Al-Farabi mungkin mengenal Al-Farabi hanya sebatas seorang filosof muslim saja, yang banyak menuliskan pemikirannya seputar aspek filosofis, tanpa pernah memfokuskan diri pada aspek lainnya, terutama dalam konteks ini mengenai Pendidikan Islam.Â
Selama ini, sebagian besar diantara muslim yang awam pengetahuannya tentangPemahaman yang demikian nampaknya tidaklah benar. Dalam beberapa karyanya, ternyata Al-Farabi juga mencurahkan buah pikirannya seputar Pendidikan Islam. Sejarah kehidupan Al-Farabi menunjukan bahwa dalam melahirkan beberapa karya besarnya, Al-Farabi terinspirasi dari tulisan sejumlah filsuf yunani, seperti Plato. Salah satu karya besar Plato yang dipelajari dengan serius oleh Al-Farabi adalah bukunya yang berjudul "Republic". Buah pikiran Plato yang ada dalam buku tersebut dirangkum oleh Al-Farabi, kemudian ia melahirkan pemikirannya sendiri mengenai beberapa item terkait Pendidikan Islam.Â
Pemikiran filosofis Pendidikan Islam Al-Farabi secara umum tercantum dalam karyanya yang berjudul "Risalah fi al-'Aql". Buku ini menguraikan secara panjang lebar mengenai konsep akal (Intelijensia) dalam perspektif Al-Farabi. Menurutnya, akal itu dapat digolongkan kedalam 4 dimensi atau bentuk, yaitu :
1. Akal Potensial (Potential intellect / 'Aql bi al-quwwa)
2. Akal Aktual (Actual intellect / 'Aql bi al-fi'l)
3. Akal Capaian (Acquired intellect / 'Aql mustafad)
4. Akal Aktif (Active intellect / 'Aql al-fa'al)
A. Tujuan Pendidikan Menurut Al-Farabi
Mengenai tujuan pendidikan, Al-Farabi memandang pendidikan sebagai salah satu elemen atau fenomena yang penting dalam kehidupan sosial. Ia memandang bahwa pendidikan itu mesti diberikan sedini mungkin dalam rangka menyiapkan anggota masyarakat yang memperoleh keberuntungan (a beneficial member of society). Seluruh aktifitas pendidikan harus diarahkan kepada usaha transfer nilai , pengetahuan dan keterampilan praktis yang dilaksanakan dalam periode dan budaya tertentu.Â
Lebih lanjut, Al-Farabi menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membimbing tiap-tipa individu kearah kesempurnaan hidup, karena manusia memang diciptakan untuk tujuan ini. Keberadaan manusia di dunia adalah untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesempurnaan hidup tertinggi . Mneurut Al-Farabi, manusia sempurna (Al-insan al-kamil) adalah orang yang memiliki teoritis kebajikan, pengetahuan intelektual dan moral praktis, yang kemudian diterapkan secara sempurna dalam tingkah lakunya sehari-hari. Dalam pandangan Al-Farabi pendidikan merupakan kombinasi dari kegiatan belajar dengan tindakan praktis, pengetahuan yang didapatkan harus diaplikasikan dalam kehidupan nyata.Â
Kesempurnaan manusia ditulis Al-Farabi dalam Mabadi' 'Ara Ahl-al-madinah al-Fadhilah adalah sesuai dengan watak alamiah manusia itu sendiri, tidak akan tercapai apabila tidak adanya interaksi sosial dengan manusia lain. Interaksi ataupun kerjasama itu mempunyai 3 bentuk yaitu kerjasama antar penduduk dunia pada umumnya, kerjasama dalam suatu komunitas (ummah), dan kerjasama antar penduduk kota (madinah).Â
B. Konsep Tentang Nilai
Menurut Al-Farabi, pembinaan dan tegaknya moralitas dalam masyarakat merupakan bagian dari tujuan pendidikan. Dalam pandangannya, kehidupan masyarakat akan tenang dan teratur apabila terciptanya keseimbangan moral dalam masyarakat tersebut. Untuk mendapatkan hal yang demikian, dalam pandangannya hanya dapat ditempuh dengan adanya pendidikan. Apabila nilai-nilai moral hilang dari masyarakat, maka kehidupan masyarakat tersebut akan rusak.
C. Metodologi Pengajaran
Terkait dengan metodologi pembelajaran, Al-Farabi menjelaskan bahwa itu secara umum dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu masyarakat elit dan masyarakat umum. Al-Farabi menjelaskan bahwa pendidikan diperlukan untuk semua warga negara, dengan tidak adanya pendidikan maka tidak ada seorangpun akan mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan hidup. Pendidikan harus diberikan kepada semua masyarakat , namun metode pengajaran harus diseuaikan menurut kelompok tertentu. Metode pengajaran dapat dijalankan dalam berbagai variasi sesuai materi ajar. Misalnya, untuk mengajarkan tentang konsep kebajikan yang bersifat teoritis, maka dalam hal ini dapat diadopsi metode demonstrasi. Sementara itu, untuk mengajar seni dan kerajinan tangan maka metode yang dapat diadopsi yaitu metode persuasi. Penggunaan metode ceramah dapat dipadukan dengan metode demonstrasi.Â
Al-Farabi juga memperkenalkan metode dialog dan diskusi dalam pengajaran , metode ini nampaknya terinspirasi dari Plato, dan bahkan ia menganggap metode ini penting diterapkan dalam pengajaran. Ia menekankan bahwa ketika berbicara kepada seseorang, kita harus memahami tingkat pemahaman mereka, agar apa yang kita bicarakan dipahami oleh mereka. Mengenai cara seseorang memperoleh pemahaman, Al-Farabi dalam  bukunya Al-Alfaz menjelaskan bahwa pemahaman seseorang itu diperoleh lewat mendengar apa yang disampaikan oleh pengajar (Metode ceramah) dan dengan cara mencontoh apa yang dipraktikkan oleh seorang pengajar, setelah ia mengobservasi apa yang dilakukan oleh pengajar. Metode ini bisa disebut sebagai metode Imitasi atau pemodelan. Dalam pandangan Al-Farabi, imajinasi memiliki posisi penting dalam pendidikan. Penggunaan metode pemodelan atau imitasi dapat mengembangkan imajinasi pembelajar, karena pembelajaran tersebut menghasilkan suatu kesan imajinatif pada diri pembelajar. Berikutnya, Al-Farabi juga memperkenalkan metode Habituasi (Pembiasaan) dalam pengajaran.  Â
Kompetensi dan karakteristik guru menurut Al-Farabi, seorang guru harus menjunjung tinggi moralitas dan menerapkannya dalam kehidupan nyata, serta guru harus senantiasa terus belajar. Guru haruslah mempunyai karakter yang baik dan senantiasa menjadi pencari ilmu dan kebenaran. Profesi guru harus dijalankan secara sukarela (ikhlas) tanpa merasa terbebani dan terpaksakan. Seorang guru harus memenuhi persyaratan ilmiah dan pendidikan berupa Penguasaan atas seni (konteks sekarang mungkin spesialisnya) dan aturan (nilai moral). Seorang guru harus memiliki keterampilan untuk mendemonstrasikan materi ajar, serta memiliki kemampuan untuk memberikan pemahaman yg baik kepada seseorang yang diajarkan.
D. Kurikulum
Al-Farabi dianggap sebagai filosof muslim pertama yang mengklasifikasikan ilmu dan pembelajaran. Dalam pandangan Al-Farabi, pembelajaran harus dimulai dengan mengajarkan murid tentang bahasa beserta strukturnya. Menurutnya, bahasa adalah instrumen yang cukup penting dalam pendidikan, karena dengannyalah siswa dapat mengekspresikan dirinya seperti orang yang berbicara dihadapannya. Tanpa adanya kemampuan berbahasa, siswa akan sulit memahami pembicaraan orang atau ia akan sulit untuk memberikan pemahaman kepada orang lain.Â
Setelah aspek bahasa, berikutnya materi yang harus diajarkan adalah logika, matematika, ilmu alam, teologi, kewarganegaraan (ilmu politik), fiqih, dan teologi akademis. Nampaknya, dalam melakukan klasifikasi mata pelajaran berikut penjenjangannya seperti tersebut diatas, Al-Farabi juga terpengaruh dengan beberapa pemikiran Plato, meskipun tentu pemikiran yang kemudian dilahirkannya tidak persis sama dengan pemikiran Plato.Â
E. Evaluasi Pembelajaran
Dalam pandangan Al-Farabi, evaluasi pembelajaran penting dilaksanakan dalam setiap pengajaran untuk mengetahui tingkat kemampuan, pemahaman dan keterampilannya setelah melewati satu jenjang masa pengajaran atau pelatihan.Â
Nah, itulah beberapa pemikiran Filosofis Pendidikan Islam menurut Al-Farabi yang membahas mulai dari tujuan dari pendidikan sampai begitu pentingnya sebuah evaluasi dalam pembelajaran. Semoga dari artikel ini dapat menjadi panduan atau acuan yang bermanfaat untuk para guru atau pendidik pada khususnya, dan untuk kita semua pada umumnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H