Penguasa untuk Menciptakan Kesejahteraan Rakyat, atau Rakyat Diciptakan untuk Menyejahterakan Penguasa ?
Pemerintahan orde baru cukup memberikan kisah pilu dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Bukan hanya masalah perpolitikan yang sangat tidak pro terhadap rakyat, namun juga perekonomian yang menyengsarakan. Sejatinya sejak Juli 1997 mulai terjadi gejala pelemahan system moneter yang menggoncang sendi-sendi ekonomi dan politik nasional.
Dalam ruang lingkup perbankan, krisis moneter akan menimbulkan kesulitan likuiditas yang luar biasa akibat hancurnya Pasar Uang antar Bank (Dalam Dokumen yang Dikeluarkan oleh Unit Khusus Museum Bank Indonesia, 2008). Sebagai lender of the last resort BI harus mengambil peran untuk mempertahankan kestabilan sistem perbankan dan pembayaran untuk mempertahankan kelangsungan ekonomi nasional.
Kemudian pada tahun 1998 bukti kesengsaraan rakyat Indonesia menjadi semakin menyedihkan dengan kejadian krisis moneter yang melanda sistem perekonomian Indonesia. Pada saat itu, nilai rupiah mencapai perbandingan Rp16.000,00 per dolar amerika serikat.
Nilai rupiah yang anjlok tidak hanya berdampak pada perekonomian namun pada seluruh sendi-sendi pemerintahan. Jauh sebelum terjadinya krisis moneter, pemerintah ataupun penguasa sejatinya telah memberi kontribusi preventive dalam menghadapi permasalahan perekonomian dengan  pembentukan Bank Indonesia pada tahun 1953 sebagai pengganti fungsi dan peran De Javasche Bank.
Rakyat dalam konsep negara demokrasi, yang seharusnya mendapatkan pelayanan terbaik kini seolah-olah bagaikan singa yang tidak bertaring. Pelemahan rupiah yang terus-menerus terjadi akan mengakibatkan krisis moneter kedua. Kekhawatiran ini pun didukung dengan data pelemahan rupiah yyang meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (2018:3) menyatakan pada tahun 2005 rupiah berada di perbandingan Rp10.854 per dolar AS dan tahun 2018 yang mencapai Rp15.002 per dolar AS.
Walaupun nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (USD) melemah, sepertinya rupiah belum memasuki zona krisis yang kritis. Hal ini dibuktikan dengan belum terlihatnya kepanikan luar biasa di pasar uang (money market) khususnya pasar valuta asing (foreign exchange money market).
Pelaku ekonomi dan investor memang mulai khawatir dan getir, tetapi belum dalam tensi yang tinggi. Tingkat likuiditas dollar Amerika (USD) di pasar kelihatan masih dalam taraf normal karena rentang beli (bid) dan rentang jual (offer) di kisaran 5-10 poin (Mahmud, Jurnal Lentera Akuntansi,2,November 2016, 27). Sebagai salah satu penerima amanat penguasa yang tercantum didalam UU No.23 tahun 1999, bahwa Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Independen bertugas untuk mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah.
Bank Indonesia sebagai perpanjangan tangan penguasa telah berupaya semaksimal mungkin dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Hal ini dibuktikan dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Nasution (jurnal UINSU, April 2018) menyebutkan Bank Indonesia mengeluarkan Kebijakan Fiskal, yang merupakan salah satu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah guna mengelola dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik atau yang diinginkan dengan cara mengubah atau memperbaiki penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Salah satu hal yang ditonjolkan dari kebijakan fiskal ini adalah pengendalian pengeluaran dan penerimaan pemerintah atau negara. Selain itu Bank Indonesia juga mengeluarkan Kebijakan Moneter yang merupakan peraturan dan ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas moneter (bank sentral) untuk mengendalikan jumlah uang beredar.