Air adalah salah satu sumber daya paling vital di seluruh dunia, esensial bagi kehidupan manusia, ekosistem, dan banyak sektor industri. Namun, di tengah perubahan iklim, pertumbuhan populasi yang pesat, dan urbanisasi yang kian meluas, tekanan terhadap ketersediaan air bersih semakin meningkat. Tahun 2024 membawa tantangan baru dalam pengelolaan air, di mana teknologi modern diharapkan mampu menawarkan solusi untuk memaksimalkan efisiensi penggunaan air. Tanpa upaya yang signifikan dalam memanfaatkan teknologi untuk mengoptimalkan penggunaan air, krisis air global yang kini mulai terasa bisa menjadi semakin parah dan merusak berbagai aspek kehidupan.
Air adalah sumber daya alam yang paling penting dan mendasar bagi kehidupan di Bumi. Namun, di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan pertumbuhan populasi global, kebutuhan akan air bersih terus meningkat. Ironisnya, meskipun 71% permukaan Bumi tertutup oleh air, hanya sekitar 2,5% yang berupa air tawar, dan dari jumlah tersebut, sebagian besar terperangkap dalam es atau terletak jauh di bawah permukaan tanah, tidak mudah diakses untuk keperluan manusia. Ketika krisis air bersih semakin nyata di berbagai belahan dunia, efisiensi penggunaan air dalam teknologi modern menjadi keharusan yang tidak bisa diabaikan.
Pada akhir April 2024, DPRD Jakarta menyoroti cakupan layanan air bersih yang masih sekitar 67%, dari target pemerintah yang mencakup 100% pada tahun 2030. Salah satu permasalahan utama adalah tekanan terhadap ketersediaan air bersih yang semakin meningkat, terutama di wilayah perkotaan dan daerah yang mengalami pertumbuhan populasi pesat. Jakarta, misalnya, sebagai ibu kota negara, menghadapi krisis air yang serius akibat kombinasi antara permintaan air yang tinggi, pencemaran sumber air, dan infrastruktur distribusi air yang sudah tua dan rentan terhadap kebocoran. Di beberapa daerah, seperti Jawa Barat dan Jawa Timur, kekeringan yang kian sering terjadi juga memperburuk situasi, mengakibatkan berkurangnya ketersediaan air untuk pertanian dan kebutuhan sehari-hari.
Krisis air ini diperparah oleh kurangnya efisiensi dalam sistem irigasi pertanian yang masih menggunakan metode tradisional dan kurangnya pengelolaan air yang tepat. Pertanian yang menyerap sebagian besar air di Indonesia sering kali mengalami pemborosan air yang signifikan, terutama di daerah-daerah dengan irigasi yang belum dimodernisasi. Teknologi irigasi modern seperti irigasi tetes masih belum banyak diadopsi, terutama di kalangan petani kecil yang kesulitan mengakses teknologi ini karena biaya yang tinggi dan kurangnya dukungan teknis. Akibatnya, air yang seharusnya bisa dihemat dan dimanfaatkan lebih efektif justru terbuang sia-sia, meningkatkan tekanan pada sumber daya air yang sudah terbatas.
Selain itu, industri di Indonesia juga menghadapi tantangan besar dalam hal efisiensi penggunaan air. Sektor industri yang berkembang pesat, terutama di kawasan industri besar seperti di Bekasi, Karawang, dan Surabaya, membutuhkan air dalam jumlah besar untuk proses produksinya. Namun, pengelolaan air limbah industri yang belum optimal menyebabkan pencemaran air di sungai-sungai utama, seperti Sungai Citarum dan Sungai Brantas, yang menjadi sumber air bagi jutaan penduduk. Polusi ini tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat tetapi juga mengurangi ketersediaan air bersih yang bisa digunakan kembali oleh industri atau masyarakat sekitar.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Indonesia perlu menerapkan sejumlah solusi yang komprehensif dan terintegrasi. Pertama, modernisasi infrastruktur distribusi air menjadi prioritas utama. Pemerintah, bekerja sama dengan sektor swasta, perlu menginvestasikan dana yang cukup untuk memperbaiki dan mengganti pipa-pipa yang sudah tua dan rentan terhadap kebocoran. Penggunaan teknologi sensor pintar yang dapat mendeteksi kebocoran secara dini juga harus dipertimbangkan, terutama di wilayah perkotaan dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Langkah ini tidak hanya akan mengurangi pemborosan air tetapi juga meningkatkan efisiensi distribusi air kepada masyarakat.
Di sektor pertanian, adopsi teknologi irigasi cerdas perlu didorong dengan memberikan insentif kepada petani yang beralih dari metode irigasi tradisional ke teknologi irigasi modern. Pemerintah bisa memberikan subsidi atau bantuan teknis kepada petani kecil agar mereka dapat mengakses teknologi ini. Selain itu, pelatihan dan pendidikan bagi petani mengenai penggunaan air yang efisien dan teknologi irigasi modern sangat penting untuk memastikan bahwa teknologi yang diberikan dapat dimanfaatkan secara optimal. Dalam jangka panjang, langkah ini tidak hanya akan meningkatkan efisiensi penggunaan air di sektor pertanian tetapi juga meningkatkan hasil panen dan kesejahteraan petani.
Untuk industri, penerapan sistem daur ulang air dan pengolahan air limbah harus menjadi standar yang wajib dipatuhi oleh semua perusahaan, terutama di kawasan industri yang besar. Pemerintah perlu memperketat regulasi dan meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan air limbah industri, serta memberikan sanksi tegas bagi perusahaan yang melanggar aturan ini. Pada saat yang sama, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga penelitian dalam mengembangkan teknologi pengolahan air limbah yang lebih efisien dan terjangkau harus diperkuat. Teknologi seperti bioremediasi dan penggunaan material penyerap polutan yang lebih efektif dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi pencemaran air.
Di tengah upaya ini, kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi air juga harus ditingkatkan. Pemerintah dan organisasi non-pemerintah perlu menggalakkan kampanye edukasi yang mengajak masyarakat untuk menghemat air dalam kehidupan sehari-hari dan mendukung upaya pelestarian sumber daya air. Langkah-langkah sederhana seperti memperbaiki keran yang bocor, menggunakan alat hemat air, atau mengurangi penggunaan produk yang membutuhkan banyak air dalam proses produksinya bisa berdampak signifikan jika dilakukan secara kolektif.
Kemudian, di sektor pertanian merupakan salah satu pengguna terbesar air di dunia, juga menghadapi tantangan dalam penggunaan air yang efisien. Di berbagai belahan dunia, pertanian menyerap sekitar 70% dari total konsumsi air, dengan sebagian besar digunakan untuk irigasi. Namun, metode irigasi tradisional sering kali tidak efisien, menyebabkan air terbuang dalam jumlah besar. Teknologi irigasi cerdas, seperti irigasi tetes dan irigasi presisi, menawarkan solusi untuk mengurangi pemborosan air dengan mengalirkan air secara tepat ke akar tanaman sesuai kebutuhan. Sistem ini sering kali dilengkapi dengan sensor kelembaban tanah dan perangkat lunak analitik yang dapat menentukan kebutuhan air tanaman secara spesifik. Meskipun teknologi ini telah terbukti meningkatkan efisiensi air, adopsinya masih terbatas pada pertanian skala besar atau di negara-negara dengan ekonomi yang lebih maju. Di banyak negara berkembang, petani masih kesulitan mengakses teknologi ini karena biaya yang tinggi dan kurangnya pengetahuan teknis.
Selain sektor pertanian, industri juga berperan besar dalam konsumsi air global. Berbagai proses industri, mulai dari manufaktur hingga energi, memerlukan air dalam jumlah besar. Pada tahun 2024, teknologi daur ulang air dan penggunaan kembali air limbah industri menjadi sorotan utama. Industri kini didorong untuk mengadopsi sistem daur ulang air yang canggih guna mengurangi ketergantungan mereka pada sumber daya air alami. Misalnya, beberapa perusahaan teknologi besar telah mulai menerapkan sistem pendinginan dengan menggunakan air daur ulang untuk pusat data mereka, yang secara signifikan mengurangi konsumsi air. Namun, adopsi teknologi ini juga tidak terlepas dari tantangan, seperti biaya awal yang tinggi dan kekhawatiran tentang kualitas air yang dihasilkan dari proses daur ulang.
Tantangan lain yang muncul pada tahun 2024 adalah isu polusi air, yang semakin meresahkan. Limbah industri, limbah pertanian, dan polusi plastik telah mengancam kualitas air bersih di banyak wilayah. Teknologi baru seperti bioremediasi dan penggunaan material penyerap polutan berpotensi untuk memitigasi masalah ini. Bioremediasi, yang menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi polutan dalam air, telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam membersihkan air yang tercemar. Namun, teknologi ini masih dalam tahap pengembangan dan uji coba lebih lanjut diperlukan sebelum dapat diadopsi secara luas. Di sisi lain, material penyerap seperti graphene oxide, yang mampu menyerap polutan berbahaya dari air, menjadi harapan baru dalam upaya pembersihan air. Meskipun material ini cukup efektif, tantangan utamanya adalah bagaimana memproduksi dan mengaplikasikannya secara massal dengan biaya yang terjangkau.
Namun, semua solusi teknologi ini tidak akan efektif tanpa adanya regulasi dan kebijakan yang mendukung. Pemerintah di berbagai negara perlu mengadopsi regulasi yang mendorong efisiensi penggunaan air dan mengurangi pemborosan. Ini termasuk memberikan insentif bagi industri dan sektor pertanian yang menerapkan teknologi hemat air, serta memperketat pengawasan terhadap pencemaran air. Pada saat yang sama, kolaborasi internasional sangat penting dalam memerangi krisis air global. Negara-negara harus bekerja sama dalam berbagi teknologi, pengetahuan, dan sumber daya untuk memastikan akses air bersih bagi semua.
Di sisi lain, kesadaran publik juga memegang peran penting. Teknologi canggih tidak akan banyak berarti jika masyarakat tidak menyadari pentingnya konservasi air. Kampanye kesadaran yang kuat diperlukan untuk mengedukasi masyarakat tentang cara-cara sederhana namun efektif untuk menghemat air, seperti memperbaiki keran yang bocor, menggunakan perangkat hemat air, atau mengurangi penggunaan produk yang membutuhkan banyak air dalam proses produksinya. Kesadaran ini harus dimulai dari tingkat individu hingga komunitas, dan diperkuat melalui pendidikan sejak dini.
Tren di tahun 2024 juga menunjukkan peningkatan minat terhadap teknologi desalinasi, khususnya di negara-negara dengan keterbatasan sumber air tawar. Teknologi ini mengubah air laut menjadi air tawar yang dapat dikonsumsi, tetapi selama ini masih dianggap mahal dan memerlukan energi yang besar. Namun, inovasi terbaru dalam desalinasi, seperti teknologi membran baru yang lebih efisien dan penggunaan energi terbarukan untuk menjalankan proses desalinasi, telah membuka peluang bagi adopsi yang lebih luas.
Sebagai penutup, memaksimalkan efisiensi air bukan hanya sebuah pilihan, tetapi keharusan yang harus segera diambil oleh semua pihak. Dengan tantangan yang semakin kompleks dan beragam di tahun 2024, dari kebocoran air hingga polusi, hanya teknologi yang dipadukan dengan kebijakan yang tepat dan kesadaran masyarakat yang tinggi yang dapat memberikan solusi jangka panjang. Masa depan air kita bergantung pada sejauh mana kita dapat berinovasi dan bertindak sekarang. Jika kita berhasil, bukan hanya krisis air yang dapat kita hindari, tetapi juga terciptanya dunia yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan bagi generasi mendatang.
Ditulis oleh Fitria Hidayatul Muna dan Shinta Dwi Lestari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H