Baliung memiliki harum dan tekstur yang khas. Dalam pembuatan baliung tidak menggunakan bahan pengawet, tanpa garam ataupun bumbu penyedap lainnya. Melihat dari tahapan tersebut pasti berpikir bahwa membuat baliung sangat mudah tetapi dalam kenyataannya dalam pembuatan baliung masih ada saja yang mengalami kegagalan seperti masih mentah dalamnya ataupun tidak mengeluarkan bau yang khas. Banyak masyarakat yang dalam pembuatan baliung tidak selalu berhasil misalkan tahun kemarin dalam pembuatan baliung berhasil sedangkan tahun sekarang tidak berhasil padahal proses pembuatannya sama.
Pada puncak acara, upacara diawali dengan mengunjungi makam Eyang Buyut Jambon yang berada dimakan lame dengan para rombongan yang terdiri dari para sesepuh, pejabat di lingkungan sekitar desa, pemuka adat, serta masyarakat setempat. Kegiatan itu dilakukan untuk hadoroh kepada para leluhur Sunia Baru. Setelah itu, acara selanjutnya yaitu panglaksaan yang dilakukan di balong gede atau balong panglaksaan yang merupakan puncak ritual dengan membuat baliung dengan cara ditekan menggunakan alat khusus.Â
Alat untuk menekan baliung ini sudah ada sejak jaman dahulu yang dibuat khusus dan sampai sekarang masih terjaga dan disimpan dengan baik di sesepuh setempat. Setelah dilakukan gencetan maka baliung akan menjadi seperti bakmi. Ritual tersebut diiringi dengan musik tradisional sunda juga dengan menyanyikan lagu seperti lagu kembang gadung, kembang tanjung, kembang berem dsb. Juga dipimpin oleh sesepuh setempat sebagai lengser yang memakai karembong lokcan sebagai alat penarinya. Karembong lokcan merupakan peninggalan Nyai Runday Kasih yang sudah berumur ratusan tahun dan hanya dipakai pada saat upacara pareresan.Â
Dalam melaksanakan gencatan baliung tidak sembarangan orang yang dapat melakukannya karena proses ini hanya dikerjakan oleh orang tertentu beserta keturunanya. Setelah acara itu, diadakan ngoyok di balong gede dan terdapat juga acara lainnya seperti jaipongan dan dangdutan serta hiburan lainnya. Pada malam hari biasanya diadakan siraman rohani dan ataupun wayang golek. Selain itu, juga diadakan pertandingan volli dan hiburan lainnya.
Salah satu mitos yang dipercayai masyarakat bahwa jika acara pareresan ini tidak dilaksanakan maka akan terjadi malapetaka dan musibah yang akan berpengaruh kepada hasil panen masyarakat. Tentunya akan merugikan semua pihak dan membyuat pemasukan warganya turun drastis. Akan tetapi, terlepas dari mitos tersebut, para generasi sekarang menganggap bahwa pareresan adalah sebuah warisan budaya yang harus kita lestarikan dan juga merupakan sebuah bentuk tradisi yang memiliki makna berupa unkapan rasa syukur kepada allah swt atas hasil panen yang telah dilimpahkan kepada masyarakat desa sunia baru. Tak hanya itu, dengan upacara pareresan ini diharapkan agar semua lapisan masyarakat selalu terus melestarikan kearifan lokal terkhusus kepada generasi penerus.