"Kasus Korupsi Kredit Fiktif Rp 27 M, Eks Kacab BSM Medan"
Kasus yang viral terkait dengan masalah hukum ekonomi syariah yang ada di tengah masyarakat. Saya mengambil kasus "Korupsi Kredit Fiktif Rp 27 M, Eks Kacab BSM Medan" kasus ini terjadi pada tahun 2022 silam. Kasus tersebut memiliki dampak terhadap berbagai pihak yang dirugikan. Pertama, Koperasi Pertamina UPMS-I Medan sebagai pihak pengaju kredit mengalami kerugian finansial yang besar akibat pembiayaan yang tidak sesuai dengan tujuan yang sah. Hal ini tidak hanya merugikan keuangan koperasi, tetapi juga mengganggu operasional dan reputasi mereka di mata anggota dan masyarakat.
Kedua, Berdasarkan perhitungan akuntan publik, kerugian keuangan negara akibat kredit fiktif ini mencapai sekitar Rp24,8 Miliar. kredit fiktif ini juga berdampak luas. Negara mengalami kehilangan potensi pendapatan yang seharusnya dapat digunakan untuk pembangunan dan program kesejahteraan masyarakat. Selain itu, kasus ini merusak citra lembaga keuangan syariah di Indonesia, yang seharusnya beroperasi berdasarkan prinsip keadilan, transparansi, dan integritas. Kejadian ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan syariah, yang berdampak pada partisipasi masyarakat dalam produk-produk keuangan syariah di masa depan.
Kaidah Hukum Yang Tekait dengan Kasus Tersebut
Kaidah hukum yang relevan dalam kasus ini meliputi prinsip-prinsip syariah yang mengatur transaksi keuangan, antara lain:
- Prinsip Larangan Riba, Prinsip ini merupakan salah satu pilar utama dalam hukum syariah yang mengatur transaksi keuangan. Dalam konteks kredit fiktif, praktik ini dapat dilihat sebagai bentuk penipuan, di mana dana yang seharusnya digunakan untuk tujuan produktif justru digunakan untuk kepentingan pribadi atau tidak ada sama sekali. Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam, di mana setiap pihak seharusnya mendapatkan manfaat yang adil dari transaksi yang dilakukan. Dengan demikian, kredit fiktif tidak hanya merugikan lembaga keuangan, tetapi juga merugikan masyarakat dan negara yang seharusnya mendapatkan manfaat dari penggunaan dana tersebut.
- Prinsip Kejujuran dan Transparansi, Prinsip kejujuran dan transparansi setiap transaksi harus dilaksanakan dengan itikad baik, di mana semua informasi yang relevan harus disampaikan secara terbuka kepada semua pihak yang terlibat. Praktik kredit fiktif jelas melanggar prinsip ini, karena melibatkan penyembunyian fakta dan informasi yang seharusnya diketahui oleh pihak-pihak terkait. Dengan menyetujui kredit tanpa adanya kejelasan dan penggunaan yang sah, Waziruddin sebagai Kepala Cabang tidak hanya melanggar kepercayaan yang diberikan kepadanya, tetapi juga menodai integritas lembaga keuangan syariah. Dalam syariah, kejujuran dalam transaksi bukan hanya sebuah etika, tetapi juga merupakan kewajiban yang harus dipatuhi untuk menjaga kepercayaan dan keadilan dalam masyarakat.
Norma Hukum Yang Tekait dengan Kasus Tersebut
A. Norma Etika Bisnis
Norma etika bisnis dalam hukum syariah menekankan bahwa setiap aktivitas ekonomi harus dijalankan dengan integritas dan bertanggung jawab. Dalam kasus kredit fiktif, tindakan Waziruddin menciptakan kerugian bagi banyak pihak, termasuk lembaga keuangan yang kehilangan reputasi dan dana, serta anggota koperasi yang mungkin kehilangan simpanan atau manfaat lainnya. Praktik semacam ini jelas bertentangan dengan norma etika bisnis dalam syariah, yang menuntut kejujuran, keadilan, dan komitmen untuk tidak merugikan orang lain.
B. Norma Keadilan
Dalam syariah menegaskan bahwa setiap transaksi harus memberikan manfaat yang adil bagi semua pihak yang terlibat. Dalam konteks hukum syariah, keadilan bukan hanya sekadar pembagian keuntungan, tetapi juga mencakup transparansi, penghindaran dari eksploitasi, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak. Kredit fiktif yang diajukan dalam kasus ini berpotensi merugikan pihak lain, baik itu lembaga keuangan, koperasi, maupun masyarakat yang lebih luas. Dengan mengabaikan prinsip keadilan ini, tindakan Waziruddin tidak hanya melanggar norma syariah, tetapi juga menciptakan ketidakadilan yang dapat memperburuk kepercayaan publik terhadap sistem keuangan syariah. Dalam Islam, keadilan adalah nilai yang sangat dijunjung tinggi, sehingga setiap praktik yang merugikan pihak lain harus dihindari untuk menjaga harmoni dan kesejahteraan masyarakat.
Aturan Hukum Yang Tekait dengan Kasus Tersebut
A. Peraturan Bank Syariah (UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah)
Aturan ini mengatur operasional bank syariah di Indonesia, termasuk prinsip-prinsip yang harus diikuti dalam transaksi keuangan. Praktik kredit fiktif jelas melanggar prinsip kejujuran dan transparansi yang diwajibkan oleh peraturan ini.
B. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Pasal 2 dan Pasal 3)
Mengatur tentang larangan korupsi dan diizinkan. Dalam konteks ini, tindakan Waziruddin yang menyetujui kredit fiktif dapat dijerat dengan pasal-pasal tersebut.
C. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) (Fatwa No. 96/DSN-MUI/II/2016 tentang Penyaluran Pembiayaan)
Mengatur tentang prinsip-prinsip dalam penyaluran pembiayaan di bank syariah. Kredit fiktif jelas melanggar fatwa ini, yang menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas.
Analisis Perspektif Positivisme Hukum dan Sociological Jurisprudence Terkait dengan Kasus TersebutÂ
Positivisme Hukum
Positivisme hukum berargumen bahwa hukum adalah hasil dari produk yang diciptakan oleh lembaga yang berwenang dan harus dipatuhi, terlepas dari pertimbangan moral.
Analisis; Dalam kasus Waziruddin, tindakan yang melanggar UU Pemberantasan Korupsi dapat dijelaskan dengan pendekatan ini; meskipun ada aspek moral yang dipertimbangkan, fokus utama adalah pada pelanggaran hukum yang jelas dan ketidakpatuhan terhadap regulasi yang ditetapkan. Dengan demikian, proses hukum harus berjalan sesuai ketentuan yang berlaku, dan penegakan hukum harus dilakukan tanpa bias terhadap latar belakang moral atau reputasi individu tersangka.
 Sociological Jurisprudence
Dari perspektif yurisprudensi sosiologis, hukum tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial di mana ia diterapkan.
Dalam kasus ini, Analisis dapat difokuskan pada dampak tindakan Waziruddin terhadap kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah. Kredit fiktif yang dilakukan oleh seorang pejabat bank dapat menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap integritas sistem keuangan secara keseluruhan. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat memulihkan kepercayaan masyarakat, menunjukkan bahwa lembaga keuangan tidak hanya beroperasi berdasarkan aturan, tetapi juga bertanggung jawab dalam menjaga keadilan dan transparansi. Dengan demikian, pendekatan sosiologis menekankan pentingnya menciptakan kembali kepercayaan di masyarakat melalui tindakan hukum yang konsisten dan adil.
Kesimpulan
Kasus korupsi kredit fiktif Rp27 miliar yang melibatkan eks Kepala Cabang Bank Syariah Mandiri, Waziruddin, mencerminkan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip hukum dan etika dalam sistem keuangan syariah. Dari perspektif positivisme hukum, tindakan Waziruddin dapat dianalisis sebagai pelanggaran jelas terhadap UU Pemberantasan Korupsi, yang menuntut penegakan hukum tanpa mempertimbangkan aspek moralitas individu. Penegakan hukum yang tegas diperlukan untuk memastikan bahwa setiap pelanggaran hukum mendapatkan sanksi yang sesuai, menjaga integritas lembaga keuangan, serta menciptakan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Di sisi lain, analisis sosiologis menyoroti dampak sosial dari tindakan ilegal ini, terutama terhadap kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah. Kredit fiktif tidak hanya merugikan lembaga dan negara, tetapi juga dapat mengurangi partisipasi masyarakat dalam produk keuangan syariah, yang sangat penting untuk keberlanjutan sistem tersebut. Oleh karena itu, penegakan hukum yang transparan dan adil menjadi kunci dalam memulihkan kepercayaan publik. Kombinasi antara kepatuhan hukum dan tanggung jawab sosial akan memastikan bahwa sistem keuangan syariah dapat beroperasi dengan prinsip keadilan dan integritas yang seharusnya dijunjung tinggi.
Artikel ini di tulis oleh Fitri Amalia .W .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H