Mohon tunggu...
Fitria Difa Nuzula
Fitria Difa Nuzula Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dampak Kenaikan PPN: Kekhawatiran Pedagang

14 Desember 2024   11:52 Diperbarui: 14 Desember 2024   11:52 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Airlangga Hartarto (Sumber: https://images.app.goo.gl/xwDUhU5QkokR8o8D9)  

Kenaikan tarif PPN yang semula 11% menjadi 12% resmi disahkan pada 1 Januari 2025 mendatang. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Sebelum Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengumumkan kenaikan tarif PPN menjadi 12% yang akan ditetapkan pada 1 Januari 2025 dilansir dari Kompas (12/12/2024) Menteri Koordinator bidang Perekonomian telah memberi sinyal bahwa tarif PPN akan naik menjadi 12%. Menurutnya, kenaikan tarif tersebut bukan semata-mata tanpa alasan. Mengingat bahwa dunia pernah dilanda wabah covid-19 yang membuat perekonomian seluruh negara tidak stabil, bahkan dampaknya masih terasa hingga saat ini. Ia menyebutkan bahwa kebutuhan pendanaan semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir akibat dampak covid-19 yang memperburuk ekonomi dunia. PPN menjadi sumber utama penerimaan negara sehingga memiliki peran penting dalam pendanaan program pemerintah. Selain itu, alasan yang mendukung pemerintah untuk menaikkan tarif PPN 12% yaitu untuk tidak bergantung pada utang luar negeri, namun Indonesia masih bergantung pada utang agar menutup defisit anggaran. Maka dari itu, kenaikan tarif PPN menjadi 12% diharapkan untuk mendongkrak pendapatan negara.

Menurut Airlangga, kenaikan tarif PPN menjadi 12% diharapkan agar Indonesia tidak bergantung pada utang dan menjaga kestabilan ekonomi negara dalam jangka panjang. Selain itu, alasan lain yang mendorong kenaikan tarif PPN 12% yaitu Indonesia ingin menyesuaikan dengan standar Internasional Jika kenaikan tarif PPN 12% resmi ditetapkan pada 1 Januari 2025 maka Indonesia menjadi negara dengan pajak tertinggi di ASEAN setara dengan Filiphina di mana hal ini mengalahkan Singapura yang tarif PPN 7%. Dilansir dari detikbali, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa kenaikan tarif PPN 12% mulai tahun 2025 telah melalui pembahasan yang panjang dengan DPR RI. Semua indikator sudah dipertimbangkan secara matang dalam pengambilan suatu keputusan. Menurutnya, kenaikan tarif PPN 12% merupakan keputusan yang tepat dan tidak akan memberikan dampak negatif jangka panjang. Meskipun tujuan pemerintah yaitu untuk memperkuat fiskal negara, hal ini mendapatkan berbagai respon pro kontra dari masyarakat. Sebagian besar beranggapan bahwa kenaikan tarif PPN 12% merupakan langkah yang tidak efektif pada saat pemulihan ekonomi pasca wabah covid-19 terutama dalam meningkatkan daya beli masyarakat yang tertekan karena biaya hidup yang tinggi. Kekhawatiran akan kenaikan tarif PPN 12% di tahun 2025 juga dirasakan oleh para pelaku usaha. Masyarakat beranggapan dengan adanya kenaikan PPN ini akan membuat pengeluaran bertambah. Akan tetapi sesuai dengan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, bahwasannya ada kriteria tertentu yang berkaitan dengan barang dan jasa yang dikenai PPN. Sedangkan mengenai dampak kenaikan Pajak Pertumbuhan Nilai (PPN) tidak terlalu berpengaruh terhadap inflasi. Umumnya inflasi itu terjadi karena harga komoditas mengalami kenaikan, misalnya harga minyak goreng dan Bahan Bakar Minyak (BBM) melonjak secara drastis.

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 12% yang mulai berlaku pada tahun 2025 telah menimbulkan berbagai reaksi di kalangan masyarakat, terutama para pedagang. Kebijakan ini, meskipun bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, membawa dampak signifikan yang dirasakan langsung oleh pelaku usaha, terutama di sektor perdagangan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik studi literatur untuk mengumpulkan dan menganalisis data. Metode kualitatif dipilih karena tujuan penelitian ini adalah untuk memahami secara mendalam fenomena yang berkaitan dengan [DAMPAK KENAIKAN PPN], serta untuk menggali perspektif dan pengalaman individu atau kelompok yang terlibat. Menurut Arikunto (1998:193) penelitian kualitatif merupakan penelitian deskriptif.

Dari hasil wawancara kepada  ibu Siti selaku pelaku usaha mengenai tanggapan kenaikan PPN yang akan terjadi di tahun 2025, ibu siti keberatan akan kenaikan PPN tersebut dan mengharapkan PPN tersebut stabil seperti tahun - tahun sebelumnya,  karena  Kenaikan  Pajak  Penambahan  Nilai  (PPN)  tentunya  memiliki  dampak  positif maupun  dampak  negatif.  Salah satu  dampak  negatif  adanya  kebijakan  kenaikan PPN yang   di rasa   akan   meningkatkan   pengeluaran   dari   masyarakat, karena terkadang  kenaikan  tersebut  juga  beriringan  dengan  bertambahnya  kebutuhan pokok setiap  harinya.

Foto Wawancara (Sumber: Dokumentasi Peneliti)
Foto Wawancara (Sumber: Dokumentasi Peneliti)

Ada beberapa tanggapan muncul di masyarakat sebab adanya kenaikan tarif PPN, masyarakat berpikiran kenaikan tarif PPN 11% ini diduga tidak cocok dengan suasana sekarang. Tetapi tidak seluruh harga barang serta jasa yang terkena tarif PPN. Bersumber pada Undang- Undang No 42 Tahun 2009 mengenai PPN (2019), berikut ini yang tidak terdampak ekskalasi PPN: 1. Kebutuhan pokok seperti beras, jagung, garam, kedelai, daging, telur, susu, sayuran serta buah-buahan; 2. Jasa kesehatan, jasa asuransi, jasa sosial, jasa pendidikan, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja; 3. Vaksin, buku pelajaran dan kitab suci; 4. Listrik (kecuali untuk keperluan rumah tangga dengan daya >6600 VA); 5. Air bersih (termasuk biaya pasang dan biaya beban tetap); 6. Rusun sederhana, rusunami, RS, dan RSS; Mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak; 7. Jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional 8. Minyak bumi dan gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi; 9. Emas batangan dan emas granula. 10. Senjata/alutsista dan alat foto udara 11. Barang yang merupakan objek Pajak Daerah seperti makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya; 12. Jasa yang merupakan objek Pajak Daerah seperti jasa penyediaan tempat parkir, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, dan jasa boga atau catering; 13. Uang, emas batangan untukkepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga; 14. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dan jasa keagamaan.

Salah satu dampak paling langsung dari kenaikan PPN adalah peningkatan biaya produksi. Bagi banyak pedagang, terutama yang bergerak di sektor makanan dan barang konsumsi, kenaikan pajak ini berarti bahwa biaya untuk mendapatkan barang dari pemasok juga meningkat. Akibatnya, pedagang terpaksa menaikkan harga jual produk mereka untuk menutupi biaya tambahan ini. Hal ini berpotensi mengurangi daya tarik produk mereka di mata konsumen. Ada beberapa barang pakai yang terkena imbas akibat kenaikan PPN 11% : 1. Pulsa serta kuota Internet. beberapa fasilitator layanan telekomunikasi sudah menyesuaikan harga produk mereka bersamaan berlakunya kenaikan PPN, 2. Aset Kripto. Metode investasi yang mempunyai banyak peminat ini mulai dikenai pajak PPN serta PPh atas transaksi perdagangan yang dituangkan dalam PMK Tahun 2022 No 68 dan berlaku per 1 Mei 2022; 3. Layanan perbankan; 4. Akomodasi perjalanan keagamaan tetapi perihal ini tidak berlaku buat aktivitas ibadahnya; 5. Distribusi LPG nonsubsidi buat gas elpiji skala 5, 5 Kilogram serta 12 Kilogram turut terkena dampak kenaikan PPN sesuai dengan ketentuan PMK No 62 Tahun 2022; 6. Layanan finansial digital. Tidak hanya kripto, layanan pinjaman online dikenai PPN serta PPh sesuai dengan PMK No 69 Tahun 2022; 7. Pembelian mobil bekas. Untuk pengusaha yang hendak beli alat transportasi bekas, harus memungut serta menyetorkan PPN terutang dengan besaran 1, 1 Persen dari harga jual; 8. Barang kebutuhan di supermarket modern 9. Benda elektronik seperti smartphone, Televisi, laptop, serta yang lain.

Kenaikan harga barang akibat PPN yang lebih tinggi dapat menyebabkan penurunan daya beli masyarakat. Dengan harga yang lebih tinggi, konsumen mungkin akan lebih selektif dalam berbelanja, memilih untuk membeli barang-barang yang dianggap lebih penting atau mendesak. Pedagang, terutama yang mengandalkan penjualan barang-barang non-prioritas, mulai merasakan dampak penurunan omzet. Banyak pedagang khawatir bahwa penurunan daya beli ini akan berlanjut, mengakibatkan penurunan penjualan yang lebih signifikan. Terdapatnya kenaikan tarif PPN 11% pasti saja mempunyai 2 dampak yang silih berdampingan, antara lain ialah dampak positif serta negatif. Dampak negatif yang diakibatkan dari kenaikan tarif PPN 11% merupakan kenaikan kebutuhan pokok tiap hari serta keluhan masyarakat yang menentang kenaikan tarif PPN 11%, namun di bagian lain kenaikan tarif PPN 11% mempunyai dampak positif pada anggaran negara, dimana dengan kenaikan itu membantu memperbaiki anggaran negara yang sempat rancu dikala pendemi. Seluruh kebijakan yang sudah disahkan oleh pemerintah pasti sudah melewati proses yang panjang serta penuh penilaian. Selaku masyarakat sepatutnya menghormati usaha pemerintah pada perihal memperbaiki ekonomi di Indonesia setelah terkena dampak pandemi supaya tetap stabil serta bisa mensejahterakan masyarakat yang berlindung di dalamnya.

Harapan dari ibu siti mengenai kenaikan PPN ini supaya pemerintah lebih memperhtikan lagi megenai kenaikan PPN dan lebih menstabilkan kondisi ekonomi karena daripada membebani masyarakat dengan kenaikan PPN, pemerintah seharusnya menaikkan 'tax ratio' dengan terlebih dahulu menertibkan mereka yang belum atau kurang bayar pajak, agak sulit nantinya untuk mengawasi soal kenaikan PPN karena akses informasi yang terbatas. Karenanya, ia berharap pemerintahan di bawah Presiden Prabowo, dapat menjadi lebih transparan soal pembelanjaan pajak.

Daftar Pustaka : 

Nurhidayah, H. (2021). Dampak Kenaikan PPN pada Masyarakat dan Pengusaha.

Ramadhan, M. (2022, April 2). Tarif PPN Naik 11 Persen, Apa Saja Dampaknya? Kompas.Com. Verent.(2020).Metode Penelitian Kualitatif Serta Contohnya. 

Widya Kartika dan Evita Nadia. (2024, November 17). Dampak Kenaikan PPN 12%: Respon Masyarakat, Ekonom, dan Pandangan Pemerintah.https://kumparan.com/widya-kartika-1731819162410965135/dampak-kenaikan-ppn 12-respon-masyarakat-ekonom dan-pandangan-pemerintah-23vkVfI33Pi

Zaenudin, M. (2024, November 19). PPN Naik Jadi 12 Persen, Apa Dampaknya bagi Masyarakat dan Pelaku Usaha?. https://www.kompas.com/tren/read/2024/11/19/084500765/ppn-naik-jadi-12-persen apa-dampaknya-bagi-masyarakat-dan-pelaku-usaha?page=all

Jurnal Mahasiswa Akuntansi UNITA, Vol. 2, No. 2, tahun 2023 Fatchul Majid, Hilda Shofiatus Sholikhah, Lintang Sarwendah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun