Mohon tunggu...
Fitria Nurbaidah
Fitria Nurbaidah Mohon Tunggu... Konsultan - Industrial Hygienist

Berjalan dan berbincang| Berjalan dan berfikir| Berjalan lalu menulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kapal Pinishi, Ketangguhan dalam Cita Rasa Tradisional

5 Juni 2014   21:38 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:10 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_340624" align="aligncenter" width="586" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com)"][/caption]

Dengan menggunakan sepeda motor, saya dan Widy menyusur pinggiran pantai dari kawasan wisata tanjung bira menuju tempat pembuatan kapal Pinishi. Siapa yang tidak kenal dengan keapikan dan ketangguhan kapal satu ini? Kapal asli warisan dari nenek moyang kita yang telah setia menemani mengarungi ribuan mil lautan.

[caption id="attachment_340535" align="aligncenter" width="336" caption="Kerangka Kapal"]

14019531292111277117
14019531292111277117
[/caption]

Pinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan tepatnya dari desa Bira kecamatan Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba. Pinisi sebenarnya merupakan nama layar. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau. Dua tiang layar utama tersebut berdasarkan 2 kalimat syahadat dan tujuah buah layar merupakan jumlah dari surah Al-Fatihah. Pinisi adalah sebuah kapal layar yang menggunakan jenis layar sekunar. dengan dua tiang dengan tujuh helai layar yang dan juga mempunyai makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu mengharungi tujuh samudera besar di dunia. Sumber: Wikepedia

Beberapa bapak-bapak terlihat sedang sibuk disekitaran kayu yang mulai terlihat bentuknya seperi kapal besar. Dengan bermodalkan peralatan sederhana, mereka membuat kapal ini, rencananya akan dibawa ke surabaya, sudah hampir 1 tahun dikerjakan, cerita dari seorang bapak yang ada disitu.

[caption id="attachment_340539" align="aligncenter" width="288" caption="Kapal Yang Hampir Rampung"]

14019533391732473982
14019533391732473982
[/caption]

Saya penasaran ingin menelusuri lorong-lorong dari kapal tersebut, akhirnya memberanikan diri untuk beratnya

“Pak, saya boleh naik ke atas kapal yang sedang dibuat itu?”

“Boleh dek, silahkan”

Yes, izin sudah didapat, namun nyali saya pun sedikit menciut, melihat tingginya kapal, dan tangga yang tidak proper serta tidak ada alat keselamatan yang digunakan. Bulak-balik, memikirkan jadi naik atau tidak, akhirnya saya pun memberanikan untuk naik.

[caption id="attachment_340543" align="aligncenter" width="324" caption="Tangga"]

1401953724193068574
1401953724193068574
[/caption]

Tinggi kapal yang harus saya daki untuk mencapai deck kapal dari dasar mungkin sekitar 5 meter atau lebih, perlahan satu persatu kaki saya menapakkan pada kayu-kayu yang dibuat seperti tangga, dengan fokus yang penuh dan doa tentunya, dibawah para bapak-bapak yang bekerja meneriakkan semangat, biar saya tidak terlalu panik dan takut mungkin.

[caption id="attachment_340544" align="aligncenter" width="432" caption="View dari Deck"]

140195378199718531
140195378199718531
[/caption]

Fiuhh, akhirnya sampai juga di deck kapal ini, alhamdulillah batin saya. Kapal ini memang sudah hampir rampung, cantik sekali kapalnya. Bapak-bapak di kapal ini masih sibuk merapikan setiap bagian dari kapal ini.

14019538371946113020
14019538371946113020

Wah, ini merupakan salah satu pengalaman yang sangat menakjubkan dan tidak akan saya lupakan. Dan, saya begitu salut dengan masayarakat bulukumba yang tetap melestarikan warisan budaya berupa kapal pinishi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun