Kritik terhadap Positivisme. Dikenakan kritik karena mengabaikan aspek Moral dan keadilan yang tidak tertulis dalam undang-undang. Aliran lain menekankan bahwa hukum harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan nilai-nilai yang ada.
5. MADZAB PEMIKIRAN HUKUM (Sociological Jurisprudence)
- Materi ini membahas tentang Madzhab Pemikiran Hukum, khususnya Sociological Jurisprudence, yang merupakan aliran dalam filsafat hukum yang menekankan pentingnya hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Aliran ini memisahkan antara hukum positif dan hukum yang hidup, serta menyatakan bahwa efektivitas hukum bergantung pada keselarasan dengan norma sosial. Tokoh-tokoh penting dalam aliran ini, seperti Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound, mengemukakan bahwa hukum harus berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sosial dan menciptakan ketertiban, sehingga hubungan antara hukum dan masyarakat sangatlah penting dalam memahami dan mengembangkan sistem hukum yang adil dan efektif.
6. MADZAB PEMIKIRAN HUKUM (living law & Utilitarianisme)
- Materi ini membahas tentang Madzhab Pemikiran Hukum, khususnya konsep "Living Law" dan Utilitarianisme. "Living Law" merujuk pada hukum yang ditemukan dalam masyarakat, yang berkembang dari tradisi dan kebiasaan, meskipun sering kali tersisih oleh hukum positif di negara modern. Sementara itu, Utilitarianisme, yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Jeremy Bentham dan John Stuart Mill, menekankan bahwa tujuan utama hukum adalah untuk memaksimalkan kebahagiaan dan meminimalkan penderitaan bagi masyarakat. Kedua konsep ini menyoroti pentingnya hubungan antara hukum dan nilai-nilai sosial dalam menciptakan sistem hukum yang adil dan efektif.HDG
7. PEMIKIRAN HUKUM DAVID EMILE DURKHEIM
- David mile Durkheim (1858--1917) merupakan salah satu tokoh terkemuka dalam sosiologi modern dan pendiri fakultas sosiologi pertama di Eropa. Ia bertujuan untuk memahami bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di tengah perubahan yang cepat dalam masyarakat modern, di mana ikatan-ikatan tradisional seperti latar belakang keagamaan dan etnis semakin melemah. Dalam upayanya untuk menganalisis kehidupan sosial, Durkheim menciptakan pendekatan ilmiah yang berfokus pada "fakta sosial," yaitu fenomena yang eksis secara independen dari individu dan dapat dijelaskan melalui interaksi sosial lainnya.
- Durkheim percaya bahwa fakta sosial memiliki keberadaan yang objektif dan lebih besar daripada tindakan individu, sehingga memerlukan analisis yang berbeda dibandingkan pendekatan individualistis seperti yang dilakukan oleh Max Weber. Ia juga menekankan pentingnya pendidikan dalam mempertahankan solidaritas sosial, di mana pendidikan berfungsi untuk menyatukan individu dalam kelompok dan mengurangi kecenderungan untuk melanggar norma-norma. Selain itu, pendidikan di sekolah berperan sebagai miniatur masyarakat, mendidik individu untuk memenuhi peran sosial dan membagi kerja berdasarkan kecakapan mereka. Dengan demikian, Durkheim berkontribusi pada pemahaman tentang bagaimana struktur sosial dan pendidikan saling berinteraksi dalam membentuk masyarakat yang teratur.
8. PEMIKIRAN HUKUM MAX WEBER, H.L.A HART
- Max Weber, seorang sosiolog Jerman, memberikan kontribusi signifikan terhadap pemikiran hukum dengan mengaitkan hukum dengan struktur sosial dan kekuasaan. Ia berpendapat bahwa hukum bukan hanya sekadar aturan formal, tetapi juga merupakan produk dari interaksi sosial dan nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat. Weber membedakan antara tiga tipe otoritas: otoritas tradisional, karismatik, dan rasional-legal. Otoritas rasional-legal, yang menjadi ciri utama masyarakat modern, berlandaskan pada norma-norma yang ditetapkan secara formal dan diakui oleh masyarakat, seperti undang-undang dan peraturan. Dalam pandangan Weber, hukum berfungsi untuk mengatur perilaku sosial dan menciptakan stabilitas, tetapi juga dapat menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan dan kontrol sosial.
- Weber juga mengembangkan konsep "rasionalisasi," di mana masyarakat modern semakin menggunakan logika dan efisiensi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hukum. Ia memperingatkan bahwa proses ini dapat mengarah pada "penjara besi," di mana individu terjebak dalam birokrasi dan rutinitas yang mengurangi kebebasan. Dengan demikian, pemikiran Weber menekankan pentingnya memahami konteks sosial dan budaya dalam hukum, serta hubungan antara hukum, kekuasaan, dan struktur sosial.
- Sedangkan H.L.A. Hart (1907--1992) adalah seorang filsuf hukum Britania yang diakui sebagai salah satu pemikir terpenting dalam bidang filsafat hukum abad ke-20. Karya terkenalnya, "The Concept of Law" (1961), menjadi landasan utama dalam pemikiran positivisme hukum. Dalam bukunya, Hart mengkritik pandangan John Austin yang menyatakan bahwa hukum adalah perintah dari penguasa yang didukung oleh ancaman hukuman. Hart berargumen bahwa definisi tersebut terlalu sempit dan tidak mencakup kompleksitas hukum yang sebenarnya.
- Hart memperkenalkan pemisahan antara peraturan primer, yang mengatur perilaku individu (seperti hukum pidana), dan peraturan sekunder, yang berhubungan dengan prosedur untuk menegakkan peraturan primer. Ia membagi peraturan sekunder menjadi tiga kategori:
- Peraturan Pengakuan (Rule of Recognition), yang membantu mengetahui hukum mana yang berlaku dalam masyarakat.
- Peraturan Perubahan (Rule of Change), yang mengatur bagaimana peraturan baru dibuat atau yang sudah ada diubah.
- Peraturan Adjudikasi (Rule of Adjudication), yang menetapkan cara mengidentifikasi pelanggaran dan solusi yang tepat.
Hart juga menekankan bahwa hukum tidak perlu memiliki hubungan langsung dengan moralitas. Ia berargumen bahwa analisis konseptual hukum adalah penting dan bermanfaat, serta menyoroti bahwa sistem hukum bersifat logis dan tertutup. Dengan pendekatan ini, Hart memberikan kontribusi signifikan terhadap pengembangan positivisme hukum dan pemahaman tentang fungsi serta struktur hukum dalam masyarakat modern
9. EFFECTIVENESS OF LAW
- Efektivitas hukum adalah sejauh mana hukum diterapkan dan diikuti dalam masyarakat, mencakup penerapan oleh otoritas, kepatuhan masyarakat, dan dampak hukum terhadap perilaku sosial. Ini tidak hanya tergantung pada kualitas penulisan hukum, tetapi juga pada implementasi dan kepatuhan di lapangan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas HukumÂ
- Kualitas Hukum, Â Hukum yang jelas dan konsisten lebih mudah diimplementasikan.
- Penegakan Hukum, Â Kualitas lembaga penegak hukum sangat menentukan efektivitas.
- Sosialisasi Hukum, Pemahaman masyarakat tentang hukum penting untuk kepatuhan.
- Budaya dan Nilai Sosial, Hukum yang sejalan dengan nilai masyarakat lebih mudah diterima.
- Sanksi dan Imbalan, Sistem sanksi yang jelas dapat meningkatkan kepatuhan.
Dampak Efektivitas HukumÂ
- Ketertiban Sosial, Â Hukum yang diikuti menjaga stabilitas dalam masyarakat.
- Perlindungan Hak, Efektivitas hukum meningkatkan perlindungan hak asasi manusia.
- Kepercayaan Publik, Hukum yang adil meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.
Tantangan dalam Meningkatkan Efektivitas Hukum
- Korupsi, Dapat merusak kepercayaan dan efektivitas hukum.
- Keterbatasan Sumber Daya, Menghambat penegakan hukum yang efektif.
- Perubahan Sosial, Hukum yang tidak relevan dapat mengurangi efektivitas.
10. LAW AND SOCIAL CONTROL
- Hukum adalah sistem norma yang mengatur perilaku individu dan kelompok dalam masyarakat. Sebagai alat pengendalian sosial, hukum menetapkan batasan untuk perilaku yang dianggap merugikan ketertiban sosial.
- Fungsi Hukum dalam Pengendalian Sosial : Memberikan sanksi terhadap pelanggaran untuk menegakkan norma social, Mendorong masyarakat menghindari tindakan kriminal melalui sanksi yang tegas, Menyediakan mekanisme penyelesaian perselisihan melalui pengadilan, Mengatur perilaku dalam berbagai aspek kehidupan untuk menciptakan stabilitas, Melindungi hak-hak individu dan kelompok.
- Metode Pengendalian Sosial
- Formal, Dilakukan melalui hukum dan lembaga resmi (pengadilan, polisi).
- Informal, Melibatkan norma dan nilai sosial yang ditegakkan oleh masyarakat..