Sore hari menjelang. Zahra menuju gubug tua di samping rumah. Wajahnya berbunga – bunga sambil mengingat peristiwa siang tadi. Peristiwa yang mungkin tak akan pernah dilupakan sesosok anak manusia. Dan terlalu indah dan sangat disayangkan bila dilupakan. Tanpa di sadarinya telah duduk lelaki tampan di sampingnya. Tak dia duga, lelaki itu adalah Haydar. “Bagaimana hari ini Zahra?” tanya Haydar kepada gadis di sampingnya. Zahra tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan Haydar kepadanya. Di benak hati Zahra ingin sekali dia mengatakan perasaan yang sebenarnya kepada Haydar, lelaki tampan yang menjadi pujaan hati selama 2 tahun ini. Dengan keringat dingin yang mengucur di tubuhnya, Zahra memberanikan diri, “Haydar, aku memendam perasaan yang lain terhadapmu.” “Apa maksud kamu Zahra?” tanya Haydar tak mengerti, sampil mengerutkan dahinya. “Aku mencintaimu Haydar, sejak 2 tahun yang lalu.” Jelas Zahra. Mendengar pernyataan Zahra, Haydar tercengang. Tak pernah terpikirkan sedikitpun akan hal itu. “Zahra, kamu memang wanita yang cantik dan berbudi. Pancaran matamu yang indah dan tak dapat berbohong. Kau wanita yang yang dianugerahi keindahan. Tetapi aku tidak bisa mencintaimu Zahra. Aku tak bisa menjelaskan alasanku Zahra. Maafkan aku. Dan mungkin aku tak dapat mewujudkan nama yang melekat pada diriku. Singa padang pasir. Aku punya banyak kekurangan, tak seperti Ali.” Kata Haydar. “Ke mana perginya singa padang pasir itu? Singa yang sangat gagah, pandai dan bijaksana, menjadi gudang ilmu telah menghilang. Apa dia tersesat di tengah gurun pasir? Ataukah dia terkubur di tengah gurun pasir? Haydar, singa padang pasir ku telah tiada. Selamat tinggal Singa Padang Pasir…” kata – kata terakhir Zahra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H