CRITICAL REVIEW
Judul
Kesetaraan Gender Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia
Penulis
Samsul Arifin
Publikasi
28 Februari 2018, direvisi 20 Maret 2018, di setujui 30 Maret 2018
Preview
- Fitriani
- Putri Astina Rohmiati
NIM
- FEBI.11.21.009
- FEBI.11.21.019
Konsep "gender" mengacu pada sistem peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis melainkan oleh konteks sosiokultural, politik, dan ekonomi. Kesetaraan status, kesempatan, dan kemampuan antara laki-laki dan perempuan untuk melaksanakan hak asasi manusia mereka dan berkontribusi pada pertumbuhan politik, sosial, ekonomi, dan budaya negara mereka disebut sebagai kesetaraan gender. Ciri khas tercapainya kesetaraan dan keadilan gender adalah tidak adanya diskriminasi terhadap laki-laki dan perempuan dalam hal peluang keterlibatan, kendali atas pembangunan, dan perolehan manfaat pembangunan yang adil dan merata (Hubies, 2010).
Kekhawatiran mengenai perilaku pantas bagi perempuan di ruang publik dan di rumah tidak akan pernah hilang. khususnya pada masa kemerdekaan dan reformasi Orde Baru. Hal ini merupakan hasil dari kesepakatan luas bahwa reformasi termasuk dalam bidang hubungan gender adalah suatu keharusan. Istilah "ketidaksetaraan gender" telah banyak digunakan untuk menggambarkan situasi perempuan yang kurang beruntung, terpinggirkan, dianggap inferior, dan istilah-istilah terkait lainnya. Alasannya jelas: perempuan merupakan bagian yang lebih besar dalam populasi global dibandingkan laki-laki, sehingga menjadikan mereka lebih melimpah sebagai sumber daya manusia (Ratna Megawangi, 1999). Namun, persentase perempuan yang bekerja di pemerintahan umumnya jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki, terutama di beberapa daerah.
Kesetaraan gender sangat penting karena menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai posisi yang sama dalam masyarakat. Dengan kata lain, disparitas gender akan berkurang karena adanya kesetaraan gender (Sitorus, 2016). Ketidaksetaraan gender diartikan sebagai "kumpulan masalah yang berbeda dan saling terkait" oleh Arora (2012). Ia menyatakan bahwa beragam permasalahan di sini dapat mencakup ketidakadilan dalam kelahiran, ketidakadilan dalam kematian, kesenjangan dalam fasilitas, ketimpangan akses terhadap pelatihan dan pendidikan profesional, dan lain-lain.
Statistik menunjukkan bahwa kesetaraan gender di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar dan merugikan terhadap kemiskinan sekaligus memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (Samosir & Toersilaningsih, 2004). Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi atau pendapatan per kapita serta kualitas sumber daya manusia. Program-program pembangunan ini ditujukan untuk seluruh masyarakat, tanpa memandang gender, kebangsaan, atau agama. Sementara itu, ketika terdapat kesenjangan peran antara laki-laki dan perempuan sebagai pelaku dan penerima manfaat pembangunan, implementasi upaya-upaya tersebut terus mengabaikan kepedulian terhadap keadilan dan kesetaraan gender. Faktanya, kontribusi perempuan dalam pelaksanaan proyek pembangunan belum mencapai potensi maksimalnya. Buruknya kualitas sumber daya perempuan di bidang ketenagakerjaan, kesehatan, dan pendidikan menjadi akar permasalahannya. Selain itu, terdapat peningkatan minat untuk pindah ke luar negeri untuk mencari pekerjaan karena semakin terbatasnya lapangan pekerjaan di negara ini. Motivasi utama para pekerja Indonesia yang mencari pekerjaan di luar negeri adalah kesempatan untuk mendapatkan gaji yang lebih besar dibandingkan jika mereka bekerja di rumah.
Indonesia masuk dalam 10 besar negara Asia dalam hal kesetaraan gender. Empat ukuran kesetaraan gender adalah politik, kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Selanjutnya tentang langkah-langkah politik yang menyangkut partisipasi politik perempuan. Keterlibatan perempuan dalam politik sangatlah penting karena akan meningkatkan kemampuan, potensi, dan kompetensi masyarakat melalui pertumbuhan berkelanjutan. Namun, suara dan partisipasi perempuan dalam posisi kepemimpinan termasuk di parlemen internasional dan lembaga eksekutif pemerintah masih belum memadai. Partisipasi politik dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, namun beberapa contohnya adalah memberikan suara, menghadiri acara politik, bergabung dengan partai yang aktif, dan memegang jabatan (Verba et al., 1995).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H