Mohon tunggu...
ef fattah
ef fattah Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar Sepanjang Hayat

https://linktr.ee/effattah

Selanjutnya

Tutup

Money

Memberdayakan Ekonomi Rakyat dengan Sistem Pembayaran Regional

5 November 2023   22:11 Diperbarui: 5 November 2023   22:29 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benda apa yang pertama kali Anda raih ketika akan keluar rumah?Dompet atau ponsel?Menurut survey Alvara Research Center 63,8% generasi Z memilih ponsel sebagai barang berharga yang tak boleh tertinggal.Ada alasan mengapa saat ini kita menyebut ponsel sebagai smartphone.Tidak lagi terbatas hanya sebagai alat bertukar pesan atau berkomunikasi jarak jauh,lebih dari itu,benda kecil ini bertransformasi menjadi sumber inovasi baru.Tidak pernah terbayangkan oleh generasi sebelumnya (Y,X,Baby Boomer,Pre-Boomer) bahwa membeli sepotong roti dan secangkir kopi hanya membutuhkan kamera handphone.Tidak pernah terpikirkan oleh para pedagang bahwa menjual pakaian tidak lagi membutuhkan bangunan butik tersendiri.Di era sekarang tidak mustahil bagi Anda berdiam diri di kamar dan beberapa detik kemudian roti dan kopi telah tersedia di samping Anda.Santapan yang tepat bukan untuk menemani Anda menatap layar handphone sambil menghitung berapa pieces pakaian yang terjual hari ini?

Sebagai generasi yang lahir dengan berbagai kemewahan teknologi,tidak heran mengapa anak muda tampak begitu cemas jika keluar rumah tanpa membawa handphone.Mengabadikan dan membagikan momen bahagia adalah satu hal.Tapi, bagaimana saya membeli makanan dan minuman itu jika tidak membawa hp?Anda yang lebih tua dan kurang familier dengan transaksi non-tunai mungkin sedikit mengernyit ketika mendengarnya.Namun,hal ini sebenarnya adalah sesuatu yang sangat wajar bagi digital native-mereka yang terbiasa menggunakan teknologi dalam kesehariannya-.Nilai estetika dari sebuah dompet jauh lebih mendominasi mengalihkan fungsi awalnya sebagai sarana penyimpanan uang.Coba perhatikan orang-orang di sekeliling Anda.Bukankah dompet yang mereka tenteng nampak berukuran jauh lebih kecil dibanding sebelumnya?Lihatlah sebagian pengunjung swalayan yang tampak begitu nyaman hanya dengan menggenggam handphone-nya.Era cashless socitey telah dimulai.Bukan tidak mungkin dompet akan kehilangan popularitasnya di masa depan.

Transaksi Digital

Sejauh mana masyarakat kita mengetahui metode pembayaran selain uang tunai? Hasil survei Visa 2022 menunjukkan bahwa tingkat penggunaan uang tunai menurun dari 87 persen di 2021 menjadi 84 persen di 2022.Data dari Bank Indonesia juga menunujukkan nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM,kartu debet,dan kartu kredit kian menurun.Dari Rp 671,7 triliun pada bulan Juli 2023 menjadi sebesar Rp 644,78 triliun pada Agustus 2023.Jumlah tersebut menurun sekitar 4,02%.Dompet digital (e-wallet) menjadi metode pembayaran yang paling diminati berdasarkan hasil survei dari Katadata Insight Center (KIC) Desember 2022 dengan presentase sebanyak 81%.Presiden Direktur Visa Indonesia Riko Abdurrahman seperti yang dikutip dari kompas.com mengatakan bahwa 89 persen Gen Z menggunakan dompet digital saat melakukan transaksi digital.

Lalu,apa arti semua angka-angka diatas?

Terjadi pergeseran preferensi masyarakat tentang bagaimana suatu transaksi sebaiknya di selesaikan.Covid-19 membuat kita terbiasa melakukan transaksi tanpa tatap muka dan tanpa sentuh mulai dari pemesanan,pengiriman sampai pembayaran.Popularitas dari digitalisasi memuncak tajam ketika pandemi melanda akibat aktivitas yang serba dibatasi sementara kebutuhan harian harus tetap terpenuhi.Jika pada awalnya kebiasaan berbelanja daring hanyalah berupa kegiatan rekreasional di era Covid,ramalan tersebut sepertinya keliru.Di era "new normal" orang-orang mulai menemukan kenyamanan dalam bertransaksi digital.Offline maupun online.

Dalam Laporan Perilaku Konsumen e-Commerce Indonesia 2023 yang dirilis oleh Kredivo dan KIC,sekitar 79,1 persen konsumen memilih untuk menggunakan metode kombinasi antara berbelanja online dan offline.Dari presentase tersebut, 58,1 persen lebih banyak melakukan pembelian secara online sementara 21 persen masih memilih melakukan pembelian secara offline.Kenyamanan,kemudahan, kecepatan dan banyaknya promo yang ditawarkan oleh transaksi online menjadi daya tarik mengapa gaya hidup serba digital menjadi sangat digemari bahkan setelah pandemi itu berakhir.

Pertumbuhan Ekonomi

Berbagai laporan menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi bisa dicapai secara maksimal dengan melakukan transformasi digital.Peningkatan daya saing,produksi
barang dan jasa yang jauh lebih efisien,serta jangkauan pasar yang lebih luas adalah beberapa manfaat yang bisa dicapai dengan memaksimalkan penggunaan teknologi.Demokratisasi ekonomi terjadi akibat intrupsi teknologi digital yang begitu masif dan cepat.Berdagang bisa menjadi lebih murah dengan memanfaatkan sosial media sebagai media promosi.Masuk kedalam ekosistem e-commerce menjadi lebih mudah lewat satu genggaman ponsel.Pasar menjadi lebih terbuka dan terjangkau bagi pedagang dan pembeli dimanapun mereka berada karena transaksi tersedia 24/7.Siapapun saat ini memiliki kesempatan besar untuk mensejahterahkan dirinya sendiri dengan berbekal smartphone dan jaringan internet.

Penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat ditopang oleh konsumsi rumah tangga.Pada kuartal II-2023,konsumsi rumah tangga menyumbang mayoritas atau 53,31% dari total produk domestik bruto (PDB).Komponen pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTB) atau investasi memiliki kontribusi terbesar kedua.Yang ketiga adalah aktivitas ekspor barang dan jasa yang berkontribusi sebesar 20,25% terhadap ekonomi indonesia pada kuartal II-2023.
Berbicara tentang pertumbuhan ekonomi maka tidak terlepas dari peran UMKM sebagai tulang punggung ekonomi nasional.UMKM memiliki proporsi sebesar 99,99% dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia atau sebanyak 65,4 juta unit.UMKM sendiri berkontribusi sebesar 61,9% terhadap total PDB atau sekitar Rp 8.573 triliun,menyerap 97% tenaga kerja lokal atau 116 juta orang dan berkontribusi 15% terhadap ekspor nasional.Sayangnya mayoritas pelaku UMKM masih berskala mikro.Sebanyak 63.955.369 unit atau 99,62%  dari total unit usaha di Indonesia adalah usaha mikro.Sedangkan usaha kecil  hanya berjumlah 0,3% atau sebanyak 193.959 unit.Sementara unit usaha menengah dengan omzet sebanyak Rp 15-50 miliar per tahun hanya berjumlah 44.728 unit atau setara 0,07%.

Bagaimana dengan perusahaan besar?Hanya 0,01 persen atau 5.550 unit.Sayangnya,lagi,dalam 10 tahun terkahir komposisi UMKM ini tidak banyak berubah.Artinya,diperlukan upaya yang lebih serius agar UMKM kita bisa naik kelas.Dari yang sebelumnya ultra mikro naik menjadi mikro.Dari yang berskala kecil naik ke level menengah.UMKM adalah ekonomi rakyat,kehidupan rakyat dan harapan rakyat.Oleh karena itu sangat penting untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah bisa berkontribusi terhadap keberlanjutan UMKM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun