Mohon tunggu...
Fitria Nur S
Fitria Nur S Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Paradigma Integrasi dalam ilmu antropologi: Melihat Keberagaman Lewat Kacamata Antropologi

16 Desember 2024   23:25 Diperbarui: 16 Desember 2024   23:30 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Integrasi paradigma Bayani, Burhani, dan Irfani adalah konsep penyatuan tiga pendekatan epistemologi Islam yang berakar pada tradisi keilmuan Islam klasik. Ketiga paradigma ini memiliki karakteristik dan metode yang berbeda, namun saling melengkapi untuk memberikan pemahaman yang holistik tentang ilmu pengetahuan

Antropologi merupakan ilmu yang mempelajari manusia secara menyeluruh, termasuk aspek fisik, budaya, perilaku, dan kehidupan sosialnya. Ilmu ini berusaha untuk memahami keragaman manusia, baik dari segi bentuk fisik maupun kebudayaannya, serta bagaimana manusia bisa hidup dan berinteraksi dalam masyarakat. Tujuannya agar mendapatkan wawasan yang lebih luas tentang  perkembangan, perbedaan, dan kesamaan umat manusia di seluruh dunia.

Aspek Bayani:

Pendekatan yang menjelaskan suatu hal dengan merujuk pada ayat-ayat Al-Qur'an, di mana teks tersebut menjadi fokus utama dan sumber ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, pendekatan ini menggunakan isi dan makna dari ayat-ayat Al-Qur'an untuk memberikan pemahaman atau penjelasan tentang suatu fenomena tertentu. Surat Al Hujarat ayat :13

"يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ"

Artinya:"Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Al-Hujarat: 13)

Aspek Burhani:

Ayat ini menunjukkan bahwa semua manusia  dari asal yang sama, yakni seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa). Secara logis, hal ini menegaskan mengenai kesetaraan manusia tanpa memandang bangsa, suku, atau ras. Ayat ini juga  menyebutkan jika manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka saling mengenal (lita’arafu). Dari perspektif Burhani, ini bisa diartikan bahwa perbedaan budaya dan identitas sosial bertujuan  membangun pemahaman dan harmoni antar manusia. Selain itu dijelaskan bahwa ukuran kemuliaan manusia di sisi Allah bukan hanya pada status sosial atau keturunan, tetapi pada tingkat ketakwaannya. Secara rasional, ini menegaskan pentingnya kualitas moral dan spiritual dalam menentukan nilai manusia, bukan secara atribut fisik atau material.

Aspek Irfani:

1. Menghargai Perbedaan:

Saat kita berinteraksi dengan orang yang berasal dari latar belakang budaya, agama, atau ras yang berbeda, kita sebaiknya menunjukkan rasa hormat dan tidak membedakan mereka berdasarkan perbedaan tersebut. Contohnya, ketika bekerja atau belajar, kita bisa bekerja sama dengan siapa saja tanpa membedakan warna kulit atau suku, karena kita semua berasal dari sumber yang sama.

2. Membantu Tanpa Membedakan:

Dalam kegiatan sosial atau kemanusiaan, kita seharusnya memberikan bantuan kepada siapa saja yang membutuhkan, tanpa melihat ras, suku, atau agama mereka. Misalnya, ketika melihat seseorang yang sedang kesulitan, kita membantu tanpa memandang asal usul mereka, karena kita semua setara di hadapan Tuhan.

3. Membangun Kerukunan di Lingkungan:

Di lingkungan yang beragam, kita perlu berperan aktif dalam menciptakan suasana inklusif dan saling mendukung. Sebagai contoh, saat ada acara komunitas yang melibatkan banyak orang dengan berbagai latar belakang, kita menyambut mereka dengan hangat dan menghindari sikap diskriminatif.

4. Pendidikan yang Menekankan Kesetaraan:

Di sekolah atau tempat kerja, kita harus mengajarkan pentingnya kesetaraan dengan menunjukkan bahwa tidak ada yang lebih penting atau lebih tinggi dari yang lain hanya berdasarkan asal usul mereka. Hal ini bisa diterapkan dengan memberi kesempatan yang sama kepada setiap individu untuk berbicara, belajar, atau mengemukakan pendapat tanpa adanya diskriminasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun