Indonesia di prediksi akan mengalami bonus demografi pada tahun 2030. beberapa tahun belakangan bonus demografi menjadi isu yang banyak diperbincangkan di indonesia. fenomena tersebut dianggap memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat dan industri kerja.
dikutip dari kontan.co.id Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, di tahun 2034 mendatang akan ada 60 tenaga kerja produktif yang mendukung 100 penduduk sehingga angka ketergantungan penduduk akan berada di bawah 50 sehingga ada kontribusi 0,22% terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Bambang, jika ekonomi bisa tumbuh 5% saja setiap tahun hingga 2038.
Maka Indonesia bisa menjadi high income country.
Sederhananya bonus demografi adalah lebih banyak kuantitas penduduk usia produktif dengan rentang usia 15-64 tahun, dimana dalam usia tersebut merupakan usia yang berpengaruh sebagai penggerak utama bangsa untuk meraih SDGs di Indonesia.
Bonus demografi bisa terjadi karena adanya perubahan struktur umur penduduk di Indonesia, hal tersebut disebabkan oleh dua hal.
yang pertama angka kematian bayi (infant mortality rate) menurun sehingga jumlah bayi yang tetap hidup hingga dewasa terus meningkat. yang kedua, angka kelahiran total (total fertility rate) menurun sehingga anak yang berusia di bawah 15 tahun pun berkurang.
kondisi ini memiliki dampak yang besar bagi tananan sosial dan ekonomi suatu negara. Fenomena ini bisa menjadi peluang yang paling baik bagi Indonesia. Namun jika tidak dimanfaatkan dengan baik, bonus demografi justru bisa menjadi hal buruk bagi sebuah negara. Bagaimana tidak, kuantitas dari usia produktif yang berlimpah tidak memiliki arti jika tidak memiliki sumber daya yang cukup,
Sebagai salah satu generasi yang masuk ke dalam kategori masyarakat usia produktif, generasi milenial harus bisa menjadikan momentum tersebut sebagai kesempatan untuk bersaing dan berkompetisi secara produktif sehingga dapat memajukan bangsa Indonesia.
resiko negatif bonus demografi bisa terjadi karena minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia untuk menampung atau mewadahi banyaknya usia produktif. terjadi ketidakseimbangan lapangan pekerjaan yang tersedia dengan laju pertumbuhan penduduk. hal ini berdampak pada peningkatan pengangguran yang ada di Indonesia. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa jumlah pengangguran terbuka di Indonesia sejak krisis ekonomi pada tahun 1998 berjumlah sekitar 5 juta dan jumlah tersebut terus berubah setiap tahunnya.
Namun, penyediaan lapangan kerja pasca masa pandemi Covid-19 ini tidak mudah. Badan Pusat Statistik mencatat lebih dari 25 juta pekerja terdampakpandemi dengan 24 juta di antaranya mengalami pengurangan jam kerja. Banyak pula pekerja muda yang harus kehilangan pekerjaan dan sebagian besar di antaranya karena tidak memiliki keterampilan atau pengalaman khusus.
akibatnya jumlah pengangguran akan meningkat, tidak terkendali, dan akan kehilangan masa bonus demografi.
untuk mengurasi terjadinya resiko negatif bonus demografi tersebut, pemuda sekarang diarahkan memiliki jiwa entreprenurship yang diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja tidak hanya untuk dirinya sendiri namun juga memberikan wadah untuk tenaga kerja usia produktif lainnya.
Dengan pendidikan karakter dan mindset entrepeneurship inilah, penduduk usia produktif diharapkan tidak hanya mampu bersaing di dunia usaha dan dunia industri, melainkan juga mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Hal ini tentunya akan membantu menekan angka pengangguran yang terus meningkat, serta menjadi solusi atas kekhawatiran tenaga manusia yang berpotensi digantikan dengan sistem robotic di masa depan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H