Point pertama, tentu saya mesti memperkenalkan diri sebagai guru yang tidak sangar dan tidak menakutkan, bahwa saya adalah Ibu mereka di sekolah baru yang akan mereka jalani. Tapi saya tetap memberikan gambaran hal apa saja yang bisa membuat saya marah dan keluar taring seperti vampire yang siap menerkam.
Point pertama ini, menurut saya akan cukup membantu untuk pembentukan iklim pembelajaran di kelas saya nantinya. Setidaknya saya mendapatkan gambaran bagaimana kepercayaan diri dan keberanian mereka untuk beragumen dan mau tampil di depan kelas nantinya (Kebanyakan anak-anak takut dengan guru yang menunjukkan ‘taring’nya di hari pertama, sehingga tidak ‘berkutik’ ketika guru tersebut masuk kelas). Untuk itu, saya mempersiapkan beberapa Yel-Yel penyemangat, lagu-lagu anak, dan beberapa permainan in door. Ketika bernyanyi bersama mereka, jangan pedulikan bagaimana suara kita. Yang penting kita semangat maka mereka akan lebih bersemangat untuk bernyanyi. J
Point kedua, saya mesti hafal wajah dan nama anak didik saya pada hari pertama. Dan membantu mereka untuk mengenal teman sekelasnya agar mereka bisa menyesuaikan diri. Oleh karena itu, saya merancang beberapa permainan untuk hari pertama sekolah yaitu permainan lempar bola, tebak nama, dan wawancara.
Point ketiga, saya ingin anak-anak baru ini mengenal lingkungan sekolah. Agar mereka tahu kemana mereka akan pergi jika hendak pipis, di mana mereka berwudhu’, atau kemana mereka hendak jajan. Oleh karena itu, saya dan anak-anak melakukan tour de sekolah. Saya mengajak mereka berkeliling sekolah dan melihat langsung apa saja fasilitas yang bisa digunakan di sekolah.
Dan Alhamdulillah, semua kegiatan yang saya rencanakan untuk hari pertama sekolah tersebut sudah saya lakukan. Dan saya tidak menemukan kendala yang berarti. Catatan, untuk tour de sekolah saya membutuhkan bantuan seorang guru lain, agar anak-anak tetap berada pada barisannya saat mengikuti tour.
3. Terus belajar dan tidak malu untuk bertanya
Sebagaimana hadist Nabi Muhammad, “Belajarlah dari ayunan sampai ke liang lahat.” Saya meyakini bahwa kita mesti belajar dimanapun dan kapanpun. Bahwa belajar tidak hanya milik anak sekolah. Sudah sarjana, tidak menjadi alasan untuk berhenti belajar. Bahwa kita akan berhenti belajar, hanya ketika nyawa tak lagi di badan. Sebagai seorang guru, kita belajar bagaimana menghadapi anak, bagaimana menyampaikan materi pembelajaran agar bisa diserap anak, dan lain sebagainya. Dan sejatinya guru yang paling hebat itu adalah pengalaman. Oleh karena itu, tidak ada salahnya untuk menimba ilmu dari yang lebih berpengalaman dengan sering bertanya. (Rumah, 19072016)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H