Mohon tunggu...
Fitria FauzianaUlfi
Fitria FauzianaUlfi Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswi

saya suka olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menganalisis Hukum Perdata Islam di Indonesia

21 Maret 2023   20:17 Diperbarui: 21 Maret 2023   20:22 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Fitria Fauziana Ulfi
NIM :212121063
Kelas :HKI 4B

1. Pengertian Hukum Perdata Islam di Indonesia

Hukum perdata Islam di Indonesia adalah hukum positif yang berlaku di Indonesia yang sesuai atau bersumber dari hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur'an, hadits dan ijma' serta sumber-sumber hukum lainnya di dalamnya. Ruang lingkup Hukum Perdata Islam di Indonesia meliputi 1) Hukum keluarga, seperti hukum perkawinan, hukum perceraian, hukum waris, hukum wasiat dan hukum wakaf 2) Hukum, bisnis seperti hukum jual beli, hukum hutang, hukum sewa, hukum upah , hukum mudharabah, hukum musyarakah, hukum muzara'ah, mukhabarah dan musaqah. Maka hukum perdata Islam dapat dipahami sebagai berikut: bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum perkawinan, pewarisan, dan pengaturan masalah kebendaan dan hak atas benda, aturan jual beli, pinjam meminjam, persekutuan (bagi hasil), peralihan hak, dan semuanya. berhubungan dengan transaksi.

2. Prinsip perkawinan menurut UU No. 1/1974 adalah:
-Pernikahan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal;
 - Sahnya suatu perkawinan sangat tergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing;
-Prinsip monogami;
- Calon suami istri harus dewasa jasmani dan rohani, batasan laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun untuk mengurangi pernikahan dini dan kematangan mental
-Mempersulit terjadinya perceraian;
-Hak dan kedudukan istri seimbang.


Prinsip pernikahan menurut KHI
1. Menikah atas persetujuan kedua mempelai
2. Larangan menikah karena larangan nasab, pendidikan
3. Pemenuhan rukun dan syarat pernikahan
4. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga samawa
5. Hak dan kewajiban suami istri seimbang tanpa diskriminasi


3.a.Dampak perkawinan yang tidak terekam secara sosiologis. Jika status perkawinan tidak dicatat, istri tidak dapat menuntut suami dan jika suami meninggalkannya, istri tidak menerima tunjangan perkawinan dan tunjangan pensiun dari suami. Pada saat pengurusan akta kelahiran juga akan mengalami kesulitan.
b. Dampak perkawinan yang tidak dicatatkan secara yudridis, perkawinan yang dicatatkan pada negara dan perkawinan yang tidak dicatatkan mempunyai akibat hukum yang berbeda. Salah satu akibat yuridis yang paling menonjol adalah anak. Akibat yuridis lain yang mungkin timbul adalah terkait dengan hak waris. Bukan hanya hak waris anak yang dapat menimbulkan masalah, tetapi juga hak waris pasangan tidak akan muncul secara sah jika perkawinan mereka tidak dicatatkan.
 c. Akibat perkawinan yang tidak dicatatkan secara religius Akibat hukum perkawinan yang tidak dicatatkan padahal secara agama dianggap sah, perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum dan dianggap tidak sah karena perkawinannya tidak dicatatkan. Perkawinan yang tidak dicatatkan, yang telah memenuhi rukun dan syarat yang diatur dalam hukum Islam, tetapi tidak dicatatkan secara resmi pada pejabat yang berwenang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tuntutan pemenuhan hak tersebut seringkali menimbulkan perselisihan. Oleh karena itu, tuntutan ini akan sulit dipenuhi karena tidak ada bukti pencatatan perkawinan yang sah. Anak hasil perkawinan merupakan kedudukan yang sangat penting dalam suatu keluarga, karena anak sah adalah anak yang dianggap lahir dari perkawinan yang sah antara ayah dan ibunya.

4. Pendapat ulama dan KHI tentang perkawinan wanita hamil

Menurut pendapat ulama
 Jumhur Ulama termasuk Mazhab Syaf' membolehkan pernikahan wanita hamil karena zina dengan alasan tidak ada nash baik dalam Al-Qur'an maupun al-Hads yang secara tegas melarang pernikahan wanita hamil karena zina. Status seorang anak diberikan kepada laki-laki yang menikah dengan ibunya jika anak tersebut lahir enam bulan setelah diadakannya akad nikah. Tetapi jika usia kehamilan kurang dari enam bulan, itu ditugaskan kepada ibu.Sedangkan Ab Hanfah berpandangan boleh menikah tetapi tidak dukhul sebelum wanita melahirkan jika yang menikahkan bukan yang menghamilinya dan status anak dilimpahkan kepada laki-laki yang memiliki anak. Sedangkan mazhab Maliki dan Hanbali melarangnya, dengan alasan adanya masa iddah bagi wanita hamil (QS al-Thalq: 4) dan hadits dari Ruwaifiq Ibnu Thabit yang melarang menggarap kebun orang lain. Wanita boleh menikah setelah melahirkan dan bersedia menerima hukuman fisik berupa cambukan, tambah Imam Ahmad, ini harus menjadi pelapis.
Dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam), perkawinan wanita hamil diatur dalam Bab VIII pasal 53.
Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam berbunyi sebagai berikut:
(1) Wanita hamil di luar nikah dapat dinikahkan dengan pria yang sedang hamilmenghamberikut
(2) Perkawinan dengan wanita hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu kelahiran anaknya.
(3) Perkawinan yang dilakukan dalam keadaan hamil tidak wajib menikah lagi setelah anaknya lahir.Dari bunyi pasal di atas dapat dijelaskan bahwa ketentuan dalam KHI Pasal 53 adalah sebagai berikut:
mengikuti :
a) Perkawinan wanita hamil diperbolehkan bagi siapa saja yang berada dalam kondisi tertentu hamil tanpa ada alasan untuk melahirkan.
b) Perkawinan wanita hamil dapat dilakukan dengan pria yang menghamilinya.
c) Pernikahan wanita hamil dilakukan tanpa pelaksanaan had (rajam)Pertama, jika kehamilan tersebut disebabkan oleh zina yang disengajadan jelas.
d) Perkawinan ibu hamil dapat dilakukan tanpa menunggu kelahiran anak di dalam rrahim
e) Perkawinan yang telah dilaksanakan sudah merupakan perkawinan yang sahdan tidak perlu mengulang pernikahan

5.Hal yang dilakukan untuk menghindari perceraian

1. Jaga komunikasi yang baik dengan pasangan Anda
Komunikasi yang baik merupakan salah satu kunci utama dalam menjaga keharmonisan rumah tangga. Usahakan selalu terbuka dan jujur dalam berkomunikasi dengan pasangan, dan juga dengarkan baik-baik pendapat dan perasaan pasangan. Ada rasa saling percaya antara suami istri dan sebaliknya. Kepercayaan ini adalah bukti bahwa mereka tidak akan saling mengkhianati. Kepercayaan dalam keluarga akan terbangun jika keduanya jujur dan saling menerima
2.Adanya mutual support atau saling mendukung dan saling menghargai sehingga keduanya dapat menghilangkan sikap defensif yang cenderung menutup diri dalam setiap aktivitas komunikasi yang dilakukan
3. sikap terbuka yang nantinya dapat mendorong timbulnya saling pengertian, saling pengertian dan saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal antara suami istri dalam upaya tercapainya komunikasi interpersonal yang baik dan efektif dalam keluarga.
4.Hormati pasangan Anda dan perlakukan dia dengan baik
 Menghargai dan memperlakukan pasangan dengan baik adalah salah satu cara untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Jangan pernah melakukan apa pun untuk menyakiti atau menyinggung pasangan Anda.
5.Hindari bersikap egois
Jangan selalu memikirkan kepentingan sendiri dan mengabaikan kepentingan pasangan. Selalu berusaha memahami dan memperhatikan kebutuhan pasangan untuk menjaga keharmonisan rumah tangga.
6.Memperbaiki kesalahan dengan jujur dan tulus
Jika terjadi konflik atau kesalahpahaman dengan pasangan, sebaiknya segera perbaiki kesalahan tersebut dengan jujur dan tulus. Jangan pernah menyimpan dendam atau amarah yang dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga.

6.Judul    : Legislasi Hukum Perdata Islam di Indonesia
Penulis    :Qodariyah Berkah
Penerbit : Perkumpulan Fata Institute---fins, tahun 2022
Kesimpulan :
Legislasi hukum Islam menjadi hukum nasional tidak lepas dari politik hukum, pendekatan yang dilakukan harus pendekatan persuasif dan tidak konfrontatif, seperti yang dilakukan oleh Busthanul Arifin dengan meyakinkan pemerintah bahwa penerapan hukum Islam adalah bagian dari implementasi Pancasila dan UUD 1945. Busthanul Arifin telah memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan dan pelembagaan hukum Islam dalam sistem hukum nasional di Indonesia. Implikasi pemikiran Busthanul Arifin dalam legislasi hukum perdata Islam di Indonesia adalah pembentukan Undang-Undang Peradilan Agama sebagai wadah penegakan hukum Islam di Indonesia. Peradilan Agama yang diprakarsai oleh Busthanul Arifin telah menjadi bagian dari pelaksana kekuasaan kehakiman sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.
Inspirasi : Inspirasi saya dengan membaca buku ini saya bisa memaparkan sejarah pelembagaan hukum Islam sebagai bagian integral dari sistem hukum nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun