Mohon tunggu...
Fitri Alfia Ardi
Fitri Alfia Ardi Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswi Pascasarjana

Nganjuk pada bulan Januari, 24 tahun lalu...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sistem Zonasi yang Semakin Kacau, Gambaran Sulitnya Pemerataan Pendidikan

18 Agustus 2023   14:42 Diperbarui: 18 Agustus 2023   14:51 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sistem Zonasi Yang Semakin Kacau, Gambaran Sulitnya Pemerataan Pendidikan

Oleh: Fitri Alfia Ardi

"Jadikan setiap tempat sebagai sekolah dan jadikan setiap orang sebagai guru"

Dari kalimat di atas yang dicetuskan oleh Bapak pendidikan, Ki Hadjar Dewantara dapat diambil esensi bahwa dimanapun kita berada hendaknya mampu untuk menyerap berbagai ilmu pengetahuan yang ada disana. Ibarat kata seperti sekolah, tempat yang khas untuk menimba ilmu. Makna kedua adalah anggaplah setiap orang yang kita temui ibarat seorang guru yang dapat memberikan ilmu dan pengalaman.

Berbicara tentang sekolah, di setiap daerah pasti ada yang dianggap sebagai "sekolah favorit" bagi masyarakat. Sekolah favorit sudah pasti menjadi incaran orang tua yang hendak menyekolahkan anak mereka. Alhasil banyak sekolah-sekolah lain yang kesulitan mendapatkan peserta didik baru. Karena penerimaan peserta didik baru yang selama ini dinilai kurang merata dan terkesan mengunggulkan salah satu sekolah, maka pemerintah mencetuskan sistem zonasi.

Bila membicarakan sistem zonasi di tahun 2023 ini sebenarnya sudah bukanlah hal yang baru. Sistem ini telah dilaksanakan oleh pemerintah sejak tahun 2017. Namun mengapa pelaksanaannya dari tahun ke tahun selalu menimbulkan keresahan bagi masyarakat? Bukankah sistem ini hadir diperuntukkan bagi pemerataan pendidikan masyarakat itu sendiri?.

Di dalam tulisan ini saya hendak mengajak para pembaca, penikmat, dan pengamat edukasi untuk menilik kembali aturan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait sistem zonasi, agar kita tahu sudah sejauh mana rencana pemerintah dengan realisasi yang sudah berjalan selama ini.

Sistem zonasi adalah salah satu jalur penerimaan peserta didik baru di tingkat SD/SMP/SMA sederajat yang memungkinkan sekolah untuk melakukan penerimaan peserta didik baru berdasarkan cakupan atau jarak wilayah-wilayah tertentu dari sekolah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Tujuan utama dari sistem ini adalah agar semua sekolah mendapatkan peserta didik secara adil dan merata serta tidak ada sekolah yang dianggap lebih unggul daripada sekolah-sekolah lain ataupun sebaliknya.

Namun fakta di lapangan berkata lain. Beredarnya berbagai keresahan masyarakat cukup membuktikan bahwa pelaksanaan PPDB melalui sistem zonasi masih kurang efektif. Di kota tempat tinggal saya misalnya, sekolah favorit tetap menjadi sekolah favorit bahkan setelah adanya sistem zonasi. 

Hal ini mengakibatkan persaingan tidak sehat di antara orang tua yang ingin menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah tersebut. Alhasil banyak dugaan kecurangan baik dilakukan oleh orang tua hingga pihak yang memiliki kewenangan untuk turut serta dalam sistem zonasi. Imbasnya adalah kualitas di sekolah tersebut ikut menurun, karena bukan hanya peserta didik pilihan saja yang dapat masuk, tapi juga peserta didik yang asal sesuai zonasi.

Perlu diketahui bahwa jalur penerimaan peserta didik baru tidak hanya melalui jalur zonasi. Berdasarkan Permendikbud nomor 1 tahun 2021 Pasal 12 ayat (2) disebutkan bahwa jalur pendaftaran PPDB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  • Zonasi;
  • Afirmasi;
  • Perpindahan tugas orang tua/wali; dan/atau
  • Prestasi.

Namun seleksi tetaplah seleksi. Penerimaan peserta didik baru harus menyesuaikan kebutuhan dan daya tampung sekolah. Tidak semua calon peserta didik yang mendaftar dapat diterima di suatu sekolah. Akibatnya timbul ide-ide licik agar tetap bisa masuk ke sekolah impian. Hal ini pun mendorong upaya-upaya yang tidak sehat, yaitu dengan cara memanipulasi data Kartu Keluarga ataupun membuat Surat Keterangan Domisili agar calon peserta didik di luar zona dapat dinyatakan sebagai penduduk dari zona terdekat sekolah.

Syarat utama mengikuti seleksi jalur zonasi terdapat dalam Permendikbud Pasal 17 ayat (2) yang menyatakan bahwa "domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling singkat 1 (satu) tahun sebelum tanggal pendaftaran PPDB".

Ditambah dengan Pasal 17 ayat (3), "dalam hal kartu keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dimiliki oleh calon peserta didik karena keadaan tertentu, maka dapat diganti dengan surat keterangan domisili". Keadaan tertentu yang dimaksud oleh peraturan menteri adalah keadaan dimana kartu keluarga tidak dimiliki akibat adanya bencana alam ataupun bencana sosial.

Seperti dalam sidak yang dilakukan oleh wali kota Bogor Bima Arya, telah ditemukan banyak kecurangan mulai dari manipulasi domisili, mengikutkan data calon peserta didik di luar domisili ke dalam KK saudara/keluarga/orang lain yang ada dalam zona terdekat sekolah dan kemungkinan kecurangan lain seperti penerbitan surat keterangan domisili tanpa memperhatikan keadaan tertentu.

Hal pertama yang perlu dicermati adalah bagaimana pihak sekolah dan pihak berwenang memberikan transparansi data PPDB khususnya pendaftaran peserta didik baru yang melalui jalur zonasi. Kedua, mengawasi penerbitan surat keterangan domisili. Di dalam Permendikbud Pasal 18 ayat (1) dijelaskan bahwa "Surat keterangan domisili sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) diterbitkan oleh ketua rukun tetangga atau ketua rukun warga yang dilegalisir oleh lurah/kepala desa atau pejabat setempat lain yang berwenang".

Melalui peristiwa ini kita disadarkan bahwa sebaik apapun sistem PPDB yang direncanakan oleh pemerintah, pelaksanaannya dapat jauh berbeda. Evaluasi demi evaluasi perlu terus dilakukan agar sistem yang dicanangkan dapat menyejahterakan seluruh masyarakat Indonesia, bukan malah menjadi boomerang bagi masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun