"Saya ingin anak-anak di Papua tahu bahwa meskipun kita hidup di perbatasan tidak akan pernah memusnahkan mimpi," Bhrisco Jordy Dudi PadatuÂ
Hidup di wilayah terpencil yang jauh dari ke-glamour-an kota metropolis bukanlah hal yang mudah dan murah.Bukan berarti tidak menyenangkan.Kebahagiaan pada dasarnya bisa diciptakan dimanapun kita berada.Sama halnya dengan pendidikan,lingkungan apapun bisa menjadi tempat belajar untuk mendidik diri menjadi pribadi yang tangguh,berkarakter kuat,bernalar kritis dan penuh ide kreatif.Mengembangkan kapasitas diri agar menjadi individu yang berkualitas adalah hak setiap orang yang dijamin dalam UUD 1945.
"Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,seni dan budaya,demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia," Pasal 28C Ayat 1.
Pada dasarnya pendidikan telah menjadi kebutuhan yang sangat vital bagi setiap manusia.Ada korelasi postif antara mereka yang memperoleh pendidikan dengan tingkat kesempatan kerja,angka pengangguran dan potensi kemiskinan.Dalam laporan BPS menyebutkan bahwa rata-rata rumah tangga miskin yang memiliki latar belakang lulusan Sekolah Dasar (SD) ke bawah memiliki tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan tingkat pendidikan lainnya.
Sayangnya tidak semua daerah di Indonesia memiliki fasilitas pendidikan yang memadai terutama di wilayah 3T (Terluar,Terdepan dan Tertinggal).Akibatnya,terjadi perbedaan kualitas antara peserta didik yang berada di pelosok dan di perkotaan.Di Mansinam,misalnya,pulau terluar dari Papua Barat ini masih bisa ditemukan anak SMP yang sama sekali belum mampu membaca.
"Bahkan menulis nama sendiri belum bisa,"kata Jordy penggagas Papua Future Project.
Keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan memang tidak sepenuhnya menghalangi seseorang untuk memperoleh edukasi.Memperlambat,memang,dan jika kondisi seperti ini terus terjadi dalam jangka waktu yang lama akan memperlebar kesenjangan pendidikan di pedalaman.Berlari mengejar ketertinggalan bukanlah hal yang mustahil tapi sangatlah berat dan melelahkan.Kita tidak ingin timbul keputusasaan dari orang-orang yang memiliki inisiatif untuk membantu membangun pendidikan dalam negeri.Sebaliknya,kesulitan-kesulitan yang dihadapi orang lain seyogyanya mengetuk hati dan pikiran kita untuk segera bergerak, bertindak,dan berkontribusi langsung mengisi ceruk yang ada.
Visi Pendidikan Indonesia 2035 adalah membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.Akses pendidikan yang belum merata,infrastruktur sekolah yang tidak memadai,kualitas tenaga pengajar yang kurang,kondisi geografis suatu wilayah,angka buta huruf yang masih tinggi adalah kerikil-kerikil yang harus dilewati Indonesia untuk bisa mewujudkan visi tersebut.
Untuk mendapatkan SDM yang unggul suatu Negara harus bisa menyediakan pendidikan yang berkualitas bagi warganya.Pendidikan tidak seharusnya menjadi 'barang' yang eksklusif dan terbatas.Siapapun,dimanapun dan kapanpun harus mempunyai akses terhadap dunia pendidikan.Tidak hanya dari segi finansial,mentalitas yang mapan juga bisa didapatkan melalui pendidikan yang berkualitas.
Pendidikan dalam hal ini artinya kita mempunyai cukup informasi tentang dinamika dunia serta segala problematikanya dan memiliki cukup 'amunisi'-pengetahuan- untuk mengatasi konflik yang ada.Akses pendidikan yang tidak merata menghilangkan kesempatan seseorang untuk memperoleh kehidupan yang lebih sejahtera.Hadirnya Papua Future Project menjadi pelita harapan baru bagi dunia pendidikan Indonesia terutama dari wilayah timur Nusantara.
Panggilan Hati Mewujudkan Mimpi
"Jadi kenapa kita tidak memulai gerakan itu dari kita sendiri?Apalagi kita masih muda!" Bhrisco Jordy Dudi Padatu
Setelah berkunjung kembali ke kampung halamannya,Manokwari,Papua Barat,ia tidak menyangka bahwa kondisi pendidikan disana tidak jauh berbeda seiring kepergiannya untuk menempuh pendidikan di ibukota,Jakarta.Ia terheran ketika berlabuh ke Pulau Mansinam,pulau terluar Papua Barat yang jaraknya sekitar 6 kilometer dari pusat kota Monokwari,dan menemukan masih terdapat banyak anak-anak,bahkan sudah SMP tapi belum mampu membaca dan menulis.
Ada kekhawatiran di benaknya bilamana anak-anak ini tidak terliterasi dengan baik maka ia akan lupa betapa bersejarahnya kampung halaman mereka.Apalagi pulau mansinam adalah pusat peradaban dan keberagamaan di tanah papua.Di sanalah injil bermula berlabuh lalu menyebarkan ajarannya.Setiap tahunnya pada tanggal 5 Februari,ribuan orang berbondong-bondong datang ke Mansinam untuk merayakan hari ulang tahun perkabaran injil.
"Bagaimana mereka bisa tahu (nilai sejarah dan leluhur) jika membaca saja tidak bisa?"kata Jordy pada Talkshow Good Movement by GNFI.
Bhrisco Jordy Dudi Padatu,atau yang akrab di sapa Jordy adalah putra daerah Papua yang memiliki pengalaman dan menyaksikan secara langsung kesenjangan antara pendidikan di kota dan di pedalaman.Papua Future Project bisa dikatakan adalah proyek nurani dari seorang anak muda yang merasa risih,gelisah,iba,empati dan sangat cinta terhadap dunia pendidikan.
Kesulitan yang dialami anak-anak papua untuk memperoleh pembelajaran yang berkualitas dan berkelanjutan mengusik hatinya.Ia mencari jalan bagaimana caranya agar anak-anak ini meskipun berada diperbatasan bahkan paling terluar dari wilayah timur Indonesia bisa mendapatkan edukasi dan literasi yang layak ditengah fasilitas pendidikan yang serba terbatas.
Di pulau Mansinam hanya terdapat satu sekolah dasar.Para guru harus menempuh waktu sekitar 20-30 menit tergantung cuaca dan ketersediaan kapal untuk menyeberang.Sebenarnya terdapat kapal yang disediakan sebagai sarana transportasi untuk menunjang pendidikan para anak-anak di pulau.Namun,karena kondisi ekonomi yang sulit terkadang membuat para orang tua yang kebanyakan berprofesi sebagi pelaut 'terpaksa' menggunakannya untuk mencari nafkah.Hal inilah yang membuat Jordy dan kawan-kawan memilih untuk menyewa kapal sebesar 250 ribu -300 ribu rupiah untuk sekali jalan.Ia tidak ingin membuat anak-anak menunggu dan waktu belajar menjadi berkurang.Sementara ia juga harus berkeliling ke kampung-kampung untuk mensosialisasikan tentang pentingnya pendidikan, literasi,edukasi dan menjaga kesehatan.
Lalu,apa sebenarnya Papua Future Project itu dan pentingnya bagi masa depan anak-anak Papua?
"Anak muda menjadi contoh,tonggak perubahan," Bhrisco Jordy Dudi Padatu
Papua Future Project adalah sebuah komunitas anak muda berbasis projek yang didirikan guna untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan literasi dari anak-anak papua dan merupakan wadah bagi pemuda pemudi seluruh Indonesia dalam mengembangkan keterampilan dan pengalamannya dengan menjadi guru volunteer di Papua.
Didirikan sejak Juli tahun 2021 komunitas ini secara khusus mengangkat isu literasi pendidikan bagi anak-anak yang berada di daerah 3T (Terluar,Terdepan dan Tertinggal) khsususnya wilayah administratif Papua Barat.Suatu privileged bagi kita yang semenjak anak-anak memiliki banyak pilihan untuk bersekolah dimana,yang bahkan dilengkapi prasarana pembelajaran yang lengkap serta tidak perlu menyebrangi ombak dan lautan untuk belajar abjad dan enumerasi.
Hal yang berbeda dialami oleh anak-anak Papua terutama yang berada di pedalaman.Akses literasi menjadi sangat sulit karena tidak ditemukan perpustakaan.Hanya terdapat satu sekolah negeri dengan prasarana yang begitu terbatas.Bahkan ada SMP yang hanya terdapat 3 sampai 4 siswa didalamnya.Ruang belajar yang kosong juga kadang ditemui.Guru-guru datang hanya tiga bulan sekali. Pembelajaran biasanya dimulai dari jam 9 pagi sampai jam 11 siang.Bisa dibayangkan dengan durasi yang sangat sebentar,tidak dilaksanakan tiap hari,dengan jumlah guru yang sangat sedikit,bagaimana adik-adik kita di Papua bisa memperoleh pembelajaran yang maksimal?
Setiap minggunya ada 3 sampai 4 volunteer dari Papua Future Project yang mengajar 80 sampai 90 anak.Bahkan bisa lebih dari itu.Karena di seberang pulau Mansinam ada pulau Lemon.Tidak ada sekolah di pulau lemon jadi anak-anak disana harus naik kapal ke mansinam untuk bisa ikut belajar bersama anak-anak lainnya.Yang menyejukkan adalah anak-anak disana begitu antusias menyambut kehadiran para kakak-kakak volunteer.Jordy selalu tersentuh melihat ternyata begitu banyak anak-anak di Papua yang memiliki semangat untuk terus belajar ditengah keterbatasan yang ada.Letak geografis,infrastruktur literasi yang minim,serta kualitas dan kuantitas tenaga pendidik merupakan beberapa contoh persoalan yang dihadapi pendidikan di Papua.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 17 menyebutkan bahwa pada jenjang SD, SMP, dan SMA idealnya satu guru bertanggung jawab terhadap 20 murid. Sedangkan di Provinsi Papua, satu guru bertanggung jawab terhadap 24 murid.Rasio guru-murid yang tidak ideal ini tentunya akan mempengaruhi keefektifan pembelajaran.Distribusi dan pemerataan tenaga pendidik yang berkualitas memang menjadi salah satu persoalan yang di hadapi dalam industri pendidikan.
Tidak hanya fokus untuk menyediakan akses pendidikan yang inklusif melalui program bimbingan belajar literasi gratis dan donasi buku bacaan kepada anak-anak asli Papua yang tinggal di daerah,Papua Future Project juga melakukan pelatihan terhadap para pendidik lokal agar metode pembelajaran yang dilakukan bisa lebih efektif.Seperti kata Jordy,starting point sektor pendidikan di Papua berbeda dibanding daerah lain.Sangat kompleks.Angka buta huruf masih sangat tinggi.Alih-alih mengikuti standar kurikulum nasional,kondisi di Papua membutuhkan kurikulum yang lebih bersifat kontekstual.
Berdasarkan Susenas BPS RI 2020,Papua merupakan provinsi dengan tingkat buta aksara tertinggi yaitu 22,03%.ABH (Angka Buta Huruf) penduduk Papua usia 15 tahun ke atas tersebut masih jauh di atas rerata nasional yang hanya 3,96%.Artinya 1 dari 4 penduduk Papua masih belum bisa membaca dan menulis.
Proses belajar dan mengajar harus bisa menjadi kegiatan yang menyenangkan.Membuat anak-anak tetap duduk,diam,dan hanya mendengarkan tidak mudah.Oleh karena itu, Papua Future Project melakukan kegiatan belajar sambil bermain.Contohnya dengan membuat ular tangga raksasa yang tiap kolomnya terdapat pertanyaan yang harus dibaca oleh anak-anak jika ingin melompat ke tangga berikutnya.
"Karena kita tidak bisa memaksakan anak-anak ini untuk belajar formal,karena memang aduh susah,ngga bisa,dia hari ini belajar besok lupa.Jadi gimana kita menciptakan pembelajaran itu sebagai sesuatu yang menyenangkan,"ucap Jordy
Saat ini Papua Future Project melakukan banyak kerjasama dengan para pakar,dosen-dosen,UNICEF Indonesia,HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) dalam mengusung konsep pembelajaran holistik yang dirasa tepat bagi anak-anak di Papua.Jadi tidak hanya memuat nilai-nilai adat,tetapi juga memberikan kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan,pemanfaatan teknologi,bahasa inggris,dan pendidikan karakter.Para pendidik lokal perlu diberikan pelatihan-pelatihan agar memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang metode pembelajaran terbaik yang cocok bagi anak-anak di pedalaman Papua.
Apresiasi SATU Indonesia Award
"Love Language yang dikasih sama anak-anak pada saat mengajar itu selalu menjadi motivasi terbesar aku untuk terus berkontribusi," Bhrisco Jordy Dudi Padatu
Berkat kegigihan dan kesabarannya dalam mewujudkan pendidikan yang lebih inklusif di tanah Papua,Bhrisco Jordy yang dijuluki sebagai 'Penyuluh Pelita dari Pulau Mansiman' mendapatkan penghargaan sebagai Generasi Muda Inspiratif 13th Semangat  Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Award pada tahun 2022 dalam bidang pendidikan.Ia sama sekali tidak menyangka dari 13.459 total peserta ia terpilih menjadi salah satu dari enam penerima  apresiasi Astra.
Jordy sangat bersyukur karena sejak mendapatkan penghargaan tersebut akhirnya komunitas yang ia gagas di notice oleh pemerintah setempat dan diliput oleh banyak media.Bahkan gubernur Papua Barat turut serta mengikuti event yang dilaksanakan oleh Papua Future Project.Bantuan-bantuan dari berbagai pihak mulai berdatangan karena exposure yang lebih luas atas kegiatan yang ia jalankan.Papua Future Project kini bisa menjangkau lebih banyak lagi anak muda untuk ikut serta dalam membantu pemerataan pendidikan.
Tentu saja pencapaian ini tidaklah tanpa rintangan.Jordy sempat bekerja selama dua bulan sebagai barista dan waiter di salah satu kafe lokal di Monokwari.Saat itu sedang pandemi sehingga ia memutuskan untuk kembali ke Papua.Penghasilan yang ia dapatkan dari bekerja dipergunakan untuk mendanai komunitas Papua Future Project yang ia bentuk.Seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa ia membutuhkan 250 ribu sampai 300 ribu rupiah setiap kali berangkat ke pulau mansinam.Terkadang Jordy dan kawan-kawan juga membawakan cemilan untuk dinikmati oleh anak-anak yang akan belajar.
Ada satu hal yang sangat sulit menurut Jordy dalam mempertahankan Papua Future Project ini.Yaitu mengajak anak muda untuk ikut serta menjadi volunteer.
"Sangat sulit sekali karena tidak ada cuannya,"ucap Jordy sambil sedikit tertawa.
Saat ini Papua Future Project memiliki 250 volunteer yang datang dari berbagai sudut wilayah Indonesia.Karena menerapkan asynchronous learning jadi anak-anak muda yang memilki passion untuk mengajar dan ingin turut serta membantu literasi pendidikan di Papua bisa membuat video mengajar tanpa harus datang langsung ke Papua.Nantinya video tersebut akan di putar sekaligus memperkenalkan kepada anak-anak apa itu laptop dan bagaimana cara mengetik.Para volunteer juga akan mendapatkan certificate of appreciation dan recommendation later selama mengikuti proses mengajar.
Papua Future Project tidak hanya fokus untuk meningkatkan kualitas pendidikan formal dan informal di wilayah terpencil,namun juga aktif dalam bidang kesehatan.Mereka mengunjungi rumah sakit,membagikan bingkisan,balon-balon ulang tahun agar tercipta rumah sakit yang ramah anak.Mereka juga melakukan training kepada pengajar lokal tentang bagaimana cara mengajar yang baik,apa yang harus di ajarkan,silabus pendidikan dan hal-hal lainnya yang bisa membantu meningkatkan kualitas tenaga pengajar lokal.
Sampai hari ini Papua Future Project (PFP) telah menjangkau 14 kampung di Papua Barat dan Papua Barat Daya serta 8 kabupaten kota.Sebanyak 725 anak-anak Papua telah mendapatkan manfaat dari pojok membaca (perpustakaan mini) dan belajar literasi gratis.Di tahun 2025 diharapkan lebih banyak lagi kampung yang terjangkau dan bisa terbangun 100 pojok membaca.
Jordy berharap kedepannya Papua Future Project bisa menjadi Lembaga Masa Depan Papua.Jangkauannya akan jauh lebih luas ketika berbentuk badan formal sehingga lebih banyak lagi anak-anak yang memperoleh manfaat.Seperti kata Jordy bahwa pemerintah memiliki keterbatasan,jadi mengapa gerakan itu tidak kita mulai dari diri sendiri apalagi kita masih muda.Anak muda harus bisa menunjukkan bahwa ia juga bisa berkontribusi bagi pembangunan negeri.
Jordy merupakan alumni Presiden University jurusan International Relation and Affairs.Meskipun telah merasakan nikmatnya tinggal di kota ia tidak lupa kembali ke kampung halamannya demi tersedianya akses pendidikan yang lebih merata bagi anak-anak Papua.Dengan moto "Every Child Matters", program ini berfokus dalam menyediakan akses pendidikan secara inklusif sebagai target jangka panjang melalui program bimbingan belajar literasi gratis dan donasi buku bacaan kepada anak-anak asli Papua yang tinggal di daerah dengan angka buta huruf yang tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H