Mohon tunggu...
Fitriana
Fitriana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Sedang mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Alasan Shaf Shalat Bercampur antara Laki-laki dan Perempuan pada Saat Shalat Id di Pondok Pesantren Zaytun

10 Mei 2023   23:33 Diperbarui: 10 Mei 2023   23:46 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Shalat Id merupakan salah satu kegiatan yang sangat dinantikan oleh umat Muslim di seluruh dunia. Kegiatan ini terdiri dari hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Selain di masjid, shalat Id juga sering dilaksanakan di lapangan atau di tempat-tempat tertentu, seperti pondok pesantren. Shalat Id di Pondok Pesantren Zaytun di tahun ini menarik perhatian banyak orang salah satu alasannya karena dilaksanakan dengan menggabungkan shaf laki-laki dan perempuan.

Penggabungan shaf laki-laki dan perempuan dalam shalat Id ini telah menuai kontroversi di kalangan umat Muslim. Ada yang setuju dengan keputusan tersebut, tetapi ada juga yang menentangnya. Salah satu alasan mengapa shaf laki-laki dan perempuan di Pondok Pesantren Zaytun digabungkan saat shalat Id karena mereka berprinsip bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama menjadi makmum dalam shalat. Oleh karena itu, menurut mereka tidak ada alasan bagi mereka untuk dipisahkan dalam shaf.  Ayat yg mendasari shalat Id di Pondok Pesantren zaytun mencampur shaf perempuan dan laki-laki adalah Surah Al-Mujadilah ayat 11

 

Artinya :

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. 

Menurut Imam Nawawi dalam kitabnya "Riyadhus Shalihin", ayat ini menunjukkan tentang keutamaan dan tata cara bergaul dalam kehidupan sosial dan keagamaan umat Islam. Para ulama tafsir menyatakan bahwa ayat ini turun ketika seorang laki-laki yang tidak dianggap baik di mata masyarakat meminta tempat duduk di majlis Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabat beliau.

Dalam konteks tersebut, Imam Nawawi menjelaskan bahwa ayat ini memberikan tiga nasihat penting bagi umat Islam:

1. Ketika diminta memberikan tempat di majlis, maka hendaknya memberikan tempat dengan sukarela dan tanpa merasa terpaksa. Hal ini menunjukkan akhlak mulia dan sikap rendah hati seorang Muslim.

2. Jika diminta berdiri, maka hendaknya segera berdiri dengan hormat dan tanpa rasa enggan. Hal ini menunjukkan kepatuhan dan penghormatan terhadap yang meminta.

3. Allah SWT akan memberi balasan yang lebih baik bagi orang yang melaksanakan nasihat dalam ayat ini, baik itu berupa pahala di dunia maupun di akhirat.

Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini juga mengajarkan umat Islam untuk selalu memiliki akhlak yang baik dan bersikap hormat terhadap orang lain, terlebih lagi terhadap sesama Muslim dan orang yang lebih tua atau memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Selain itu, ayat ini juga menekankan pentingnya ilmu pengetahuan dan keutamaan para ulama dalam Islam.. Para ulama tafsir menyatakan bahwa ayat ini turun ketika seorang laki-laki yang tidak dianggap baik di mata masyarakat meminta tempat duduk di majlis Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabat beliau.

Maka berdasarkan hal tersebut sudah sangat jelas bahwa ayat ini tidak menjelaskan mengenai shaf dalam sholat melainkan ayat ini menunjukkan tentang keutamaan dan tata cara bergaul dalam kehidupan sosial dan keagamaan umat Islam.

Selain itu Ustadz Adi Hidayat, seorang dai yang populer di Indonesia, juga memberikan tanggapannya terkait keputusan Pondok Pesantren Zaytun untuk menggabungkan shaf laki-laki dan perempuan. Menurutnya, keputusan ini bukanlah sebuah inovasi dalam Islam, melainkan sebuah bid'ah. Ia menegaskan bahwa Islam memiliki aturan-aturan yang jelas mengenai pemisahan antara laki-laki dan perempuan saat beribadah. 

Sebagai lembaga keagamaan, MUI memiliki kewenangan untuk memberikan pandangan dan fatwa terkait masalah-masalah keagamaan, termasuk kebijakan penggabungan shaf laki-laki dan perempuan dalam shalat jamaah di Pondok Pesantren Zaytun. Dalam pandangan MUI, kebijakan tersebut tidak sesuai dengan tata cara shalat yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam.

Menurut pandangan MUI, sebagai lembaga keagamaan yang memiliki kewenangan untuk memberikan pandangan dan fatwa terkait masalah-masalah keagamaan, termasuk kebijakan penggabungan shaf laki-laki dan perempuan dalam shalat jamaah di Pondok Pesantren Zaytun. Dalam pandangan MUI, kebijakan tersebut tidak sesuai dengan tata cara shalat yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam, shalat jamaah dalam Islam dilakukan dengan memisahkan shaf antara laki-laki dan perempuan. Hal ini bertujuan untuk menjaga khusyuk dan konsentrasi dalam beribadah serta menghindari hal-hal yang dapat mengganggu khusyuk, seperti godaan syahwat atau pandangan yang tidak senonoh. Oleh karena itu, kebijakan penggabungan shaf laki-laki dan perempuan dalam shalat jamaah di Pondok Pesantren Zaytun tidak sesuai dengan tata cara shalat yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam.

Selain itu, kebijakan penggabungan shaf laki-laki dan perempuan juga dapat menimbulkan masalah sosial dan moral. Hal ini karena kebijakan tersebut dapat memicu tindakan tidak senonoh dan merusak akhlak dalam pelaksanaan ibadah shalat jamaah. Oleh karena itu, MUI menekankan pentingnya menjaga tata cara shalat yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam serta memperkuat moral dan akhlak dalam pelaksanaan ibadah.

Meskipun demikian, MUI tetap menghormati kebebasan Pondok Pesantren Zaytun dalam memilih kebijakan yang mereka anggap sesuai dengan keyakinan dan pemahaman mereka. Namun, MUI mengajak Pondok Pesantren Zaytun untuk lebih memperhatikan tata cara shalat yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam serta memperkuat moral dan akhlak dalam pelaksanaan ibadah.

Sebagai kesimpulan, MUI memiliki pandangan bahwa kebijakan penggabungan shaf laki-laki dan perempuan dalam shalat jamaah di Pondok Pesantren Zaytun tidak sesuai dengan tata cara shalat yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam dan dapat menimbulkan masalah sosial dan moral. Namun, MUI tetap menghormati kebebasan Pondok Pesantren Zaytun dalam memilih kebijakan yang mereka anggap sesuai dengan keyakinan dan pemahaman mereka. MUI juga mengajak Pondok Pesantren Zaytun untuk lebih memperhatikan tata cara shalat yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam serta memperkuat moral dan akhlak.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun