Mohon tunggu...
Fitri Amaliyah Batubara
Fitri Amaliyah Batubara Mohon Tunggu... -

Suka baca, nulis, design grafis, foto dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Resensiku di Koran Medan Bisnis (Novel Jurang Keadilan karya Pipiet Senja)

26 April 2011   02:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:23 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Keadilan Harus Diperjuangkan NOVEL ini berkisah tentang Rumondang Siregar yang merupakan satu-satunya jaksa di Indonesia blasteran Batak-Tionghoa. Sejak bayi, ia dalam pengasuhan keluarga besar ayahnya di kawasan Tapanuli Selatan. Sementara kedua orangtuanya mengejar karir di Ibukota. Acapkali ia menerima tindak kekerasan dari neneknya. Beruntunglah ia memiliki seorang kakek yang sangat mengasihinya, sehingga membentuk karakter yang mandiri, tangguh, dan istiqomah sebagai Muslimah. Ketika ia berhasil menduduki Jabatan Jaksa di daerah, segenap pikiran dan upayanya dipusatkan demi memberantas korupsi. Sepak terjangnya ternyata membuat gerah para seniornya sehingga ia pun ditarik ke Ibukota. Di sini ternyata ia harus berhadapan dengan situasi yang tak pernah terbayangkan, mulai dari intrik, isu murahan, sampai fitnah yang keji. Teror dan tantangan lawan itu bukan saja dari kalangan sejawat, melainkan juga dari keluarga besar ibunya sendiri yang beretnis Tionghoa. Pipit Senja berhasil menuliskan jalan cerita ini dengan sempurna. Hanya saja, mungkin Anda akan membaca berulang kali beberapa kalimat untuk memahami maknanya. Ini disebabkan karena pada novel ini terdapat istilah-istilah kedaerahan yang tentu asing bagi pembaca yang bukan keturunan Batak dan Tionghoa. Tapi tenang saja, sebab pada istilah atau kata-kata tersebut, penulis telah membuat catatan kakinya. Penulis yang telah menulis lebih dari 100 buku ini, menggunakan alur maju mundur dalam novelnya ini. Karena itu butuh  kejelian dan kefokusan yang baik saat membacanya agar Anda tidak bingung dan bisa memahami jalan ceritanya dengan baik. Soal bahasa, novel ini menggunakan bahasa prosais yang mudah dipahami. Sehingga, pembaca tidak akan dibuat pusing karenanya. Ini juga yang menjadi kelebihan novel ini dibanding novel sejenis lainnya,  selain keseriusan penulis sendiri untuk mengangkat cerita yang syarat dengan nilai budaya dan keislaman ini. Novel setebal 256 halaman ini mengandung makna yang tidak jauh dari nilai-nilai kehidupan manusia. Makna kekeluargaan, keadilan, persahabatan, kesetiaan, cinta, kesabaran, keikhlasan dan lainnya tentu akan Anda temukan dalam novel ini. Karena itu, Anda harus bersiap-siap untuk dibuat tegang, terharu, sedih bahkan tersenyum hingga akhir ceritanya. Tapi bagaimanapun, Anda tidak boleh lupa untuk mengambil pelajaran atau hikmah dari novel ini. Sama halnya dengan buku-buku yang telah Pipiet Senja tulis, novel ini ditulis dengan sesederhana mungkin namun kaya akan makna. Karena itu, novel ini merupakan salah satu novel yang menginspirasi siapa saja yang membacanya, khususnya para perempuan yang ingin, tengah dan merindukan tegaknya keadilan di muka bumi ini. Penulisan novel ini tampaknya tidak jauh dari keseharian atau pengalaman hidup penulis sendiri. Hal ini ditunjukan dari pemilihan tempat, nama tokoh dan pemikiran-pemikiran yang dihasilkan oleh para tokoh itu sendiri, khususnya tokoh utama, Rumondang Siregar. Membaca  novel ini, Anda akan diajak penulis untuk menikmati suasana di Tapanuli selatan, sebuah wilayah yang terdapat di Sumatera Utara. Anda juga akan menemukan nama Selly, Adzimattinur, dan Haekal yang tidak lain adalah nama keluarga penulis sendiri. Bagaimana Rumondang Siregar menyikapi permasalahan hidupnya tidak jauh berbeda dengan ketegaran dan kekuatan seorang Pipiet Senja dalam menjalani kehidupannya, seperti yang tertulis dalam beberapa bukunya yang mengisahkan tentang perjalanan hidupnya sendiri. Bagaimana sepak terjang Rumondang Siregar ketika ia harus berhadapan dengan para sepupu dan pamannya sendiri yang ternyata adalah gembong sindikat narkoba? Bagaimanakah ia bertahan untuk tetap hidup saat berada di situasi in coma akibat tragedi pemboman di mal? Dan bagaimanakah akhir cerita dari novel ini? Tentu membaca novel yang menggetarkan ini segera adalah jawabannya. Selamat membaca!* (Fitri A.B.)
Penulis bergiat di FLP Sumut dan pementor di klub menulis Win’s Share Club (WSC) (Telah terbit di Koran Medan Bisnis, Minggu/ 24 April 2011) http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2011/04/24/30529/ketika_keadilan_harus_diperjuangkan/

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun