Mohon tunggu...
Fitria Jannah
Fitria Jannah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Andalas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bajapuik Melekat pada Tradisi Budaya Minangkabau

1 Maret 2021   14:45 Diperbarui: 1 Maret 2021   20:56 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bajapuik adalah tradisi perkawinan yang menjadi ciri khas di daerah Pariaman. Bajapuik dipandang sebagai kewajiban pihak keluarga perempuan memberi sejumlah uang atau benda kepada pihak laki-laki (calon suami) sebelum akad nikah dilangsungkan.Bajapuik merupakan suatu cara untuk menghargai keluarga pihak laki-laki yang telah melahirkan dan membesarkannya, sehingga ketika anak atau keponakan mereka menikah dan meninggalkan rumah, mereka tidak merasa kehilangan.

Gadis Minang yang sudah berumur cukup untuk menikah dan mau melangsungkan pernikahan, harus membeli calon pasangannya dengan harga yang disepakati oleh keluarga calon suaminya. Keluarga mempelai wanita juga harus berbesar hati untuk membiayai seluruh keperluan dalam prosesi pernikahan. Adat seperti ini masih dipegang teguh oleh masyarakat Minangkabau khususnya Padang Pariaman.

Asal mula

Menurut cerita, tradisi bajapuik sudah ada dari sejak dahulu, bermula dari kedatangan Islam ke nusantara. Sumber adat Minangkabau adalah Al-Qur'an. Seperti kata pepatah Minang, "adaik basandi syarak, syarak basandi kitabulloh". Jadi semua adat Minang berasal dari ajaran Islam.

Orang asli Pariaman, merupakan penduduk pesisir yang bermata pencaharian nelayan, mereka hidup dari hasil melaut di pantai pariaman. Kemudian datang lah orang rantau dari daerah bukit-tinggi Padang Panjang. Mereka merantau dan mulai bertempat tinggal dan berocok tanam sebagai petani di Pariaman.

Kemudian, orang rantau ini ingin mengawinkan putri-putri mereka dengan orang Pariaman. Namun, orang Pariaman dulunya miskin, sehingga untuk mengangkat derajat calon suami mereka tersebut, keluarga wanita pun menjemput dan memberikan sejumlah harta untuk calon suaminya dengan tujuan mengangkat derajat calon suaminya tersebut.

Suami mereka pun akan dihormati di keluarga istrinya, dipanggil dengan gelar mereka, misal sidi, bagindo atau sutan. Setelah menikah, suami tinggal di rumah istrinya, di rumah tersebut, suami mereka dipanggil dengan hormat sesuai dengan gelarnya, tidak boleh dipanggil dengan nama aslinya.

Memang tradisi bajapuik ini terdengar kurang lazim,dan terkadang tradisi ini sedikit diselewengkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, pihak dari keluarga lelaki seolah dengan sengaja menentukan tarif dalam tradisi bajapuik kepada pihak wanita. Sehingga dengan adanya penyelewangan tersebut, bisa mencoreng dari nilai budaya itu sendiri ,Tidak jarang masyarakat lain akan sinis memandang tradisi tersebut.

Untuk itu tidak ada salahnya jika kita tetap mengikuti tradisi budaya kita sebagai cara dalam menjaga buah akal budi leluhur kita, selagi hal tersebut tidak bertentangan dengan nilai agama dan hukum yang berlaku di Indonesia.

https://www.hipwee.com/narasi/tradisi-bajapuik-dalam-pernikahan-di-pariaman-menjemput-calon-laki-laki-dalam-prosesi-pernikahan/

https://www.covesia.com/archipelago/baca/71904/menilik-budaya-beli-laki-laki-di-tradisi-perkawinan-ranah-minang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun