Meski pergolakan perjuangan kaum perempuan terlihat nyata di negara Barat, bukan berarti negara Timur ingin mempertahankan budaya patriarki yang menggerus batin kaum perempuan. Di negara-negara Timur terutama dalam penduduk yang mayoritas Muslim, mulai membuka perluasan pemaknaan terhadap firman Allah yang tertuang dalam baris-baris ayat Al-Quran yang selama ini disalahartikan dan dianggap sebagai dasar pelanggengan budaya patriarki.
Memang, firman Allah tidak bisa dibantah, namun teknik penafsiran yang beragam dan perbedaan latar belakang ulama yang menafsirkan juga akan menghasilkan tafsir yang berbeda. Sedikit yang ku tahu, akibat kesadaran itu muncullah gerakan feminis di kalangan muslim. Gerakan tersebut terpecah menjadi dua, yaitu kelompok konservatif (memperjuangkan kemerdekaan perempuan namun masih menganggap tabu peran perempuan dalam ranah publik) dan kelompok moderat (memperjuangkan kemerdekaan perempuan di segala bidang, seperti pendidikan, politik, pemerintahan, dan keluarga. Dengan kata lain, kelompok ini mengadopsi gerakan ala Barat namun tetap bersandar pada nilai-nilai Islami).
Di Indonesia sendiri perjuangan kaum perempuan dalam meraih perlindungan serta penghargaan hak asasi manusia telah sampailah pada pengukuhan norma-norma ke dalam suatu bentuk peraturan perundang-undangan resmi sebagai hukum negara. Ini bukan berarti menyuguhkan masalah domestik dan urusan privasi menjadi konsumsi masyarakat, bukan. Tapi peraturan seperti Undang-Undang PKDRT dan Undang-Undang TPKS merupakan langkah nyata perlindungan menyeluruh terhadap perempuan.
2024 pascapemilu, semua menggantungkan asa pada pemerintahan baru yang akan lahir kembali. Kesejahteraan telah diwanti-wanti sebagai salah satu perwujudan dari program kerja lima tahun ke depan. Peran perempuan harus semakin tampak agar tidak menjadi sia-sia perjuangan pembebasan dari belenggu patriarki yang telah diusahakan selama ini.
Aku bersandar pada kursi yang tak terasa telah menopang badanku selama hampir tiga puluh menit. Aku masih termangu, asyik dalam lamunanku menyusun materi kesetaraan gender yang akan aku ajarkan kepada generasi muda yang ada tepat di hadapanku. Meskipun mereka masih berusia belasan tahun, tapi perlu ditanamkan pemahaman kesetaraan gender meski dalam lingkup kecil seperti keluarga dan sekolah.
Antusias begitu terasa ketika ku ukir sebuah nama di papan tulis, yaitu R.A. Kartini sebagai contoh lakon pembebasan perempuan dari belenggu diskriminasi gender di era kolonialisme. Kagum dan takjub menjalar di sekujur tubuhku menyaksikan perjuangannya yang mampu mengantarkan perempuan, termasuk aku untuk dapat mengecap pendidikan tinggi, yang mana dahulu hanya bisa dirasakan oleh kaum ningrat dan laki-laki.
Kini keadaan sudah banyak berubah, Indonesia telah merdeka sejak 78 tahun silam. Kita tak perlu lagi mengangkat bambu runcing melawan penjajah atau bersembunyi di bungker bawah tanah untuk menyelamatkan diri. Kita hanya perlu mengisi kemerdekaan dengan hal-hal bermanfaat. Dan sekali lagi, perempuan telah merdeka, silahkan rayakan kebebasan kalian dengan usaha-usaha untuk memajukan peradaban bangsa, mengembangkan ilmu pengetahuan dengan tetap menjaga nilai luhur serta moral yang ada dalam masyarakat.
Selamat Hari Perempuan Internasional 2024!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H