Mohon tunggu...
Fitri Alfaini
Fitri Alfaini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UAD Yogyakarta

Mahasiswa jurusan Ilkom UAD Yogyakarta angkatan 2018

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Representasi Rasisme dalam Film "99 Cahaya di Langit Eropa"

17 Januari 2022   15:33 Diperbarui: 17 Januari 2022   15:48 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seiring berkembangnya zaman, ilmu dan teknologi manusia mengalami perubahan dari perilaku serta cara pandang dalam memahami suatu persoalan. Hal ini dapat dilihat mulai banyaknya orang yang terbuka dalam memandang dan memahami suatu persoalan. Namun masih banyak juga orang yang belum terbuka akan hal tersebut. Salah satu contoh persoalan yakni dalam kesetaraan manusia.

Persoalan ini masih berlanjut dikarenakan adanya stereotip yang terdapat pernyataan negatif dari prasangka. Dari prasangka inilah sebagai alasan untuk melakukan diskriminasi terhadap kelompok tertentu. Kedua persoalan atau masalah ini dapat merujuk pada suatu paham yang mempercayai superioritas yang menolak kesetaraan manusia yakni rasisme.

Tindakan ataupun perilaku rasisme dapat kita temukan dalam salah satu film yang dirilis pada tahun 2013 yaitu "99 Cahaya di Langit Eropa". Film ini diangkat dari sebuah novel.


Dalam film ini mengangkat cerita mengenai perjalanan sepasang suami istri yang bernilai Rangga dan Hanum, mereka tinggal di Eropa selama kurang lebih tiga tahun. Yang mana di negara tersebut terdapat berbagai keindahan dari berbagai aspek. 

Salah satu persoalan yang terjadi yakni ketika sang istri yang merasa bosan karena tidak melakukan apa-apa. Sehingga ia memutuskan untuk melamar pekerjaan, yang mana dulunya ia bekerja sebagai jurnalis dan pembawa berita di salah satu TV swasta.

Dalam perjalanan tersebut ia bertemu dan berkenalan dengan Fatma. Fatma merupakan wanita Turki yang sedang mencari pekerjaan. Mereka bertemu di tempat kursus bahasa Jerman. Seiring berjalannya waktu mereka semakin dekat, Hanum sangat cocok dan kagum akan karakter yang dimiliki Fatma.

Hanum banyak belajar dari sosok Fatma. Yang mana dalam kesehariannya Fatma menggunakan jilbab, walaupun ia sedang berada di negara yang notabenenya menganut agama selain Islam. Fatma selalu memegang teguh akan pendiriannya. Karena menggunakan jilbab merupakan hal yang harus dilakukan untuk menutupi aurat sesuai perintah atau ajaran agama Islam. 

Karena hal ini juga Fatma kerap kali ditolak ketika melamar pekerjaan. Fatma tau alasan sebenarnya mengapa dia tidak diterima bukan karena kemampuan dalam berbahasa melainkan karena ia menggunakan jilbab dan beragama Islam. 

Permasalahan ini terjadi karena masih banyak yang aneh atau bahkan tidak suka akan adanya perbedaan yang terjadi. Karena hali ini dapat menimbulkan budaya baru ditengah-tengah nya.

Tak jauh dari sang istri Rangga juga banyak mendapat pembelajaran dari orang-orang yang dia temui termasuk dari teman-temannya. Dalam menempuh pendidikan Rangga sering mengalami masalah atau persoalan. 

Salah satu contohnya ia kerap kali melaksanakan shalat diruangan beribadah yang disediakan sang dosen, Prof. Reinhard. Yang unik dari ruangan tersebut adalah ruangan tersebut bukan hanya untuk beribadah orang agama Islam saja melainkan agama lainnya. Ruangan ini disebut Rangga sebagai ruang toleransi.

Hanum dan Fatma sering kali mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang berkaitan dengan peninggalan Islam di Eropa. Dari sini pula ketertarikan Hanum untuk memperdalam pengetahuan mengenai peninggalan Islam dan agama Islam. 

Sampai suatu waktu Fatma mengajak Hanum untuk menemui serta mengenalkan sejarawan Prancis yang ia kenal, Marion Letimer. Dari Marion, Fatma banyak mengetahui sejarah Islam yang ada di Eropa.

Dari film ini kita dapat belajar akan sejarah Islam yang di Eropa. Selain itu kita dapat mempelajari bagaimana menghadapi sebuah persoalan mengenai rasisme. 

Dan kita seharusnya saling belajar untuk menghargai perbedaan yang dimiliki seseorang jika kita pun ingin dihargai oleh orang lain. Walaupun itu terjadi di wilayah yang jumlah mayoritasnya lebih banyak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun