Persoalan ini sangat menguras emosi dan membuat kita semua tidak habis pikir, bagaimana bisa profesi yang diagung-agungkan sebagai pekerjaan yang paling mulia dunia akhirat melakukan perilaku serendah itu? Dimana letak kemuliaan akhlak mereka? Selama ini banyak yang menganggap fakultas teknik adalah yang paling keras pengkaderannya.
Setelah menengok timeline X dan membaca berbagai curahan hati, pengakuan dari teman dokter, dan kesaksian keluarga yang menjalani PPDS, kenyataan justru menjadi mencengangkan. Masa sih? Masa iya jurusan paling bergengsi dan berbiaya mahal ini melakukan pembulian? Perpoloncoan? Nyuruh junior makan nasi padang 5 bungkus sebagai hukuman?Minta dibeliin mobil? Masa sih?
Iya. Sampai saat ini kita masih bertanya-bertanya tentang kebenaran itu semua. Sebagai konsumen sosmed yang terpelajar kita harus terbiasa melakukan check&recheck atas setiap informasi yang kita dapat. Validitasnya harus diuji, jangan sampe kita yang berada diluar dunia kesehatan menjadi reaktif dan menyerang membabi buta para dokter. Tentu saja yang kita bicarakan adalah oknum. Sebagai bahan pertimbangan, mari kita simak pernyataan berikut:
"Kita juga pernah melakukan screening mental terhadap para PPDS ini dan banyak kan memang yang ingin bunuh diri " kata Menkes, Budi Gunadi Sadikin dikutip dari kompas.com
"Dari kasus-kasus yang kami verifikasi, dari laporan yang masuk, memang ada yang mengatakan seperti ada rulesnya, apa-apa saja yang harus dilakukan sebagai seorang junior pada saat di awal menempuh pendidikan dokter spesialis, tapi itu sangat bervariasi ya," kata Plt Kepala Biro Komunikasi Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi perihal adanya temuan buku pedoman bullying seperti yang dikutip dari detik.com
"Ibunya memang menyadari anak itu minta resign, sudah enggak kuat. Sudah curhat sama ibunya, satu mungkin sekolah, kedua mungkin menghadapi seniornya, seniornya itu kan perintahnya sewaktu-waktu minta ini itu, ini itu, keras," kata Kapolsek Gajahmungkur Kompol Agus Hartono kepada CNN Indonesia.
Setelah membaca keterangan diatas kita sudah memiliki sedikit gambaran terkait kasus ini. Pihak Undip memang sudah membantah berdasarkan investigasi internal mereka bahwa bunuh diri yang dilakukan peserta didik PPDS program studi anestesi FK Undip tidak terkait dengan masalah perundungan melainkan adanya problem kesehatan. Apa itu Mental illness? Berdasarkan surat edaran dari rektor undip ia berkata "Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai konfidensialitas medis dan privasi Almarhumah, kami tidak dapat menyampaikan detail masalah kesehatan yang dialami selama proses pendidikan".
Mari tidak berasumsi sembarangan terkait kejiwaan dan mental korban. Namun, ingat bahwa perundungan pasti dan akan selalu membawa pengaruh buruk terhadap mental seseorang. Ini tidak sesederhana antara pertarungan si mental tempe Vs si mental baja. Apapun yang menyulitkan, menyengsarakan, menyusahkan orang lain secara sengaja dan brutal adalah salah dan buruk. Tidak perlu berdalih demi membangun mental yang kuat. Toh ada banyak cara untuk melatih mental agar kuat dan tangguh. Memangnya ketika seorang dokter memilih untuk mengambil spesialis mereka tidak memikirkan apa yang akan dihadapi kedepannya? Berapa banyak buku yang harus dibaca? Berapa banyak pasien yang bisa ditangani? Berapa banyak tugas yang harus diselesaikan? Bagaimana berkomunikasi dengan rekan sejawat? Nyambung ngga yah? Bagaimana harus berperilaku sebagai peserta didik baru? Bagaiamana ngobrol dengan senior?
Oh my god, bahkan menyebut kata senior saja membuat bulu bergidik. Kata senior junior itu hanya sekedar menunjukkan bahwa kalian registrasi di tahun yang berbeda. Yang satu lebih cepat dan lainnya lebih lambat. Sejak kapan senioritas adalah superioritas dan junioritas adalah inferioritas? Sesungguhnya feodalisme itu dimulai dari orang-orang yang merasa bangga sebagai senior sejak mahasiswa. Marah dipanggil kakak. "Can everyone stop calling me Kak?" Udah yah, panggilan kakak kelas untuk SD sampai SMA sudah tepat. Jangan sampai senioritas dimulai sejak dini.
Kembali perihal mental yang kuat. Menteri Kesehatan menyampaikan bahwa mendidik peserta agar menjadi tangguh dan kuat tidak harus mengancam sampai korban harus bunuh diri. Entah apa yang ada dipikiran para pelaku bullying ini. Dokter dididik dengan kekerasan memangnya yang mau dihadapi mafia? Lawan kalian itu pasien, which is membutuhkan kelembutan, keramah-tamahan, dan kesabaran. Ngeri kan kalau harus ketemu dokter yang kasar dan maksa masuk arisan profesi padahal kita hanya sepupu su dokter? Ingat, ini oknum. Jangan mengeneralisir. Dokter yang sangat baik hati juga banyak. Maka dengan adanya kasus ini sangat disayangkan. Mencoreng kemulian profesi itu dan membuat masyarakat semakin trust issue terhadap kualitas dunia kedokteran Indonesia.
Apa yang harus dilakukan?
Saat ini menkes telah menutup sementara PPDS anestesi Undip di RSUP Dr Kariadi untuk melakukan penyelidikan lebih jauh. Menkes juga mengatakan tidak segan untuk mencabut SIP dan STR bila ada dokter senior yang terlibat dalam perundungan tersebut. Polisi juga menegaskan akan langsung memproses apabila ditemukan terjadinya perundungan dalam kasus kematian dokter ARL.
Sebagai masyarakat kita hanya bisa mendoakan korban agar diterima di tempat terbaik di sisi Tuhan Yang Maha Esa dan terus memantau keberlanjutan kasus ini. Kebobrokan terungkap dengan menelan korban. Jika memang demikian adanya maka tugas kita semua adalah tidak menambah jumlah korban. Kita tidak mau korban perundungan menjadi pelaku atau yang paling fatal melakukan bunuh diri. Mulai perhatikan orang-orang disekitar kalian.
Jika kamu dokter atau kerabat dokter yang sedang menjalani PPDS dan mengetahui adanya perundungan segera laporkan melalui WhatsApp 0812-9979-9777 dan website perundungan.kemkes.go.id. Jangan takut intimidasi karena kemenkes menjamin keamanan identitas kalian. Jangan lupa peradilan netizen selalu berpihak kepada kalian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H