Seni pertunjukan merupakan salah satu bagian dari kesenian dan merupakan warisan budaya masyarakat lokal. Selain untuk tujuan hiburan, seni pertunjukan juga menjadi wadah edukasi kepada para penonton melalui pesan-pesan yang disampaikan secara tersirat maupun secara tersurat saat pertunjukan. Pada masa sekarang, di tengah gempuran globalisasi dan maraknya budaya k-pop yang melegenda di kalangan remaja, kesenian tradisional lama-lama telah hilang eksistensinya. Sehingga pentingnya dilakukan penyelamatan kesenian tradisional untuk menjaga eksistensi kesenian tradisional dan juga sebagai pembentukan karakter remaja.
Propinsi Jawa Timur memiliki berbagai macam kesenian daerah, bahkan hampir di setiap daerah yang ada di Jawa Timur memiliki kesenian tradisional masing-masing. Salah satunya adalah Kabupaten Jombang, Kabupaten Jombang sendiri memiliki banyak kesenian tradisional, salah satunya Jaran Kepang Dorr, Sandur, dan Besutan. Kesenian Besutan sendiri memang kurang terlalu familiar untuk namanya, namun Kesenian Besutan sendiri merupakan cikal bakal lahirnya kesenian Ludruk. Kesenian Besutan dikenal mulai tahun 1908 dengan pendirinya yang bernama Pak Santik.
Kesenian Ludruk sendiri juga merupakan salah satu kesenian tradisional yang berasal dari Jombang. Dalam buku “Soerabaia Tempo Doeloe Buku I” disebutkan bahwa asal kata dari Ludruk merupakan akronim dari kata gelo-gelo atau kepala bergoyang-goyang dan gedrak-gedruk yang artinya menghentakkan kaki ke tanah. Sedangkan kesenian Besutan di ambil dari nama salah satu tokonnya yang bernama Besut, Besut merupakan singkatan dari mbeto maksud atau membawa maksud. Ludruk sendiri dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan waktu kemunculannya, yaitu Ludruk Bandan, Ludruk Lerok, Ludruk Besut, dan Ludruk Sandiwara.
Kesenian Besutan pada masanya terkenal sangat ramai karena berisi sindiran-sindiran yang ditunjukkan kepada pemerintah kolonial maupun sindiran terhadap keadaan sosial ekonomi pada masa itu. Kesenian Besutan dipertontonkan dengan cara mengamen dari satu rumah ke rumah yang lain. Namun kemudian berkembang dipertontonkan lewat acara pesta pernikahan sampai acara khitanan.
Kemudian, sekitar tahun 1930 an kesenian Besutan mulai terkenal di Surabaya. Besutan memiliki tiga lakon utama dalam pertunjukannya. Yaitu Besut, Rusmini, dan Man Gondo. Tokoh-tokoh tersebut diperankan oleh laki-laki dan memiliki karakter yang berbeda. Pertunjukan Besutan pada zaman dahulu menyajikan cerita yang sesuai dengan keadaan sosial. Contohnya, pada masa kolonial pertunjukan Besutan menampilkan cerita yang menyindir pemerintahan kolonial atau permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat.
Dalam cerita Besutan tidak ada cerita pakem, yang ada hanyalah cerita-cerita klasik. Karena pada masa awal munculnya Besutan, cerita yang ditampilkan merupakan kehidupan rumah tangga tentang Besut dan Rusmini. Ada beberapa versi cerita tentang Besutan seperti “Besut Nang Suroboyo”, “Besut Mencari Pekerjaan”, “Besut Minggat”, dan lain-lain. Besutan juga merupakan salah satu tradisi lisan, sehingga dalam pertunjukannya mengandung banyak pitutur nasihat-nasihat kepada para penontonnya.
Oleh karena itu, kesenian Besutan dapat menjadi salah satu wadah untuk pembentukan karakter generasi remaja. Selain untuk tujuan regenerasi kesenia, Besutan juga menjadi sarana pembentukan karakter lewat cerita-cerita yang dibawakan saat pementasan. Ditengah arus globalisasi yang terus terjadi, generasi muda perlu diajarkan mengenai pentingnya melestarikan budaya tradisional. Selain untuk tujuan hibura, kesenian tradisional mengandung banyak sekali hal-hal yang positif untuk kehidupan generasi muda saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H