Mohon tunggu...
Fitri Restiana
Fitri Restiana Mohon Tunggu... -

penulis,ibu rumah tangga, anggota IIDN. Motto : Menulis itu bagaikan tarikan nafas.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Asi Untuk Si Buah Hati

25 April 2014   04:23 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:13 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suatu sore, ketika sedang memandikan Zahran.Menjelang 4 tahun.

‘Ibu capek ya urus Alan?’. Pertanyaan yang membuat aku terkesiap dan hampir tak bisa menjawab.
“ Duuh nak, lelah ibu tergantikan dengan kepintaranmu yang bertambah dari waktu ke waktu, ketika Zahran sudah bisa duduk 5 menit tanpa jatuh, memegang pensil walau masih kaku, membaca Bismillah dengan lancar…itu sudah cukup menjadi obat lelah ibu sayang”, jawabku sambil mengusap kepalanya. Aku tahu dia belum paham benar, tapi melihat bola mata dan senyum yang mengembang, aku yakin dia sedikit paham apa yang kuucapkan.

Di sela kelelahanku, aku bertanya, apakah penyebab dan hikmah dari semua ini? Tidak mungkin Allah memberi ujian, cobaan dan rejeki tanpa maksud dan tujuan? Allah Maha Baik dan Maha Penyayang. Kami belajar mengisi waktu yang berjalan dengan cinta dan segala kebaikannya. Kami belajar untuk saling menerima dan tidak menyalahkan. Di dalam mobil tua yang kreditannya 2 tahun lagi, kami mencoba riang mengajak Zahran terapi. Walaupun sesekali aku merenung, bagaimana menyikapi Zahran yang kata dokter mengidap CP.

“Ibuuu … Zahran jatuh dari kursi roda..”, Teriak Zaki di siang itu seperti petir di telingaku. Aku yang memang mempunyai peyakit jantung, tak bisa bergerak. Pandanganku tiba tiba gelap dan nafasku sesak. Dalam keadaan yang serba kacau, aku terus istighfar. Pelan pelan aku tenang dan mencoba membuka mata. Setelah bisa bernafas secara normal dan minum segelas air hangat yang aku ambil sambil setengah berlari, aku tinggalkan piring yang menumpuk dan langsung ke rumah tetangga tempat Zaki dan Zahran tadi bermain.

“Ibu, Zaki minta maaf, Zaki nggak lihat ikatan kain gendongan Zahran lepas”, Tangisan Zaki membuat aku tambah kalut. Kulihat wajah Zahran yang berlumuran darah. Astaghfirullah.. Zahran hanya merintih pelan..

“Sakit bu. Ke dokter ya bu”. Pinta Zahran sambil menahan sakit.

“Iya sayang. Maafkan ibu yang sudah teledor”. Aku membersihkan wajahnya dengan lap hangat.

Bersyukur aku memiliki tetangga yang baik hati, dengan cekatan mereka mengantar kami ke rumah sakit. Aku mencoba tegar dan tidak mengeluarkan airmata, walaupun tenggorokanku sakit menahan tangis. Zaki yang merasa sangat bersalah, sudah tenang dalam dekapan ayahnya. Kami hanya bisa menghela nafas. Tentu bukan salah Zaki semata.

“Lain kali hati hati ya bang. Kalau sudah nggak fokus jaga Zahran, Zaki bisa antar Zahran pulang, biar ibu yang jaga”. Pelan kami bicara di samping Zahran yang sudah tertidur pulas setelah minum obat.

Zaki mengangguk pelan. Dia memelukku. Erat sekali. Aku tahu, itu adalah tanda penyesalannya yang luar biasa. Senyumku pun meluluhkan emosi suamiku yang sangat marah dengan Zaki.

13 Januari 2013. Dua hari menjelang ulang tahun Zahran ke 6. Bekas luka di wajahnya hampir hilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun