, Anyar, Lampung, dan Sumatera Barat.
Ditambah semasa kecil hingga dewasa menonton liputan mudik menggunakan kereta api sudah seperti bagian yang tidak terlepaskan dari setiap momen lebaran. Yang terlintas di pikiranku, kok kayaknya seru juga ya mudik naik kereta api. Plus bosen juga sih mudik naik bus dan kapal feri terus. Aku mau coba hal yang baru.
Hamdalah, ditakdirkan berjodoh dengan seorang pria asal Jawa Tengah. Wah, pas banget kan! Hehe.
Info sedikit, kami menikah di Desember 2019. Artinya meski sudah beberapa kali mudik ke Jawa--mengunjungi mertua--naik kereta api, tapi mudik di saat yang bertepatan dengan momen lebaran baru pertama kali aku rasakan di tahun 2022 ini.
Sebabnya tentu karena terbentur dengan larangan mudik akibat pandi Covid-19 di dua tahun terakhir.
Bagaimana pengalamanku pertama kali mudik lebaran naik kereta api? Aku merangkumnya dalam beberapa poin berikut.
Hiruk Pikuk di Stasiun Gambir
Oiya, tujuan mudik kami adalah St. Cilacap dengan menggunakan kereta eksekutif Purwojaya yang berangkat dari St. Gambir pukul 22.00.
Seperti dugaanku, Stasiun Gambir di H-3 lebaran sangat padat dan ramai oleh para pemudik. Tapi aku malah senang!Â
Sambil menunggu giliran boarding pass kereta kami yang baru akan berangkat satu setengah jam lagi, aku sangat menikmati atmosifr hiruk pikuk pemudik dan petugas yang berlalu lalang di dalam stasiun.
Ada petugas yang memberi pengumuman melalui pengeras suara tentang informasi tertentu. Mereka sangat ramah dan helpful kepada semua pemudik.
Aku dan suami yang tadinya cuma bengong nunggu pengumuman boarding kereta yang akan kami tumpangi, diberi info kalau kami sudah boleh melakukan boarding pass dan menunggu di ruang tunggu atas.
Langsung saja kami bergegas menuju petugas boarding. Semua pemudik yang akan boarding diminta untuk melakukan cek suhu tubuh dulu. Dan bagi yang sudah memiliki aplikasi KAI Access bisa langsung check in tanpa harus print tiket kereta.
Karena jadwal keberangkatan kereta kami masih lumayan lama, kami diminta menunggu dulu di lantai dua, dan tidak diperkenankan dulu naik ke area peron.
Ruang tunggunya sangat nyaman, jadi kami tidak merasa bosan menunggunya.
Suasana di Peron
Setelah beberapa menit, akhirnya kami mendengar pengumuman bahwa penumpang KA Purwojaya sudah diperbolehkan untuk naik ke peron, karena kereta sudah tersedia di jalurnya.Â
Bahkan, kami juga sudah boleh masuk ke dalam keretanya sambil menunggu kereta berangkat tepat pukul 22.00.
Kami langsung menuju gerbong kami, menyusun barang bawaan di bagasi yang telah disediakan, dan duduk manis di seat.Â
Dari jendela kereta, aku melihat ada beberapa pemudik lain yang sedang duduk-duduk di bangku peron. Entah sekedar cari angin atau menunggu kedatangan kereta.
Dinginnya Kereta Malam
KA Purwojaya berangkat tepat pada waktunya, yakni sekitar 22.00. Meski dipenuhi penumpang, suasana di dalam kereta sangat hening. Mungkin karena sudah malam, jadi sudah capek dan mengantuk.
Setiap penumpang akan diberi masker dan tisu basah gratis dari KAI.
Sekitar pukul 23.00 suhu di dalam kereta sudah terasa sangat dingin.Â
Bersyukur tidak lama kemudian, petugas KAI memberikan selimut tebal ke setiap penumpang.
Semua selimut yang diberikan sudah dicuci dan steril. Jadi penumpang tidak perlu khawatir tentang ke-higienis-annya.
Tapi selimutnya tidak boleh dibawa pulang ya!
Sahur di Atas Kereta
Ini merupakan momen pertama dan berkesan sih menurutku, karena bisa sahur di atas kereta api.
Sebelumnya kami sudah membawa main course sendiri untuk sahur berupa ayam geprek dan cemilan lainnya.
Tapi karena udara yang terasa dingin, aku memutuskan membeli teh hangat di restoran kereta.
Harganya cukup mahal buatku, yaitu Rp 15.000/cup. Tapi gak apa-apa deh, asik juga bisa menyeruput teh hangat di kedinginan dini hari di atas kereta api, hehe.
Kereta pun tiba di Stasiun Cilacap juga tepat pada waktunya, kurang lebih pukul 05.00.
Kami dijemput ayah mertua menggunakan mobil, yang mana rumah mertua memang tidak jauh dari stasiun.
Penutup
Begitulah perjalanan mudik pertamaku naik kereta api ke Jawa, tepatnya ke Cilacap, Jawa Tengah.
Mungkin bagi sebagian besar orang pengalaman tersebut biasa saja, tapi bagiku sangat berkesan.
Next time, mungkin kami harus membawa bantal kepala supaya bisa tidur lebih pulas, dan juga sedia vitamin supaya badan lebih bugar.
Over all, semuanya menyenangkan.Â
Selamat Idulfitri semuanya :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H