Mohon tunggu...
Fitrida Baiq
Fitrida Baiq Mohon Tunggu... -

Melawan untuk Kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

#Kasus Ali BD1; Siapa yang Meniru? Ahok atau Ali BD?

16 Januari 2016   06:08 Diperbarui: 16 Januari 2016   08:27 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anda jangan terlalu banyak diskusi ya!

Diskusi hanya membuang waktu Anda!
[caption caption="Ali BD Angker"][/caption]

“Berhenti Anda melakukan program dengan kata-kata, tapi program Anda harus berupa tindakan” Kata-kata diatas adalah mutiara bagi Saya. Bisa berguna dimana saja, terutama dalam jajaran tugas pengabdian sebagai Aparatur Sipil Negara. Kalimat itu pertama kali terdengar dari M. Ali Bin Dachlan (Dr,H).

Ali bin Dachlan (Ali BD) adalah Bupati Lombok Timur 2003-2008, kalah 2008-2013 dan terpilih kembali 2013-2018. #Ali BD adalah Bupati yang paling dibenci dikalangan birokrat, politisi dan (sebagaian) para pemangku kepentingan, mungkin karena kebijakan frontal beronani muak yang tentu saja banyak dikonsumsi jajaran seperti saya. Bahasa-bahasa menyakitkan itu sering terlontar terutama ketika membaca mental-mental aparaturnya.

Datang rapat, tanda tangan, dapat amplop 50.000 + gaji bulanan, tunjangan dan fee proyek.  Isi rapat banyak diskusi, diskusi, dan diskusi. Tujuan rapat sesunguhnya sudah dipahami. Rapat untuk menjalankan program yang amanah dan lebih dari nilai proyek, bukan untuk menyudutkan berbagai ide yang akan diterapkan.[caption caption="Snack Rapat (Dok. Corong Rakyat)"]

[/caption]

Diskusi dalam rapat paling banyak menghabiskan waktu, ketika yang dirapatkan anggaran proyeknya besar dan berpeluang dapat cipratan untuk pemilik lidah-lidah tak bertulang. Ada kata yang mematahkan semangat, ada kalimat yang membuyarkan idealisme. Banyak sangka yang menghapus orientasi pengabdian dan amanah. Dan paling parah adalah “mendidik aparatur seperti saya bisa matrialistis proyek berfee”. Itulah sisi negatif diskusi dalam rapat yang melahirkan mutiara kata itu.

Bukti halusnya bahasa lidah yang membuang waktu adalah pada periode 2008-2013. Mana hasilnya?. Kabupaten Lombok Selatan yang digagas dengan anggaran besar, rapat berulang kali, Rp. 50.000 x berapa rapat? Lidah tak bertulang berkata, ini karena kebijakan pusat, padahal moratorium pemekaran sudah diputuskan.

Coba saja angaran itu dijadikan untuk Kerja, Kerja dan Kerja membangun Lombok Selatan, maka Pandan Dure tentu tahun ini tak akan membutuhkan anggaran untuk penataan menjadi objek wisata. Artinya andai angaran tak habis tahun lalu, maka Pandan Dure tentu saja sedah menjadi objek wisata dari dulu yang bisa memakmurkan Lombok Selatan (sebagai penunjang pemekaran). Lidah halus tak bertulang sukses mengagarap anggaran berulang kali.  

Contoh lainnya, Pembangunan kantor Bupati, pasar Keruak, 5 tahun tidak jadi-jadi. Pasar Tradisional berapa yang tidak terpakai?. Laporan halusnya Lidah tak bertulang ke Pusat untuk begitu banyak bantuan sosial sangat rapi dan indah, namun sasarannya mana dapat?. Rapat Rp. 50.000 x sekian orang x sekian kali, ternyata hanya membuang waktu.

Anda jangan terlalu banyak diskusi ya!.

Diskusi hanya membuang waktu Anda!, Kerja, Kerja, Kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun